Selasa, 02 Juni 2009

Perhatikan Prosesnya (Batam Pos Version)

Rekan saya seorang psikolog pernah berkata seperti ini, “Masyarakat Batam ini banyak terjangkit Alibaba Syndrom. Ibarat lampu Aladin, maunya serba instan, ingin sesuatu langsung jadi, tanpa memikirkan prosesnya. Jadinya macam hidup di dunia mimpi saja.

Tentunya kita banyak mendengar kisah Aladin ini. Ingin ini itu, tinggal gosok lampu wasiatnya, lalu keluar jin yang siap memenuhi apa saja keinginannya. Semua serba instant, tanpa proses berarti.

Komentar rekan ini, saya renungkan baik-baik. Setelah dihubungkan dengan peristiwa kekinian, ternyata ada benarnya. Wajar sajalah di sini banyak bermunculan slogan-slogan, program-program yang tak menyentuh bumi.

Mereka bagai hidup di sebuah dunia antah berantah, dunia seribu kata, dunia angan, dunia ala negeri dongeng.

Tentunya kita sering mendengar program yang bagus-bagus, yang inilah, yang itulah, gerakan inilah gerakan itulah, namun hanya tinggal kenangan saja. Meski berjalan, hanya saat pertama diluncurkan saja, selanjutnya, hilang entah ke mana.

Lebih konyol lagi, sering kita mendengar akan visi misi yang menyentuh langit. Nanti kita akan anu, kita harus menang, kita harus ke begitu, namun saat ditanya “Bagaimana caranya?” Malah tak bisa menjelaskan. Parahnya masih berkata, ”Ya lu pikir aja sendiri!” Ampun!





Semua ini terjadi, karena para pembuat program itu hanya berpikir instan saja, tanpa pemperhatikan bagaimana prosesnya, atau bagaimana mengawal proses dari program tersebut. Semua ingin cepat, secepat membalikkan telapak tangan.

Mestinya kita introspeksi. Lihatlah dalam diri kita. Penciptaan manusia juga melalui proses yang cukup panjang, melalui beberapa fase, mulai alam azali, alam rahim, alam kubur hingga akhirnya alam kebangkitan.

Kalau dalam teori kekinian disebut evolusi atau perubahan secara lambat. Kita juga berevolusi, apa yang kita miliki saat ini, tak terlepas dengan apa yang telah kita perbuat pada masa lalu. Kalau teori kupu-kupu disebut metamorfosa.

Kata Michael Jackson, “People changing (manusia itu berubah).” Semua ada prosesnya. Tak ada yang instant kecuali mie instant.

Tahukan Anda, bahwa Nabi Muhammad itu orang yang tak bisa baca tulis? Dan perlu kurun waktu 23 tahun, hingga dia bisa diangkat sebagai Rasul. Dalam kurun waktu itu, beliau berproses, mulai dari dilempari kotoran di Thaif, hingga dicap gila.






Juga, tahukah Anda bahwa perlu proses 300 tahun bagi Amerika -yang katanya negara bebas dan menjunjung persamaan HAM- bisa memiliki presiden kulit hitam pertama?

Karena dalam kenyataannya, lama sekali bagi masyarakat kulit putih Amerika, menerima keberadaan warga kulit berwarna, khususnya kulit hitam. Bahkan di Chicago, restoran harus menyediakan dua wastafel bagi pengunjungnya. Satu (yang bagus) untuk kulit putih, sedangkan satu lagi untuk kulit berwarna!

Atau, tahukah bagaimana Allah, Tuhan semesta alam, mencipkatan langit dan bumi ini, sebagaimana dia berfirman dalam Surah Al-Anbia: 30. ”Dan apakah orang-orang kafir itu tidak melihat bahawasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu (satu unit penciptaan), kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakan mereka tiada juga beriman?”.





Ini adalah proses awal. Semua proses ini, hingga menjadi bumi yang kita tempati saat ini terjadi dalam enam tahap sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-A’raf: 54. ” Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa.”

Yang terakhir saya ceritakan ini adalah Tuhan, yang maha pencipta itu, dengan kun fa yakun-nya (jadi, maka jadilah), selalu menekankan akan proses ini. Bahkan, Allah sangat bertanggung jawab mengawal proses setetes embun yang jatuh di daun hingga menguap saat disapu matahari pagi. Bila Dia saja menjunjung tinggi proses, apakah lagi kita?

Sementara itu, manusia juga memerlukan proses yang cukup panjang juga untuk membuktikan kebenaran ayat ini. Bermula dari masa Ptolomius dengan geo sentris-nya, hingga teori bantahan datang dari Copernicus dengan helio sentris-nya, disambung Galeleo, Einstein, Edwin Hubble, hingga terakhir, barulah Stephen Hawking dengan teori Big Bang-nya berhasil membuktikan kebenaran ayat tadi.

Semua berproses, bisa cepat, bisa lambat. Namun sayang hal ini kadang diabaikan. Alasannya, bisa karena malas mikir atau tak sabar. Bisa juga karena tak mau atau tak mampu.





Namun ada kalanya, proses ini diabaikan. Manusia saat ini, kebanyakan terbawa oleh gaya hidup instant, sehingga membuat pandangannya serba instan. Maunya serba sim salabim abra kadabra. Sehingga yang ada bukannya berlomba membangun fondasi dari sebuah tahapan pencapaian tujuan, melainkan hanya sibuk membangun retorika, membangun opini.

Sebagaimana saya singgung di atas, saat ini semua sibuk membikin program publisitas yang wah wah. Ada gerakan sejuta inilah, sejuta itulah. Ada juga program Batam inilah, Batam itulah. Namun, bagaimana proses menuju ke sana? Kadang tak ada.

Wajar saja, kalau program itu tak bertahan lama. Saat dicanangkan bertabur seremoni, bunga dan pita. Namun setelah itu, ya sudah. Langsung lenyap.

Semua memang butuh proses. Perhatikan ini. Kawal ini. Proses adalah sebuah kesadaran agar kita tetap menginjak bumi. Inilah yang membedakan antara dongeng dan fakta, antara tukang hayal dan ilmuan, antara tukang ngomong dan bekerja.

Tidak ada komentar: