Senin, 02 Februari 2009

Kuda Baru

“Serba salah rasanya punya jabatan baru. Bersyukur salah, menangis juga salah,” rekan saya, pegawai swasta berkata. Sayapun diam menyimak.



Saat dia sibuk mengurai kata, ingatan saya menerawang akan beberapa peristiwa, bagaimana orang-orang besar menyikapi jabatan barunya.

Satria utama Kerajaan Majapahit, tentara darat yang unggul, Mahapatih Gajahmada sesaat usai dilantik sebagai mahapatih (setara perdana mentri) di istana Trowulan, langsung mengucap sumpah di hadapan raja Wishnuwardana dan pembesar lain, tak akan memakan rempah (palapa), sebelum bisa mempersatukan nusa antara (nusantara). Peristiwa ini diabadikan sebagai Sumpah Palapa.

Satria utama Kerajaan Melayu Riau, tentara laut yang ulung,
Raja Haji atau termasyhur dengan gelar Raja Haji Syahid Fisabilillah/Marham Teluk Ketapang, sesaat usai dilantik sebagai yang Dipertuan Muda Riau IV (setara perdana mentri) di istana Kota Piring, langsung mengucap sumpah di hadapan sultan dan para mentrinya.

“Jika ada sesuatu yang melintang di hadapan paduka, ingin diluruskan, akan beta luruskan!”

“Jika ada sesuatu yang lurus di hadapan paduka, ingin di lintangkan, akan beta lintangkan!”











Lain lagi Syaidina Umar Bin Khattab. Saat terpilih sebagai Khalifah menggantikan Syaidina Abubakas Assiddik, dia langsung menagis, dan mengucap istigfar. Baginya jabatan Khalifah ini adalah musibah!

Umar takut, jabatan ini akan membawanya ke neraka. “Kalau saya salah, siapa yang akan menegurku nanti?” katanya.

Namun Umar agak lega ketika pertanyaannya tiba-tiba dijawab oleh seorang pemuda. “Ya Umar, jika engkau salah, maka sayalah yang pertama akan menegurmu!” begitulah.

Beda lagi dengan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, ketika di wawancara oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya, presien termiskin yang tiap malam tidur beralas tikar ini, ditanya. ”Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?”

Jawabnya, ”Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya, ‘ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran!”

Lain pemimpin, lain lagi caranya memandang sebuah jabatan. Bahkan di Amerika, ada sebuah tradisi, seorang Presiden yang baru dilantik, pada malam harinya harus menghadiri pesta dansa bersama, tentu saja, first lady-nya. Tentu saja di ddalamnya ada acara minum-minum. Seperti yang baru-baru ini juga dilakukan Obama, usai dilantik sebagai presiden AS ke 44.







“Sebagai seorang Muslim, saya ingin mengadakan syukuran. Makan-makan, misalnya. Namun, entar dinilai lain. Nanti dibilang saya tak peka. Lebih parahnya lagi, saya dinilai orang ambisius si pemburu jabatan,” rekan saya melanjutkan kisahnya, membuyarkan lamunan.

“Entar ada lagi yang ngomong, saya ini sombong. Mestinya saya memandang jabatan itu amanah, tanggung jawab yang berat. Mestinya saya langsung menyusun program, bukan malah berpesta dan bernarsis-narsis di depan Tuhan.

“Tapi kalau saya meniru gaya Syaidina Umar, dengan menangis, beristighfar lalu menganggap jabatan sebagai musibah, juga tak elok. Entar apa kata bos saya? Bisa-bisa saya dipandang orang yang tak bisa dikasih tanggung jawab. ‘Wah, nih anak kok lembek begini? masak diberi jabatan ogah-ogahan! Entar perusahaan saya dibikin main-main?! Nanti kalau dia bikin kesalahan, jangan-jangan jawabannya, ‘siapa suruh angkat saya?!,’ gitu katanya.”

Sayapun makin dalam menyimak.











“Pernah suatu hari saya dapat SMS dari seorang rekan. Dia mengucapkan selamat atas promosi ini. Lalu, saya jawab dengan rendah hati, mengutip ucapan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, ‘Ah, saya hanya jadi pelayan saja Bang!’ Tiba-tiba, dia menyangka saya tak bersyukur. Lalu dia nelepon, ‘Hei, syukuri dululah. Jangan begitu, itu adalah tantangan. Jangan samakan kamu dengan pelayanlah!’ katanya.”

