Minggu, 15 Februari 2009

Maafkan Ayah, Regalia (1)

Saya terperanjat, lalu buru-buru keluar dari kamar mandi. Siang itu Sabtu 14 Februari, pas hari Valentine, sekitar pukul 12.40 WIB, Regalia putriku yang baru 9 bulan hadir di bumi, meraung-raung.

“Ada apa?!!” tanyaku lantang.
“Rega jatuh Yah,” jawab istriku, sembari terus sibuk menenangkan tangis Regalia dengan mencoba mengalihkan perhatiannya.

“Ha? Jatuh? Bagaimana bisa?”
“Entahlah, saya juga tak tahu. Tadi saya dengar dia menagis, tiba-tiba saya lihat dia sudah tersungkur di samping boks bayi!”

(tangis Regalia semakin menjadi)

“Masyaallah….”
“Kemarikan, kemarikan Reglia!” sergah saya, sembari merebut putri kami dari gendungan ibunya.

“Nak, nak, lihat ayah nak…” begitu terus saya panggil dia, sesekali mendekap membawa ke ruang tamu, lalu balik lagi ke dapur. Tangisan Regalia kian mendaru.

Di telinga saya, tangis itu seolah menjadi ribuan kata tuntutan dan protes!

“Mengapa ayah biarkan Regalia jatuh Yah?...”

“Mengapa Ayah abai menjaga Reglia saat tertidur yah?”

“Kan Ayah telah ditunjuk Allah taala untuk menjaga Reglia dengan baik, mengapa Ayah lalai?”

“Regalia sakit Yah, Regalia terkejut. Inkah kado hari kasih sayang Ayah?!”

“Bisakah ayah bayangkan, bagaimana perasaan Regalia saat jatuh dari tempat tudur setinggi itu?!”

“Sayangi Regalia, Ayah! Jangan abaikan lagi, Ayah…!”












Inilah terus yang seolah saya dengar. Dan selama itupulalah, saya terus mendekap sembari membisikkan kata-kata maaf, ”Maafkan Ayah nak… Maafkan Ayah sayang. Ayah janji akan lebih care lagi,” begitu janjiku.

Regalia terus menangis. Selama 9 bulan bersama, Reglia jarang sekali menangis. Baru saat ini saya mendengar tangisannya itu. Jadi iba rasanya.

Saat itu mata saya tertangkap pada sebuah mainan bayi yang kami gantung di knop pintu kabinet. Mainan tiu kami sengaja gantung di sana untuk menenangkan Regalia saat mandi. Ibarat music box, mainan ini akan memperdengarkan Symphoni Mozart, ketika tali yang berada di bawahnya ditarik.

“Regalia, coba perhatikan ini…”

Kreeeekkk…. Saya tarik tali mainan itu. Tak lama, irama klasik lembut mengalun, menenangkan hati Reglia. Tangisnyapun mulai reda, berganti sesenggukan.
Selanjutnya, saya mulai memeriksa tubuh dan kepala Reglia. Apakah ada yang benjol, atau tulangnya bergeser? Alhamdulillah, semua masih normal.

Tak puas sampai di situ, sayapun mengetes panca indra Regalia. “Pegang jari ayah Nak!” pintaku. Regalia menoleh, lalu memegangnya! ”Ah… Alhamdulillah, ternyata masih berfungsi baik.

Selanjutnya saya meletakkan Regalia di pembaringan, lalu memancingnya dengan canda. Ternyata, Regalia cukup exaiting. Lihat saja, dia tertawa lalu berbalik dan langsung mengambil posisi merangkak. Kontan saja, saya lega.














“Nanti kita bawa ke Mak Eca saja Yah,” saran istriku. Mak Eca adalah dukun bayi langganan kami. Rumahnya jauh, di Taman Raya. Kadang, Regalia memang kami bawa ke Mak Eca untuk dipijat. Hasilnya cukup bagus, biasanya setelah pijat Regalia jadi enak makan dan enak tidur.

“Ya udah, nanti pas minggu saja kita ke Mak Eca. Satu lagi, saat siang, tak usahlah Regalia kita baringkan di tempat tidur kita lagi. Kecuali ada yang jaga secara langsung. Kita baringkan saja di kasur lipat di ruang keluarga, kan tak terlalu tinggi. Atau baringkan saja di boksnya,” pesanku. Istripun mengangguk setuju.

Memang, siang itu sama seperti siang-siang sebelumnya, Regalia tidur pulas. Seperti biasa, kami membaringkannya di tempat tidur, semantara istri saya melanjutkan aktivitasnya di dapur sebagai ibu rumah tangga.

Sebenarnya, Regalia punya boks bayi yang kami letakkan di pinggir tempat tidur. Namun akhir-akhir ini, jarang digunakan, sebab membuat Regalia kurang leluasa bergerak.

Untuk menjaga Regalia tak jatuh, di pinggir tempat tidur tersebut kami benteng dengan bantal. Biasanya metoda ini efektif mengerem laju gerakan Regalia yang memang sedang lasak-lasaknya, berguling ke sana ke mari.

Di samping itu, biasanya kami sesekali mengontrol posisi tidur Regalia dari jendela kamar yang tembus pandang ke dapur.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

adduh mas, ikut sedih aku.
pengalamanku, kasih gabus lebar syukur tebal di lantai bawah tempat tidur. Untuk jaga2.