Minggu, 22 Februari 2009

Tiga Tahun Dahlan-Ria!

Tak terasa sudah tiga tahun sudah Drs Ahmad Dahlan dan Ria Saptarika (Dahlan-Ria) memegang tampuk kepemimpinan sebagai Wali Kota Batam. Ya, sudah tiga tahun, sejak mereka dilantik sebagai wali kota, hasil pemilihan langsung, pada 1 Maret 2006.

Kalau diuri, tiga tahun itu selama 36 bulan, 144 minggu, 1.080 hari, 25.920 jam! Artinya apa? Sepanjang waktu itu jualah jajaran Pemko Batam, khususnya warga Kota Batam telah membayar kepercayaan dengan umurnya untuk Dahlan-Ria.

Selama putaran waktu itulah, warga Kota Batam mencoba meneladani mereka. Selama itulah warga juga menilai kebaikan dan keburukan Dahlan-Ria.

Motivator Mario Teguh pernah berkata seperti ini, dalam waktu selama itu padi sudah bisa dipanen berkali-kali. Uang jika dititipkan ke bank, sudah berbunga berlipat-lipat.

Jadi, sungguh terlalu jika orang yang menitipkan umur ke pemimpinnya just for nothing. Hanya memetik penderitaan saja, tak ada kebaikan sama sekali. Karena selama itu, tentulah mereka memiliki harapan agar pemimpinnya bisa membuat kehidupan mereka lebih baik.








Karena keberhasilan seorang pemimpin selalu dinilai, jika mereka mampu mengangkat yang orang yang dipimpin dari rata-rata menjadi lebih baik, bahkan terbaik.

Kalau dalam konteks kinerja walikota, tentu yang diangkat adalah taraf hidup masyarakatnya. Apakah tambah nyaman? Tambah makmur? Kondisi ekonomi kian membaik? Kondisi infrastruktur kian bagus? Dan sebagainya. Tentunya semua ini disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi.

Tiga tahun Dahlan-Ria! Inilah saatnya berbuat mengukir sejarah, sebagai pemimpin yang dikenang sepanjang zaman oleh warganya.

Banyak pemimpin besar, yang mengambil langkah besar di usia pemerintahannya yang ke tiga ini. Abraham Lincoln misalnya. Presiden Amerika ke 16 ini (4 Maret 1861 – 15 April 1865) mengukir sejarah dengan mencetuskan Proklamasi Pembebasan yang menyataan bahwa semua budak belian di Amerika, baik selatan maupun utara, akan bebas mulai dari 1 Januari 1863.

Meski keputusannya itu harus dia bayar dengan perang saudara Selatan dan Utara, namun setelahnya Amerika menjadi satu kesatuan. Dunia pun kini menyebut “America are…”, bukan “America is…”









Atau seorang Theodore Roosevelt, Preseiden Amerika ke 26 (14 September 1901 – 4 Maret 1909 ) yang visioner itu. Dialah yang berani mengambil sikap meneruskan penggalian Terusan Panama, sehingga sampai saat ini menjadi alur penting dalam peta pelayaran dunia. Nama Roosevelt malah lebih melekat pada kanal ini, dibanding dari pencetusnya, Raja Charles V dari Spanyol.

Mungkin terlalu besar (begitukah?) untuk meniru langkah dua pemimpin besar tadi. Namun dari keduanya bisa diambil pelajaran, bahwa saat itu mereka telah membuat keputusan apa yang kala itu benar-benar diinginkan rakyatnya.

Sebuah keputusan yang saat itu menjadi cita-cita bersama, yang kala itu menjadi sebuah wajah Amerika.

Karena semakin maju pendidikan masyarakat, cara berpikirpun akan semakin sederhana. Untuk mengukur keberhasilan sebuah program pembangunan, mereka selalu melihat dari hal yang hakiki. Misalnya, apakah rakyat (masyarakat) benar-benar membutuhkan program tersebut atau tidak?

Ini adalah laluan standar, agar program pembangunan tak terjebak pada proyek mercusuar semata. Karena, buat apa program pembangunan yang "wah-wah" jika masyarakat tak membutuhkannya? Ini sama saja narsis. Menang diaksi saja, demi memoles citra dan mengharap sanjung puji.







Saya juga tak menutup mata, bahwa sejak Dahlan-Ria memimpin, sudah banyak berbuat. Banyak programnya yang mengangkat nama Batam, hingga dikenal ke negeri seberang. Misalnya saja, MICE atau Batam Cyber Island, okelah, ganbei…

Tapi hal ini masih belum menyelesaikan masalah perkotaan yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat. Misalnya yang paling krusial, soal lampu jalan dan jalan berlubang.

Padahal, ibarat aliran darah, dua hal tersebut adalah arterinya. Ini adalah nadi aktivitas masyarakat.

Ibarat toko, dua hal tetrsebut adalah etalasenya. Wajah Kota Batam akan terlihat gamblang dari sini. "Katanya kota, kok jalan utamanya rusak? Katanya kota, kok jalan utamanya gelap? Apa nggak salah?"

Sebagai tambahan, bebaskan lahan untuk bangun taman buat rekreasi keluarga dan green living. Alangkah indahnya jika masyarakat memiliki "Batam Central Park". Masalah ini dulu sempat saya usulkan ketika Ahmad Dahlan (kala itu masih calon wali kota) bertandang ke Batam Pos. Namun hingga kini belum terbukti.


Demikianlah.

Selamat ulang tahun Pak Dahlan-Ria. Maju terus, jaya selalu. Theodore Roosevelt berkata, “Tetaplah berbicara dengan lemah lembut, tapi jangan lupa membawa pentungan yang besar!”

Please, open mind…

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Terimakasih atas tulisannya.