“Tentu saja langsuing saya jawab, ‘Ya tentu saya bersyukur Bang. Tapi saya hanya ingin jadi telapak kaki saja, tugasnya menjaga agar rekan-rekan bisa berjalan dengan baik, dan tak sakit kalau jatuh atau menginjak kerikil tajam. Jadi telapak kaki itu tak hina Bang, toh Syurga ada di telapak kaki juga kok!’ Saya bilang begitu”

Saya hanya tertegun. Selanjutnya, saya menjawab ini dengan cerita pula.

Saya mulai berkisah, dulu di zaman para sahabat ada seorang kaya tengah mencari kuda yang paling bagus dan paling cepat. Maka, mulailah dia masuk kampung keluar kampung. Hingga beberapa hari kemudian, pencariannya berhasil. Seorang menunjukkan padanya, bahwa di kampung Anu, ada seekor kuda hebat.

Tak lama, bertemulah dia dengan kuda yang dimaksud. namanya juga orang kaya, harga tak jadi soal. Asal, bisa berlari kencang. Namun, alangkah kagetnya dia, saat ditunggangi, kuda itu enggan berlari. tentu saja dia keheranan.












“Kalau tuan mau kuda ini berlari, maka harus mengucap kalimat, ‘Alhamdulillah,” nasihat si pemilik.

Si orang kaya inipun menurut. “Alhamdulillah...!” katanya. Ajaib, si kuda langsung berlari.

Lalu dia bilang lagi, kali ini agak keras, “Alhamdulillaaaaahhh...!” Luar biasa, si kuda kian kencang.

Lalu diucap lagi, “Alhamdulillaaaaahhh....!” Gila, si kuda berlari laksana angin.

Ketika kecepatannya kian tinggi, si orang kaya ingin menhentikan larinya. Namun, dia tak berhasil. Selanjutnya, masih di atas kuda, dia berteriak pada si penjual bagaimana cara menghentikannya.

“Anda bilang saja, Astagfirullaaah....!” katanya.

Si orang kaya menurut dan berseru, “Astagfirullaaah....!” bagaikan rem pakem, si kuda pun berhenti. Puaslah si orang kaya, lalu kuda itupun diboyong ke rumahnya.

Hingga pada pacuan kuda, si orang kaya juga ikut berlomba. Karena yakin akan kecepatan kudanya, dia membikin kejutan pada para pesaingnya. Saat aba-aba start bergema, dia sengaja tak memacu kudanya. Diam saja di tempat semula, sementara para pesaingnya sudah jauh berlari.

”Ha ha ha, ngapain sibuk-sibuk. Kudaku paling kencang larinya,” gumamnya.

Hingga satu kilo meter sudah, para pesaing itu berlalu, barulah dia memacu kudanya.

“Alhamdulillaaaaahhh....!” sentaknya. Si kuda pun mulai berlari.

“Alhamdulillaaaaahhh....!” si kuda kian laju.

“Alhamdulillaaaaahhh....!” Kini tak tertandingi lagi larinya, sehingga dalam sekejap, kuda-kuda pesaing mampu disusul, bahkan tertinggal jauh di belakang.












Namun, sasking cepatnya kuda berlari, tak sadar ada jurang menganga di depannya. Untunglah, selangkah lagi dari jurang dia berucap, “Astagfirullaaah....!” Kudapun berhenti.

“Masyaallah, nyaris saja saya jatuh ke jurang,” katanya dalam hati. Karena merasa diri selamat, tanpa sadar dia mengucap “Alhamdulillaaaaahhh....!”

Rupanya, kalimat ini didengar oleh si kuda dan dirasa sebuah perintah untuk berlari. Namanya juga kuda, maka berlarilah dia.

“Akhirnya keduanya masuk jurang,” ujar saya pada rekan tadi.

Si rekan kebingungan, lalu bertanya apa artinya. “Apa hubungannya dengan jabatan baru dan kuda?

“Entahlah, aku juga bingung. Kamu artikan sendirilah!” kataku, sembari berlalu.

Please, open mind...

Tidak ada komentar: