Sabtu, 14 Februari 2009

Ponari (Gundala) Putra Petir

Saya tak habis pikir, saat melihat tayangan televisi, ribuan orang di Jombang, berjejal sampai-sampai ada yang tewas, demi mendapat pengobatan dari dukun cilik Ponari.


Ponari bocah kelas III SD itu, jadi “mendadak dukun” setelah menemukan sebuah batu, yang diyakini memiliki kekuatan untuk menyembuhkan jika dicelupkan ke air.

Ibarat kisah film Gundala Putra Petir (masih ingat?), proses penemuan batu tersebut dimulai ketika Ponari usai tersambar petir. Seteah dibawa ke kakeknya, dia berpesan agar cucunya menjaga batu itu, karena mengandung kekuatan penyembuh.

Berbekal dari info ini, mulailah tetangga Ponari datang berobat. Lama-lama, kian banyak. Selanjutnya, kisah mulut kemulut ini menyebar luas hingga keluar kampung bahkan Kota Jombang.

Maka, berbondong-bondonglah ribuan orang sakit menuju rumah Ponari. Dengan membawa wadah plastik beragam jenis dan ukuran yang berisi air, mereka antre, menunggu giliran airnya dicelup batu milik Ponari.














Mengapa ini terjadi? Karena dipicu kondisi masyarakat yang tak mampu berobat ke dokter puskesmas yang mahalnya minta ampun itu. Meski hal ini dibantah habis-habisan oleh Menteri Kesehatan, namun tak bisa dinafikan pula bahwa yang berobat ke Ponari itu kalangan ekonomi bawah!

Selain alasan ekonomi, situasi ini kian disuburkan oleh tradisi ritus, yang memang telah lama menjadi laten dalam kehidupan orang Jawa pada umumnya. Maka, dimulailah Ponari dihubungkan dengan hal-hal mistis lain.

Ada yang bilang, Ponari adalah keturunan orang suci dan semacamnya itu. Untuk menghormati kemandraguna-an Ponari inilah, masyarakat, baik nenek-nenek sekalipun, memberi embel-embel di depan nama Ponari, seperti “Gus” atau “Mas”. Kini, Ponari yang bocah itu, menjelma sebagai Gus Ponari, atau Mas Ponari!

Kemistisan ini kian disuburkan oleh media-media, yang memang mencari keuntungan dari mengais-ngais berita semacam ini. Khususnya selalu mengemas beritanya dengan mengutamakan unsur “4 S” sadisme, seks, supranatural dan suuzon (buruk sangka).

Maka kian kalutlah masyarakat.

























Sialnya, manuver media 4S ini, juga menjalar pada media umum, yang katanya selalu mengemas beritanya dengan mengutamakan unsur etika, rasional, norma dan positif thingking (membangun/beri solusi).

Buktinya, hingga saat ini dalam liputannya, mereka belum memberi jawaban apakah setelah meminum air celupan batu Ponari, pasien-pasien itu bisa sembuh?

Yang ada, wartawan-wartawan itu hanya sibuk mewawancarai orang yang akan berobat, bukan apakah setelah berobat itu mereka sembuh atau tidak. Tak heranlah, orang lain yang semula enggan menjadi ingin berobat juga.


Hingga akhirnya, pemerintah menghentikan praktik Ponari ini. Namun, apakah masyarakat juga berhenti berobat ke sana? Tidak! Malah kian gila!

Lihatlah, beramai-ramai mereka menyerbu kamar mandi keluarga Poinari untuk mengambil air di sana. Tak hanya dari bak mandi, bahkan lantai, parit hingga septik tank pun tak luput darti jarahan mereka.

Mereka percaya, bahwa air bekas mandi Ponari ini, masih memiliki kekuatan menyembuhkan, atau yang mereka sebut “yoni”.

Apakah benar begitu? Entahlah, tak ada penelitian yang membuktikan. Keyakinan itu mereka dapat hanya berdasar rumor pula, “Katanya mbah ini, katanya mbah itu”. Begitu terus! Sungguh masyarakat yang rapuh! Ibarat daun kering, mudah dikumpulkan dan dibakar, namun susah diikat.
















Masalah kian runyam, ketika hal ini mulai masuk ke ranah bisnis. Karena setelah dihitung-hitung, hasil yang didapat Ponari dari pengobatan ini, mencapai Rp50 juta perhari! Baru dua minggu berjalan saja, penghasilan Ponari sudah mencpai Rp500 juta. Gila, setengah eM! Angka fantastis, apalagi bagi masyarakat kampung yang mayoritas penduduknya buruh tani itu.

Melihat banyaknya jumlah rupiah yang berhasil didapat ini, membuat kerabat dan panitia yang selama ini mendapat untung dari kelebihan Ponari, tak rela jika pengobatan ini dihentikan.

Siapapun akan mereka hancurkan jika berani menghalang-halangi “bisnis” ini, termasuk ayah Ponari sendiri, yang harus dirawat di rumah sakit, akibat babak belur dihajar saudaranya sendiri, karena melarang anaknya membuka praktik. Maka, kian dieksploitasilah Ponari.

Sementara, masyarakat yang sakit itu, juga terus menuntut agar Ponari tetap praktik. Mereka yang sudah terbiasa akan susah itu, bertekad bertahan di depan rumah Ponari sampai bocah itu kembali buka praktik. Maka, kian tertekanlah Ponari.

Siapa yang slah? Apakah masyarakat yang sakit itu? Tentu tidak. Mereka adalah korban keputus asaan dan ketidak pedulian pemerintah dalam memberikan jaminan kesehatan. Psikologi orang sakit yang selalu tak sabar dan putus asa, akan berbuat apapun demi kesembuhannya.












***
Soal orang suci yang punya kekuatan karomah, memang sudah lama dikenal di Jawa. Orang sudah mengenal bagaimana kesaktian para suinan tersebut.

Di zaman para raja dahulu, seorang kiai banyak mendapat tempat dalam struktur pemerintahan. Bahkan posisinya, tak kalah berkuasanya dengan posisi para pastur (gereja) pada tatanan masyarakat Eropa di abad-abad pertengahan.

Hal ini juga sempat tertuang dalam sebuah penelitian antropolog Belanda, sekitar tahun 60-an. Dia menulis, pada tatanan masyarakat tertentu, posisi kiai menempati puncak piramida tatanan masyarakat, melebihi profesi lain, seperti polisi dan lainnya.

Zaman dulu, seorang santri sealu menunggu kiainya makan. Setelah itu, mereka akan berebut meminum air bekas cucian tangan kiai-nya, agar karomah dari sang kiai berpindah padanya.

Saya rasa ini masih cukup bisa diterima, masih ada rasionalnya. Namun fenomena bagaimana masyarakat memperlakukan Ponari, saya rasa sudah di luar nalar, bahkan sudah mengarah ke musyrik dan sudah banyak berbumbu bisnis.


------------
Wahai para pencari Ponari...

Apakah tak cukup Allah SWT sebagai Rabb kita?

Apakah masih kurang teladan Nabi Muhammad sebagai junjungan kita?

Apakah masih cacatkah Alquran sebagai penunjuk jalan kita?

Apakah sudah sebegitu nistanya hadis sebagai pembimbing kita?

Apakah sebegitu hinakah, sunnah Rasul sebagai way of life kita?

Apakah belum sempurnakah Islam sebagai agama kita?


Please. open mind...

---------------
nah ini adalah foto ponari untuk lucu-lucuan ya... Rupanya air berkhasiat Ponari sudah go internasional. Bisnisnya pun meraksasa, hingga membutuhkan kendaraan ekspedisi. Bule pun suka meminumnya... lihat saja


Tidak ada komentar: