Rabu, 18 Februari 2009

Perda Zakat, Amal Jariyah DPRD

Ada sebuah kemajuan di DPRD Kota Batam. Sebuah rancangan peraturan daerah tentang zakat siap-siap akan ditelurkan. Di dalam ranperda ini mengatur tentang zakat, yang umumnya berdimensi konsumtif (memberi umpan) menjadi produktif (memberi kail).

Meski terkesan lambat, (karena negara sendiri sudah lama menelurkan Undang-Undang Nomor 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, red), namun ini adalah langkah maju dan tepat, di saat kondisi rakyat sedang terjepit oleh himpitan krisis.

Diharapkan setelah ranperda tersebut di sahkan nanti, masyarakat miskin akan terbantu hidupnya secara berkesinambungan. Bukan hanya sesaat, kala Idul Fitri saja, misalnya.

Karena memang, hakikatnya zakat adalah satu ibadah sosial yang secara filosofis ingin mengurangi jurang antara yang kaya dan miskin, agar harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja, tetapi juga ada pe-merataan keadilan pada mereka yang tidak beruntung,

Hal ini juga akan dapat mengurangi beban pemerintah, karena dana pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan masyarakat, tak lagi membebani anggaran belanja daerah. Malah, zakat akan sangat potensial dijadikan salah satu instrumen peningkatan pendapatan asli daerah.









Sebenarnya soal zakat berdimensi produktif ini sudah lama dilakukan di Batam, namun belum masuk ke dimensi pemerintah. Belum lama ini, saya sempat berdiskusi dengan jajaran Dana Sosial Nurul Islam (DSNI), yang berkantor di masjid Nurul Islam Kawasan Industri Mukakuning. Di sana, ternyata pengelolaan zakat sudah teramat majunya. Ribuan masyarakat miskin pun sudah banyak yang dibantu.

Cara kerjanya memang terfokus pada pemberdayaan. Misalnya, saat mereka mendengar ada masyarakat pulau yang kekurangan, merek akan langsung datang ke sana memberikan bantuan usaha. Dari sini, DSNI terus memantau perkembangannya, hingga bisa berkembang. Diharapkan nantinya, orang yang mustahik (openerima zakat) itu menjadi muzakki (pemberi zakat).

Di Lembaga Amil Zakat Masjid Raya Batam, juga tak kalah majunya. Salah satu inovasi yang dilakukan dengan cara menerapkan orang tua asuh by request, sebagai penyaluran zakat yang disampaikan oleh masyakat. Produk ini menjadi unggulan dari 10 program LAZ MRB. Sampai saat ini jumlah anak asuh yang sudah tersantuni melalui program ini mencapai 320 (dhuafa) mulai dari tingkat SD hingga SMA.

Program orang tua asuh ini sengaja dikembangkan untuk memudahkan masyarakat lebih percaya akan penyaluran zakatnya kepada yang bermanfaat. Program ini sendiri melibatkan para muzakki dengan cara bisa me-request, memilih, memesan anak yang diinginkan sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga anak asuh tersebut.

Yang paling menarik adalah, program asrama hinterland. Saat ini LAZ MRB sudah punya dua asrama untuk anak-anak hinterland yang bersekolah di kota Batam. Masing-masing untuk siswa SMA Negeri 1 Batam dari hinterland berlokasi di rumah susun (rusun) Sekupang dan untuk anak SMA Negeri 5 Batuaji di Kavling Lama Batuaji. Setiap asrama diawasi guru masing-masing sekolah yang juga tinggal bersama mereka.









Dari sini kita bisa melihat, betapa perkasanya kekuatan zakat dalam mensejahterakan masyarakat. Coba bayangkan, baru dikelola oleh lembaga kecil saja, yang pembayar zakatnya saja tak teratur, aksesnya sudah sangat besar dalam mengentaskan kemiskinan. Apalagi jika nantinya didukung oleh sebuah aturan, di mana setiap kaum Muslimin di Kota Batam ini wajib zakat, tentu kekuatannya akan lebih besar lagi dan pengentasan kemiskinan akan lebih banyak lagi.

Ini penting, agar perda tersebut mampu mendorong sekaligus menembus benteng para muzakki dan kaum aghniya’ (konglomerat) untuk mengeluarkan zakatnya.

Dari sini nantinya akan meningkatkan kedisiplinan dalam pembayaran zakat, menjaga perasaan mustahiq apabila menerima langsung dana zakatnya dari muzakki, alokasi yang dilakukan akan tepat sasaran dan didistribusikan menurut skala prioritas yang benar, dan terutama kesejah teraan umat mudah diwujudkan.

Tak hanya itu, nantinya zakat akan menjadi salah satu solusi dari sasaran akhir perekonomian daerah. Yakni terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat. Paling tidak zakat mendorong pemilik modal mengelola hartanya, zakat bisa meningkatkan etika bisnis, zakat dapat membuat Pemerataan pendapatan, pengembangan sektor riil, dan sumber dana pembangunan.

Jadi wajarlah, Islam memberi perhatian yang serius tentang zakat ini. Dalam Al-Quran, Allah SWT menurunkan 37 ayat tentang zakat, zakat juga hampir selalu disandingkan dengan kewajiban salat.









Sampai-sampai Abu Bakar Sidik berkata, ”Barang siapa yang membedakan kewajiban zakat dan salat serta tidak membayar zakat maka aku akan memeranginya.”

Suatu keniscayaan bahwa Allah SWT dalam menurunkan perintahNya selalu beserta hikmah besar dibalik perintahnya. Dalam perspektif ekonomi Islam, zakat dipandang sebagai suatu hal yang sangat penting. Bahkan zakat dapat dijadikan instrumen utama kebijakan fiskal suatu negara.

Karena itulah tak berlebihan pula jika saya berpendapat, jika nanti Perda Zakat tersebut benar-benar diluluskan DPRD, maka akan teramat besarlah amal jariah para anggota dewan yang terhormat itu. DPRD akan dikenang, khususnya oleh kaum Muslimin, sebagai lembaga yang betul-betul membela nasib rakyat. Bukan hanya janji-janji semu dalam kampanye belaka.

Namun, semua ini bukannya tanpa hambatan. Karena, hampir dipastikan ketika kita mendengar kata zakat maka yang muncul dalam pikiran kita adalah suatu philantrophy, suatu sumbangan kemanusiaan salah satu kewajiban dalam Islam.

Memandang zakat dari hal tersebut memang tidak salah, tetapi ada hal yang lebih besar yang seharusnya kita pahami tentang zakat untuk memakmurkan rakyat, terutama kaum miskin.

Please, open mind...

Tidak ada komentar: