Sabtu, 18 April 2009

Kunjungan Ibu-ibu The Have

Saya sungguh tak menduga bila tulisan di blog ini bisa menarik perhatian ibu-ibu kalangan the have, Kota Batam. Tak hanya jadi bahan diskusinya, juga mereka sampai mau bertandang ke rumah.


Peristiwa ini terjadi Sabtu siang, 18, April lalu. Kala itu, Rekaveny, istri Ketua DPRD Batam Soerya Respationo, menelepon saya menyatakan ingin bertandang ke rumah bersama rekan-rekannya.

Tentu saja saya kaget. Sedikit juga tersirat rasa tak percaya. Apa iya, orang-orang papan atas itu, mau datang ke rumah saya yang sederhana ini. “Waduh, kalau begitu saya bersih-bersih rumah dulu Bu. maklum, kotor neh!” jawab saya.

“Tak usah repot-repot bersihin segala mas Riza. Kami tak lama. Lagian rumah saya juga (sudah terbiasa) kotor kok,” ujarnya, merendah.

Karena mereka berkeras, sayapun tak bisa apa-apa, selain bersiap menyambut. Serta merta saya bilang hal ini ke istri. Mulai sibuklah kami mempersiapkan segala sesuatunya. Minimal, hati yang lapang dan badan yang bersih.









Maklumlah, untuk menyambut dengan segala hal yang wah sesuai kelas mereka, kami memang tak punya. Yang ada hanya teh sariwangi dan setoples kue semprong, oleh-oleh ibu mertua dari kampung.

“Jangan lupa, Regalia juga pakai baju yang pantas. Biar nanti saya kenalkan,” pinta saya pada istri. Regalia Khairunnisa adalah anak kami yang pertama. Tanggal 7 Mei nanti, umurnya genap satu tahun.

Setelah semua oke, tak lama mereka datang dengan mengendarai dua mobil mewah, jenis landcruiser. Wah, ternyata banyak juga. Ada lima orang.

“Assalamualaikum...” Veni menyapa dari balik pintu pagar. Sayapun menyambutnya dengan senyum lebar.

“Silakan duduk, waduh maaf, rumahnya sempit,” sambut saya. Merekapun duduk berdesakan di sofa saya yang kecil itu. Ah, jadi teringat suasana di angkutan umum saja. Tapi hatuiku agak sedikit terhibur, manakala mereka tetap tersenyum ruang.

“Ini Mas Riza, kawan-kawan tiap kumpul selalu mendiskusikan tulisan (di blog) Mas Riza. Kadang dibahas sampai lama. Makanya aku tadi berinisiatif membawa mereka bertemu Mas Riza, supaya tak penasaran,” kisah Veni, yang disambut tawa renyah rekannya.









“Tulisan di blog saya beberapa di antaranya terbit di Batam Pos Minggu Bu.”

“Oh, iya. Saya sering baca kok,” ujar Veni.

“Saya juga sering mengikuti Mas,” jelas yang lain.

“Iya, makanya kemarin saya add Mas Riza di facebook saya,” kali ini disampaikan Delfina Ina, salah satu rekan Veni.

Saya baru ingat. Oh, rupanya ini yang namanya Ina itu. Memang seminggu lalu ini, facebook saya mendapat permintaan pertemanan dari Ina.

Diskusi kami kian akrab, ketika saya mengomentari salah satu statusnya, yang berkisah akan hubungan manusia dan tuhannya. Komentar selengkapnya, saya sambungkan dia ke sebuah tulisan di blog saya http://rizafahlevi.blogspot.com/.

Tak lama, dia membalas di facebook-nya, ”Sebuah goresan yang bagus pak...” katanya.
Dari sana, kami terlibat diskusi. Hingga akhirnya, Selasa malam lalu, Veni meng-SMS saya bahwa saat tiu dia lagi kumpul bersama rekan-rekannya tadi. “Dari tadi sore membicarakan (tulisan) Mas Riza terus,” tulisnya.








“Wah, terima kasih mbak. Saya merasa tersanjung,” jawab saya.
Lamaunan saya tiba-tiba buyar, ketika ibu mertua datang membawa makanan. Sekaleng kue semprong itu. “Ini ibu mertua saya,” kenal saya pada mereka.

Semuapun langsung berdiri, memberikan salam hangat, sun pipi kanan kiri.

“Waduh, sebenarnya kami tak mau ngerepotin lho..” ujar Veni.

“Bu, kami ini adalah orang desa yang memiliki kearifan lokal bahwa tamu harus diperlkukan dengan sebaik-baiknya. Jadi, mohonlah diterima,” sebut saya. Merkapun mafhum.

Selanjutnya saya ke kamar, membawa Regalia dan mengenalkan pada mereka. Spontan, semua langsung menyambut anak saya itu. Rupanya, Regalia yang kurang bisa langsung berinteraksi pada orang yang dipandangnya asing, langsung menangis. Buru-buru saya kembalikan pada ibunya.










“Istinya masa Mas Riza?” tanya mereka.

“Salat bu,” ujar saya.

Hingga kemudian, istri saya saya perkenalkan. Merekapun kembali menyambut.

“Masih satu daerah ya?” tanyanya.

“Iya bu, kami sama-sama orang desa,” sambut saya.

“Ah, Mas Riza ini, kamipun juga orang kampung kok!” ujar mereka kompak, lalu ketawa renyah.







Kemudian, pembicaraan beralih pada soal keseharian. Hingga akhirnya saya menceritakan tentang penyakit vertigo yang baru saya alami.

“Wah, seperti melayang ya?”

“Ya Bu, tepatnya bagai naik kapal.”

“Sudah periksa?”

Saya menjawab, sudah. Pertama ke dokter umum, katanya sehat lalu ditrujuk ke dokter mata. Siapa tahu pusingnya dari mata. Maklum, kebiasaan mebaca saya akhir-akhir ini meningkat. Kalau pagi sampai 4 jam nonstop!

Ternyata setelah mata diperiksa (kir), hasinya normal. Akhirnya saya dirujuk ke dokter gigi, karena gangguan dari gigi bisa menyebabkan vertigo juga. Namun semua normal.








“Akhirnya saya ke dokter THT, bu. dari sana diketahui bahwa vertigonya dari telinga,” kisah saya.

“Oh, begitu ya.”

“Kata dokter ini gejala ringan saja. Obatnya harus fresh dan rileks,” jawab saya.

“Memang selama ini sibuk terus ya Mas?”

“Ah, enggak juga bu. Tapi, kata dokter, ada pikiran yang tak saya sadari jadi beban, sehingga menyebabkan vertigo ini,” balas saya.

“Ya udah, kalau gitu ikut ESQ ya...” tawar mereka.

“Iya Mas, biar fresh. lagian sioapa tahu nanti bisa jadi bahan penulisan,” saran yang lain.







Tentu saja saya sumringah. Tapi, ESQ bukanlah sembarangan. Biaya daftarnya saja di atas Rp1 juta. Entah seperti bisa menebak pikiran saya, kemudian mereka menyela.

“Semua cuma-cuma kok Mas! Nanti mbak veni yang atur,” kali ini dikemukakan Andriani, Pimpinan ESQ Regional Batam.

Wah, tentu saja saya gembira. Ini akan bagus untuk emosi dan spiritual saya. “Ya udah, nanti datang hari Sambu dan Minggu di Hotel Nagoya Plasa,” jelasnya.

Tak lama, ibu mertua kembali datang membawa teh hangat. Aduh, saking semangatnya cangkirnya jadi tak seragam. Ya, gimana lagi, memang stoknya habis. “Wah enak tehnya ya...” pujinya.

Saya hanya tersenyum simpul. Tak lama, merekapun pamit.

Tidak ada komentar: