Selasa, 07 Mei 2013

Caleg

Tahun ini, 2013 adalah tahun politik. Proses perebutan kekuasaan pun dimulai, puncaknya nanti, 9 April 2014, pemilu legislatif akan digelar.

Jadi jangan heran, bila tahun ini iklim politik mulai panas. Wajah-wajah baru pun bermunculan. Dengan mendeklarasikan diri sebagai pembela rakyat dan yang paling peduli pada rakyat, mereka bersiap mengisi kursi-kurisi di DPR maupun DPRD.

Mereka ini adalah calon-calon legislatif (caleg). Di tahun politik ini, semuanya sibuk bersolek menampilkan citra secantik mungkin. Pemandangan ini terkesan kontras dibanding geliat partai yang terkesan hanya ”pelengkap aksi” semata. Ya, wajarlah, karena kita menganut sistem pemilihan langsung. Di mana masyarakat memilih orang yang dinilainya cakap, bukan partainya. 

Dari sinilah simbiosis mutualism antara caleg dan partai terjadi. Caleg butuh partai, agar memiliki mesin politik kuat untuk mendukung dirinya menuju kursi parlemen, dan setelah terpilih bisa mengawal semua tindakannya.

Sementara, partai butuh suara banyak agar bisa memenuhi batas suara minimal suatu partai atau orang untuk memperoleh kursi (wakil) di parlemen atau dikenal dengan elektoral threshold. Untuk itu, adakalanya mereka merekrut caleg yang memiliki tingkat elektabilitas tinggi, meski itu dari luar partai.  

Elektabilitas tinggi ini dilatarbelakangi tingkat popularitas maupun pengaruh seseorang dalam lingkungannya. Yang paling utama adalah memiliki kekuatan finansial. Maka bermunculanlah artis-artis, pengusaha, tokoh agama mupun masyarakat mengisi ruang tersebut.

Dari orang-orang ”pilihan” inilah nantinya nasib rakyat digantungkan. Pertanyaannya adalah, mampukah orang-orang yang dipilih sebagai caleg itu? Bagaimana track record-nya? Apa alasannya terjun ke politik? Seberapa pahamkah mereka tentang legislasi, budgeting, controlling? 

Kemuadian, apa saja kontribusi mereka pada masyarakat saat ini? Jangan-jangan mereka hanyalah caleg pilihan partai, bukan pilihan rakyat. Mereka dipilih partai untuk kemudian dipaksakan dipilih oleh rakyat. 

Jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut kadang tersimpan di ruang gelap. Adakalanya mereka hanya gagah tampil di media, karena semua telah dikerjakan oleh tim sukses. Jadi wajar saja kita temui banyak anggota dewan yang ternyata tak bisa bekerja. 

Untuk itu, cerdaslah! Saatnya kita jangan mau dibodohi lagi. Janganlah pilih celeg-caleg yang tak berkualitas. Teliti betul kapasitas dan kecakapannya. Jangan lagi kita gadaikan masa depan kita dan anak-anak kita pada orang-orang dungu, licik dan serakah! ***

Tidak ada komentar: