Minggu, 07 Juni 2009

Renungan Wartawan

Saya wartawan dan saya bangga itu.


Seorang teman, yang juga seorang wartawan sesumbar.
”Emang kenapa bangga?” saya penasaran.

”Ya, karena sesuai kita bisa selalu menjadi pribadi bersih dan mawas diri,” jawabnya.

Saya kebingungan, dari sisi mana dis bisa menilai seperti itu?

Di tengah saya berpikir itulah, kawan ini menguraikan maksudnya. Dia pun memaparkan pada saya beberapa pasal di kode etik jurnalistik di UU Pers, yang menurutnya bisa membuat jiwa selalu bersih dan mawas diri itu.

”Coba lihat di Pasal 1, di ana disebut; Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk,” ujarnya.

Menurutnya, penafsiran di pasal ini adalah wartawan harus independen, berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

Harus akurat, berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang, berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. dan Tidak beritikad buruk, berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

”Nah, coba kamu bayangkan kalau hal ini kita tanamkan sebagai sifat kita dalam bermasyarakat. Tentunya, tak akan ada yang tersakiti, tak mudah diadu domba, adil, tak terjebak pada situasi yang menghakimi,” jelasnya.

”Oke. Saya setuju itu. Lalu apa selanjutnya?”










”Oh, ada lagi. Coba lihat di Pasal 3; Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah,” jelasnya.

Menurutnya, penafsiran Menguji informasi ini, berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Berimbang, adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

Sedangkan menafsiran opini yang menghakimi adalah, pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. Yang terakhir, asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

”Coba kalau hal ini ditarik sebagai sikap kita dalam memandang atau menyikapi persoalan, saya rasa juga akan membuat kita mawas diri,” jelasnya.

Sayapun mulai meresapi uraian ini. Memang, semua masalah kadang timbul, karena kita tak adil dalam bersikap. Dengar omongan orang langsung dipercaya begitu saja, tanpa melakukan kros cek.

Akibatrnya kita terjebak pada sikap selalu berprasangka buruk, suka menghakimi. Inilah mengapa praktik fitnah tumbuh subur. Di sisi lain, pera penjilat juga bermunculan. Intrik, main kayu dan semacamnya itu, tak terelakkan lagi.
Kalau begini, kapan mau damai dan sejahtera?

”Tapi jangan lupa, wartawan itu punya sifat buruk!” ujar saya.
Sang kawan terhenyak, lalu bertanya, ”Apa itu?”

”Wartawan itu cenderung dijangkini penyakit sombong, merasa besar (megalomania), sehingga mudah meremehkan dan tak menghargai orang,” jelas saya agak panjang.

Tak mau kalah sayapun berurai, sifat ini muncul karena mudahnya wartawan mengkritik orang, sehingga terbawah ke darah daging.

Hal ini membuat mereka menganggap semua orang salah, dan hanya dialah yang benar. Giliran kepentingannya diusik, marahnya minta ampun.

”Hal ini sampai menimbulkan seloroh, ada dua yang tak boleh diganggu, (1) anak yatim, (2) wartawan,” sergah saya.

Sialnya, hal ini pulalah yang kadang membuat mereka bagai katak dalam tempurung, antisosial, kurang bisa merasa, maunya menang sendiri, kerap menghina, dan tak memiliki kualitas kecerdasan emosi.

”Ya, ngomong doang siapa tak bisa Bung. Bagaimana ngasih solusi, itu yang penting!” lanjut saya.

Mendengar ini, rekan saya itu hanya senyum saja. Lalu berkata, ”Wah, kalau itu mental preman, karena wartawan profesional tak akan seperti itu. Wartawan profesional itu rendah hati dan selalu ingin belajar dan membangun,” jelasnya.

Tak mau panjang lebar, diapun kembali mengurai. ”Penyakit yang kamu sebutkan ini akan sirna, jika mereka berpegang teguh pada dua pasal yang saya sebut di atas tadi.
Asal dua pasal tadi tak hanya jadi hafalan, tapi juga diresapi ke dalam hatinya, lalu dijadikan sebuah pandangan hidup,” jelasnya enteng.

COBA BACA LAGI!” pungkasnya.

--------------------
PS:
Mau share sedikit motivasi dari Andrie Wongso semoga bisa bermanfaat..

Pada suatu hari ada segerombol katak-katak kecil yang menggelar lomba lari, tujuannya adalah mencapai puncak sebuah menara yang sangat tinggi.

Penonton berkumpul bersama mengelilingi menara untuk menyaksikan perlombaan dan memberi semangat kepada para peserta.

Perlombaan dimulai, secara jujur tak satupun penonton benar-benar percaya bahwa katak-katak kecil akan bisa mencapai puncak menara.

Akhirnya terdengar suara, ”Oh, jalannya terlalu sulit! Mereka TIDAK AKAN PERNAH sampai ke puncak. Tidak ada kesempatan untuk berhasil. Menaranya terlalu tinggi.!”

Katak-katak kecil pun mulai berjatuhan. Satu persatu. Kecuali mereka yang tetap semangat menaiki menara perlahan-lahan semakin tinggi dan semakin tinggi.
Penonton terus berseru, ”Hei terlalu sulit! Tak satupun akan berhasil!”

Lebih banyak lagi katak kecil lelah dan menyerah. Tapi ada SATU yang melanjutkan hingga semakin tinggi dan tinggi. Dia tak akan menyerah!

Akhirnya yang lain telah menyerah untuk menaiki menara. Kecuali satu katak kecil yang telah berusaha keras menjadi satu-satunya yang berhasil mencapai puncak!

SEMUA katak kecil yang lain ingin tahu bagaimana katak ini bisa melakukannya. Seorang peserta bertanya bagaimana cara katak yang berhasil menemukan kekuatan untuk mencapai tujuan?

Ternyata, katak yang menjadi pemenang itu TULI!

Pesan-pesan dari cerita ini adalah:

1. Jangan pernah mendengar orang lain yang mempunyai kecenderungan negatif atau pesimis. Karena mereka mengambil sebagian besar mimpimu dan menjauhkannya darimu.

2. Selalu pikirkan kata-kata bertuah yang ada.

3. Karena segala sesuatu yang kau dengar dan kau baca bisa mempengaruhi perilakumu!

Karena itu tetaplah selalu. POSITIVE THINKING!

Dan yang terpenting: Berlakulah TULI jika orang berkata kepadamu bahwa KAMU tidak bisa menggapai cita-citamu.

Selalu berpikirlah: I can do this!

Tidak ada komentar: