Minggu, 26 Mei 2013

Menelusuri Kebocoran Subsidi BBM di Kepri 1

Hak Rakyat, Dikemplang Penyelundup dan Pencoleng

Kebocoran subsidi BBM terus terjadi. Nilainya sangat besar, Rp 80-160 miliar perhari. Bagaimana bisa terjadi?

Baru menginjak hari ke 46 di tahun 2013, sudah sekitar Rp 37 triliun dana subsidi BBM/energi habis. Dana tersebut cukup untuk beli 1 juta induk sapi. Memasuki hari ke 58, sekitar Rp 48 triliun subsidinBBM/energi habis. Uang tersebut mampu untuk mencetak sekitar 2 juta hektare sawah, program swasembada beras, gula dan kedele akan tuntas.

Berangkat hari ke 61, sudah sekitar Rp 50 triliun dana subsidi BBM/energi terkuras. Bayangkan bila dana itu untuk membangun sarana transportasi massal, tentunya jumlah kendaraan pribadi akan terkendali. Kemacetan pun akan berkurang.

Data tersebut saya kutip dari Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagai perbandingan bila saja uang untuk mensubsidi yang tahun ini mencapai Rp 320 triliun, dialihkan untuk membangun kesejahteraan rakyat.

Tapi hal itu tampaknya tak mungkin. Dengan alasan ”kesejahteraan rakyat” juga, pemerintah yang juga pemimpin politik itu, masih terus mensubsidi BBM. Meski kita semua tahu, dana triliunan rupiah tersebut hanya habis untuk dibakar, tidak dinikmati rakyat banyak, apalagi orang miskin. Sungguh tidak adil.

Kita semua tahu, bahwa penikmat subsidi BBM itu adalah penyelundup atau maling BBM, importir, kilang luar negeri, orang yang punya kendaraan atau mampu, dan hanya menjadi ”bemper” kebijakan orang miskin.

Faktor inilah yang membuat subsidi BBM tersebut sering bocor dan tak tepat sasaran, yang menurut perkiraan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, mencapaj 10-20 persen dari total subsidi BBM untuk rakyat. Jadi nilainya sangat besar, Rp 80-160 miliar perhari !!!

Kebocoran akibat BBM bersubsidi yang dicuri dan diselundupkan ini sudah sering kita saksikan di Batam ini. Sumber Batam Pos mengungkap, bahwa banyak pengusaha nakal yang dengan sangat terorganisir mencoleng BBM bersubsidi.

Jejaring bisnis ilegal pengusaha ini tak hanya di Indonesia saja. Dengan kekuatan armadanya, mereka menyelundupkan BBM bersubsidi itu hingga ke Laut China Selatan!

Misalnya, S, yang dikenal memiliki tangki-tangki penampung BBM yang dicoleng dari SPBU menggunakan mobil yang tangkinya dimodifikasi. Mereka bebas beraksi dan terang-terangan akibat tak adanya hukum yang memberikan efek jera.

Senin, 4 Maret lalu, anggota Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Polda Kepri menangkap Edison, 35, pencoleng solar subsidi dengan menggunakan taksi Metro Taksi (MT) Toyota Corolla biru BP 1609 UX, yang tangkinya sudah dimodifikasi.

Edison diamankan saat mengantar solar subsidi yang dibelinya dari sejumlah SPBU ke gudang PT Batam Sumber Energy (BSE) di dekat pelabuhan Seibinti, Sagulung, Sabtu (2/3) sekitar pukul 14.30 WIB. Di gudang PT BSE, sebagai penadah solar subsidi, polisi mendapati bunker penampung solar kapasitas 30 ton berikut isinya sebanyak 20 ton solar.

Solar tersebut dibeli pelaku Rp 4.500 per-liter dan dijualnya ke gudang PT BSE, Rp 6 ribu per liter. Jadi keuntungannya Rp 1.500 perliter. Dari para maling kecil ini, selanjutnya pemilik bungker akan menjual ke industri seharga Rp9 ribu. Jadi keuntungan mereka Rp 3.000 perliter. Bayangkan bila 1 ton!

Namun sayang, sejauh kasus ini terjadi berkali-kali, tak ada satupun yang ditahan apalagi masuk pengadilan. Para pencoleng dilepas, sementara pemilik penampungan tak ada yang tersentuh. Termasuk PT BSE itu.

Dalam kasus ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) hanya menyeret Edison, 35, sopir Metro Taksi BP 1609 UX sebagai tersangka tunggal, dalam kasus pencoleng solar subsidi. Sementara, pemilik BSE yang berlokasi di dekat pelabuhan Seibinti, Sagulung, tak tersentuh hukum, karena polisi menganggap tak cukup bukti.

PT BSE tercatat dalam daftar penyalur minyak di Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Ekonomi Sumber Daya Mineral (Disperindag dan ESDM) Kota Batam. Namanya berada di bawah bendera PT Prayasa Indo Mitra Sarana selaku Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Umum (BU-PIUNU)-nya. Saat ini, ada sembilan BU-PIUNU yang tercatat dalam daftar BU-PIUNU Disperindag dan ESDM. Sementara jumlah penyalurnya mencapai angka 30-an.

PT BSE tercatat dalam daftar penyalur minyak, tentu janggal. Sebab, izin yang mereka kantongi dari Disperindag dan ESDM Kota Batam hanyalah ”surat rekomendasi penyalur”, tertanggal 11 Januari 2013, jadi PT BSE ”bukan penyalur”!

Dalam surat rekomendasi tersebut, tercatat nama Muhammad Asrori sebagai penanggung jawab perusahaan. PT BSE sendiri berlokasi di Komplek Ruko Tiban Sakura Blok A nomor 16 Tiban Lama.

Sekali lagi, surat rekomendasi, bukanlah surat izin menjadi penyalur. Surat tersebut merupakan bagian dari syarat-syarat yang harus dilengkapi calon penyalur untuk mengurus Surat Kelengkapan Penyalur (SKP). SKP itu, nantinya, diterbitkan oleh Direktur Jenderal dengan nomor registrasi yang diterbitkan oleh Badan Pengatur. Semuanya sesuai dengan Permen ESDM nomor 16 tahun 2011.

Hal yang sama juga terjadi pada pencoleng BBM bersubsidi lainnya. Sebagaimana juga yang tertangkap di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Ismadi Salam, Selasa 19 Februari lalu. Pelaku berhasil kabur dengan mengendarai mobil Mitsubishi Storm yang telah diisi 200 liter solar subsidi, padahal sebelumnya dia dudah diamankan di Markas Polresta Barelang.

Saat dikonfirmasi ke polisi, Kabid Humas Polda Kepri AKBP Hartono mengatakan jajaran Polda Kepri, Polresta Barelang dan Polsek Batam Kota sedang mengejar pelaku. Namun hingga saat ini, sebagaimana peristiwa sebelumnya, pelakunya belum juga tertangkap.

Yang lebih mengejutkan lagi, ada pencoleng BBM bersubsidi yang diduga diotaki DS, oknum polisi dari Polresta Barelang. Kasus ini sempat ditangani Unit VI Tindak Pindana Tertentu (Tipiter) Satreskrim Polresta Barelang. Namun, lagi dan lagi belum ada hasilnya.

Maraknya aksi pencurian BBM bersubsidi ini sempat membuat DPRD Kota Batam bersidang, Kamis 21 Februari lalu. Irwansyah, Wakil Ketua Komisi III DPRD Batam mengatakan penimbun solar sangat bebas di Batam. Tidak tersentuhnya bos penimbun akan tetap membuat subur penjahat solar di Batam. Apalagi, sampai saat ini, belum kasus penampung solar diproses hukum.

Dalam rapat itu, Irwansyah juga meminta Disperindag mengevaluasi izin yang dikeluarkan kepada penyalur BBM sekaligus melakukan pengawasan. Namun, lagi dan lagi tak ada tindakan nyata. Pencurian BBM tetap terjadi. Bahkan Pertamina sendiri mengaku, tidak bisa berbuat apa-apa.

Hal senada juga ditegaskan Anggota Komisi Hukum DPR Bambang Soesatyo. Dia mensinyalir perairan Bintan dan Batam sudah sering menjadi lokasi untuk menyelundupkan BBM bersubsidi.

Untuk itu, Bambang meminta KPK menseriusi kasus-kasus penyelundupan dan pencurian BBM bersubsidi ini, karena unsur kerugian negara sudah sangat nyata. ”Tidak usah sampai 30 persen, cukup 10 persen saja yang diselundupkan itu artinya kerugian negara sudah puluhan triliunan rupiah,” tegasnya.

Menurut bambang, pencurian BBM bersubsidi selama ini sudah sangat berani dan ugal-ugalan. Penegak hukum tidak pernah bersungguh-sungguh memburu para pelakunya, terutama pemain besar dan oknum BUMN. ”Sejauh ini, penegak hukum hanya menangkap pengecer kelas teri,” tegasnya. ***

Tidak ada komentar: