Minggu, 26 Mei 2013

Menelusuri Kebocoran Subsidi BBM di Kepri 2

Aneh! Kuota Dibatasi, SPBU Kian Menjamur

Masyarakat kecil yang mestinya ”dimanjakan” oleh subsidi BBM, malah sengsara. BBM jadi susah dicari.


Akibat maraknya pencurian BBM bersubsidi, di antaranya solar, menjadi salah satu penyebab kelangkaan komoditas tersebut sering terjadi di Batam. Kouta yang dijatah Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) selalu saja tak cukup. Apalagi kuota solar untuk Provinsi Kepri pada 2013 ini dikurangi sekitar empat persen, atau dari 147.864 kilo liter (KL) dipangkas menjadi 141.954.24 KL.

Untuk Batam juga demikian, bila tahun 2012 suplai solar dari Pertamina ke SPBU sebanyak 8.000 KL per bulan, sekarang hanya 4.000 KL perbulan. Penyaluran tersebut sebagai penyesuain dengan kuota yang ada saat ini. Akibat kelangkaan BBM ini, roda perekonomian terganggu. Kemacetan pun sering terjadi, akibat jalan raya terhadang antrean panjang mobil yang mengantre BBM di SPBU.

Itu versi Pertamina, beda lagi versi pengusaha SPBU. Seorang pengusaha SPBU di Batam (anonim), mengatakan sebaliknya. Kelangkaan BBM tak lepas dari royalnya Pertamina mengeluarkan izin SPBU di Batam.

Bayangkan, kota sekecil ini memiliki 33 SPBU. 32 sudah beroperasi, 1 SPBU lain masih dalam masa penyelesaian. Aneh! SPBU menjamur, sementara kuota BBM dibatasi. Diduga, untuk mengeluarkan izin pendirian satu SPBU di Batam, oknum petinggi Pertamina di Medan mendapat fee antara Rp1-2 miliar!

Akibat royal-nya memberikan izin pendirian SPBU tersebut, kini bayak SPBU di Batam yang kosong. Mereka umumnya nunggu pembagian kuota dari pertamina yang kian ”seiprit”.

Padahal ada kesepakatan antara pengelola SPBU dan Pertamina, yakni untuk tarif  Rp150 juta per dispenser atau pompa SPBU, Pertamina menjamin berapapun kuota BBM yang diperlukan oleh SPBU. Namun, saat ini hal tersebut tak pernah terealisasi.

Tak hanya diduga bermain di izin SPBU, oknum pejabat Pertamina juga main BBM di laut dan mereka jual pada sindikat penyelundup internasional yang biasa boperasi sekitar perairan Batam dan out port of limit dekat Singapura. Bagaimana modusnya?

Khusus pencurian ini, semula Pertamina memberangkatkan tangker pengangkut BBM tujuan kilang-kilang besar dengan muatan semula 3.600 ton minyak. Di tengah perjalanan, di perairan yang dirasa aman, kapal ini berhenti lalu ”kencing” ke kapal-kapal penadah milik sindikat, sejenis tongkang, pompong atau boat pancung.

Yang ”dikencingkan” kapal Pertamina ini adalah jatah milik oknum pejabat Pertamina atau oknum aparat berbagai instansi vital di negeri ini. Misalnya, jatah untuk pejabat A, sekian ton, pejabat B sekian ton, begitu selanjutnya, sesuai kesepakatan tak tertulis.

Karena sudah ”dikencingkan”, maka minyak yang diangkut kapal Pertamina tersebut akan berkurang. Namun lagi-lagi ini lolos, karena oknum pejabat pengawas/auditor juga ikut dapat jatah bagian dalam proses ini.

Seperti yang saya sebut di atas, ”kencing” kapal Pertamina ini dijual pada sindikat BBM bersubsidi, baik lokal dan luar negeri, dalam hal ini Singapura. Tentunya hargaya di atas harga BBM bersubsidi.

Selanjutnya kapal-kapal sindikat tersebut membawa minyak kencing ini ke kilang-kilang minyak yang memiliki bungker raksasa baik di darat (seperti yang belum lama ini berhasil digerebek di Batam dan Bintan), maupun di laut. Ada juga kemudian dikapalkan ke kilang milik bos sindikat BBM subsidi di Singapura.

Selanjutnya, BBM bersubsidi ini mereka jual pada industri, baik galangan kapal, atau kapal-kapal yang jangkar di Batam dan sekitarnya, OPL, maupun di Singapura. Bila harga BBM bersubsidi saat ini Rp4.500 perliter, mereka jual Rp9.000 saai Rp10.000 perliter.

Dari sini kita bisa menghitung keuntungannya. Bila satu liter rata-rata Rp4.000, kalikan saja bila yang dijual adalah 1 ton, atau berapa lagi bila 200 ton? Tentu hasilnya miliran rupiah. Mana ada dagang dengan keuntungan 100 persen begini?! Mirisnya lagi, yang mereka rampok adalah subsidi yang nota bene untuk uang rakyat kecil!

Modus inilah yang baru-baru ini berhasil dikuak. Sebagaimana berita Batam Pos, dan beberapa media lokal di Batam, Rabu (13/2) Direktorat Polair Polda Kepri mengamankan 6 ton solar dari MT Elektra dan KM Eka Jaya di perairan Telagapunggur, Jumat (8/2) malam sekitar pukul 23.00 WIB.

KM Elektra dipergoki sedang mentransfer alias ”kencing” solar sekitar 5 ton ke KM Eka Jaya. “Saat itu kapal dalam kondisi diam karena sedang transfer solar, dan tidak dapat menunjukan surat izin niaga,” kata ujar Direktur Polair Polda Kepri, Kombes Yasin Kosasih, Selasa (12/2).

Dari kapal MT Elektra dan KM Eka Jaya, kata Yassin, diamankan lima orang ditetapkan sebagai tersangka, masing-masing Jhon Hendri nakhoda MT Elektra, Sabaruddin nakhoda KM Eka Jaya, Krisna, Riana dan Janes alias Ucok yang beprofesi sebagai perantara (broker).

Modusnya, Janes alias Ucok menghubungi Hendri nakhoda MT Elektra, apakah ada solar yang mau dijual. Hendri, menjawab ada tiga atau empat ton solar. Janes pun menghubungi Riana dan Krisna.

Dari sini, Riana menghubungi Sabarudin nakhoda KM Eka Jaya dan Kancil (DPO) dari pengurus PT Adja Dian Perkasa. Kancil pun memberi Rp 27,5 juta kepada Krisna untuk membayar solar yang dijual dari MT Elektra itu.

Seterusnya, dengan menumpangi KM Eka Jaya dari pelabuhan Riana langsung menuju ke MT Elektra lego jakar saat itu. Kemudian KM Eka Jaya sandar di lambung kanan MT Elektra. Kedua kapal tersebut langsung mentransfer solar dari tangki ballast MT Elektra ke KM Eka Jaya.  Saat transfer atau memindahkan solar itulah dipergoki oleh anggota Gankum Ditpolair Polda Kepri.

Sebelumnya Antara menulis, petugas patroli Kantor Wilayah Khusus Direktorat Jenderal Bea Cukai Provinsi Kepulauan Riau menangkap dua kapal berbendera Indonesia, MT Serena II dan KM Cahaya diduga bawa solar bersubsidi disalurkan secara ilegal.

Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kanwil Khusus Ditjen Bea Cukai Kepulauan Riau (Kepri) Agus Wahyono di Tanjung Balai Karimun, Rabu mengatakan bahwa kedua kapal tersebut ditangkap kapal patroli BC-9002 di perairan Lobam, Pulau Bintan sekitar pukul 00.00 WIB, Selasa (29/1).

”MT Serena II merupakan kapal Pertamina yang mengangkut sekitar 3.680 solar bersubsidi dari Pulau Sambu menuju Pontianak, Kalimantan Barat. Namun, dalam perjalanannya melakukan aktivitas transfer secara ilegal ke lambung KM Cahaya,” katanya.

Menurut Agus Wahyono, nakhoda kapal tidak berhasil menunjukkan dokumen terkait aktivitas transfer tersebut sehingga kedua kapal ditarik ke Kanwil BC Kepri di Tanjungbalai Karimun.

”Kedua kapal tiba di Karimun tadi malam. MT Serena II lego jangkar di tengah laut dengan dikawal petugas patroli, sedangkan KM Cahaya sandar di dermaga Ketapang Kanwil,” katanya.

Dia mengatakan aktivitas transfer solar secara ilegal itu sebenarnya melibatkan tiga kapal, namun satu kapal lagi melarikan diri ketika petugas melakukan penyergapan. Dari sini, pembaca dibuat bertanya, siapakah pemilik KM Cahaya, dan kapal-kapal yang tertangkap itu? Umumnya tak akan ada pemiliknya. Aneh bukan? Ada kapal tak ada pemiliknya?

Namun berdasar informasi yang kami dapat, KM Cahaya adalah milik L, sindikat BBM bersubsidi di Batam. L di sini hanyalah tukang tampung. Armadanya banyak. Selanjutnya BBM tersebut dia jual pada penampung besar di kawasan Tanjunguncang, dekat Nanindah, yakni A. Mengapa L berani? Karena diduga sudah berkoordinasi dengan oknum aparat.

Berdasar sumber kami, di Kepri ini, khususnya Batam, banyak pengumpul
BBM kencing maupun BBM bersubsidi kelas kakap. Ada AT, BA, ML dan yang kecil kecil juga banyak. Di antaranya wanita yang biasa dipangggil ”Ibu TS”. Pengumpul kelas kakap dan teri ini umumnya memiliki tangki pengumpul baik di darat dan di laut dan armada pengapalan sendiri.

Bukan rahasia lagi, bila pencoleng BBM bersubsidi kian menjamur di Batam. Lokasi penimbunan di kawasan Batuaji dan Sagulung, dengan kedok izin niaga gudang, perkebunan atau besi tua yang lokasinya tersembunyi. Namun ini hanay kedok, karena di dalamnya ada beberapa bungker besar.

Umumnya BBM tersebut diambil dari SPBU oleh mobil yang tangkinya sudah diubah dengan kapasitas besar. Kemudian, hasil curian ini dijual ke beberapa perusahaan dengan harga industri.

Yang manarik dari kisah mereka adalah BA. Lelaki yang dulu ABK kapal ini, kini menjadi tangan kanan bos besar sindikat BBM bersubsidi di Singapura bernama
NB.  NB-lah yang mendanai BA dengan memberi kapal-kapal sebagai alat operasional.

NB sendiri adalah bos of the bos. Posisinya berada di puncak dari sindikat penyelundup BBM bersubsidi ini. Dialah penampung besar BBM yang diselundupkan ke Singapura. Armadanya banyak, tersebar hingga laut China Selatan! ***

Tidak ada komentar: