Senin, 02 Februari 2009

SMS dari Pak Nyat

Sahabat, abang, bahkan bisa dibilang orang tua saya, Nyat Kadir, pada Minggu pagi, mengirim sebuah SMS. Oh, rupanya mantan Walikota Batam ini, baru baca tulisan saya yang terbit di Batam Pos edisi Minggu 1 Februari, berjudul Dangdut Never Dies.


Saya kaget juga, sebab selama tiga bulan saya menulis catatan lepas di Batam Pos, jarang ada yang merespon sepolos ini. Setelah SMS-nya saya baca, rupanya Pak Nyat, begitu saya memanggil, suka akan kupasan saya soal sejarah musik dangdut yang saya rangkum dari beberapa tulisan saya di blog ini, yang berjudul Ketika Dangdut Tak Lagi Melayu (1& 2/http://rizafahlevi.blogspot.com/2009/01/ketika-dangdut-tak-lagi-melayu-1.html), dan Revolusi Dangdut Ridho Rhoma (http://rizafahlevi.blogspot.com/2009/01/revolusi-dangdut-ridho-rhoma.html).

Berikut petikan SMS-nya.
Hebat juga ya referensi Adinda (begitu dia memanggil saya) tentang musik Melayu dan dangdut.

Dangdut never dies, karena dangdut musik rakyat. Irama musiknya menghanyutkan, lagunya sederhana, mudah dicerna dan tak terlalu banyak penghayatan. Penonton, rakyat kecil senangnya bagaimana bisa terhibur dan tak mau mikir musik yang ruwet, karena kehidupan mereka sudah ruwet.







Di daerah Melayu sendiri, kita perdengarkan lagu Melayu dengan irama rentak Melayu, bukan joget atau arahkan ke dangdut, udah sisah diterima. Grup Siti Nurhaliza sangat pandai membaca selera musik Melayu moderen dengan memadukan berbagai aliran musik zapin joget dan lain-lain, (tapi) lagu tetap berperisa Melayu.

Benar sekali, said Effendi itu hebat. lagu Melayunya diciptakan tetap dapat diterima sepanjang zamandan dapat diterima hampir semua kalangan. Melayu dan dangdut sepertinya aliran musik adik-beradik (maksudnya betrsaudara, red), tapi tataplah (seperti yang) Adinda bilang, (selalu) pasang surut, tapi never dies.


Setelah membaca SMS yang memakan 186 karakter ini, saya tentu gembira juga. Bukan karena dipuji, tapi karena terharu, ternyata ada juga yang mengaspirasi hasil karyaku yang tak seberapa itu.

Selanjutnya saya membalas via SMS pula:

Ampuuun, Abang jangan terlalu tinggi memuji Beta (bahasa Melayu halus, berarti saya), makasih Bang...

Selnjutnya, Nyat kembali mengirim SMS balasan:

Nggak terlalu muji berlebihan, sebab saya membandingkan dengan saya sendiri peminat berbagai aliran musik sampai ke jazz. Tapi saya tak punya referensi yang lengkap tentang dangdut dan lain-lain...

Saya pun kembali membalas:

Alhamdulillah... Cik Abang (begitu kadang saya memanggil Nyat Kadir. kadang juga memanggil Cik Tuan/Cik Wan) klik juga blog Beta http://rizafahlevi.blogspot.com/. Ade beragam pemikiran Beta...








Demikianlah. dari SMS ini, saya kembali teringat saat Nyat kadir masih menjabat sebagai kepala Suku Dinas pendidikan Kota Batam tahun 2000 lalu. Dia memang sangat konsen pada kesenian daerah, Melayu, tentu saja.

Saat itu, Nyat memang rajin membina sanggar-sanggar seni dan budaya di Batam. Bahkan, pertengahan tahun 2000 lalu, Nyat pernah mendatangkan Siti Nurhaliza bersama grup zapinnya. Pementasannya dihelat di Hotel Novotel.

Hal ini selanjutnya dia teruskan, ketika dia menjabat sebagai Walikota Batam (2001-2006). Pentas seni dan budaya subur di sini. beragam kegiatan pendidikan juga tak pernah dia abaikan, karena dia memang berbasis pendidikan (Nyat dulu adalah guru).

Sehingga kini, setelah Nyat tak lagi menjabat, para guru seakan hilang panutan. Penggiat seni juga seolah tak ada patron lagi.

Tidak ada komentar: