Kamis, 16 April 2009

Lelaki Bernama Soerya Respationo

Sekitar 14 ribu warga Jawa di Batam, memadati sport hall, stadion Tumenggung Abdul Jamal, Mukakuning. Mereka dengan setia menanti dan mendengarkan wejangan dari Ki Lurah Puggawa Soerya Respationo. Kian lama, kharisma lelaki ini kian kokoh di Batam.

Saya sudah sering melihat langsung pertemuan beberapa paguyuban di Batam. Namun, tak ada yang auranya sehebat ini. Di sini ada kultus, di sini ada gelora dan mistis. Semua bermuara pada satu sosok; Soerya Respationo. Sungguh tak terbayangkan bagi saya Soerya akan sebesar ini.

Saya sendiri pertama kali berjumpa Soerya pada Desember 1999, usai meliput peristiwa penyandraan kawasan industri Lobam, Bintan oleh penduduk setempat. Saat itu saya dikenalkan Koordinator Liputan Sijori Pos, Socrates. Sijori Pos kini berubah nama menjadi Batam Pos, dan Socrates menjadi Pimpinan Umum di sana (saat ini, 2009).

Pertemuan pertama itu terjadi di sebuah rumah kawasan Batuampar, saat itu Soerya tengah menyelesaikan sebuah kasus sengketa tanah antara Abdullah Tamin dan Otorita Batam.

Selain Soerya, pertemuan itu dihadiri, Abdullah Tamin sendiri bersama beberapa anak buahnya. Memang saat itu Soerya seorang pengacara papan atas di Batam. Kantornya terletak di Baloi, dekat kantor Koramil.

Jam terbangnya cukup tinggi dan dikenal berani, sehingga banyak mendapat klien dari orang-orang yang ingin perlindungan ekstra.

Kasus yang ditanganinya juga banyak melibatkan atau melawan orang-orang top. Seperti kala itu, Soerya bertindak selaku pengacara Abdullah Tamin. Lawannya, sebuah lembaga perkasa; Otorita Batam yang memiliki kuasa hukum pengacara top Ampuan Situmeang.









Pun demikian, Soerya tetap menghormati etika pengacara, khususnya kepada Ampuan yang kala itu menjadi lawannya. Hal ini dia buktikan saat kubu Abdullah Tamin mempelesetkan nama “Situmeang”, marga Ampuan, menjadi “Situgatal”.

“Meang itu dalam bahasa Melayu berarti gatal,” ujar mereka, sembari tersenyum sinis.

Kontan saja Soerya marah, “Hus! Jangan bilang begitu. Kita harus hormati Pak Ampuan!” jelasnya.

Sekadar diketahui, tahun 1999 Pemko Batam belumlah berkuasa seperti saat ini. DPRD Batam pun belum terbentuk. Satu-satunya lembaga pemerintahan yang ada di Batam adalah Otorita Batam.

Saat pertama kali bertemu itu, saya sudah melihat begitu menterengnya sosok Soerya. Yang masih saya rekam, dia memakai jins krem dan kemeja putih garis kotak-kotak. Bagian belakang rambutnya masih gondrong sebahu, sedangkan kumisnya terpelihara rapi.

Satu unit handphone kuning gading, Samsung SGH 800, tak lepas dari genggamannya. Saat itu, ponsel ini baru pertama kali keluar dan kelasnya lebih tinggi dari Nokia terbaru. Saat bepergian, sebuah Mercy dan seorang ajudan, selalu siap mengantar.

Sejak pertemuan itu, saya sering terlibat kontak dengan Soerya. Kadang via handphone, kadang bertemu langsung.







Kala itu, memang Batam memang tengah bergolak. Seperti layaknya terbentuknya kota-kota baru, saat itu banyak kelompok-kelompok suku bermunculan menandai teretori masing-masing.

Polarisasi di mana-mana, kadang menimbulkan gesekan serius hingga perang terbuka. Dalam situasi krisis ini, tokoh-tokoh pun muncul dan dimunculkan. Semua mencari simpati, semua saling berebut pengaruh siapa yang nantinya akan dipercaya massa agar lepas dari krisis ini.

Tak hanya itu, persiapan Batam menuju pemerintahan kota yang representasif serta menjelang berdirinya DPRD, kian menambah riuh persaingan ini.

Di saat-saat itulah, sosoknya selalu muncul, membela orang-orangnya saat terjadi kerusuhan di Batam.

Sepak terjangnya selalu ada dalam dua wilayah, di paguyuban dia membawa bendera warga Jawa, sedangkan di partai dia membawa bendera PDIP. Saat itu Soerya masih ketua PAC PDIP Nongsa.

Saya sering ikut dalam rapat yang digelar Soerya. Biasanya dia menjadi pimpinan di sana. Suaranya lantang dan tegas. Bahkan dalam sebuah rapat Pawarga Jamur di Hotel Novotel, Soerya pernah membentak AA Sany (kini anggota DPRD dari PAN) karena dinilai tak tegas saat menyampaikan pendapat.










Sikap tegas saat memimpin rapat ini, terus dia bawa hingga saat ini, setelah dia menjabat sebagai ketua DPRD Batam. Pernah dalam sebuah rapat yang melibatkan seluruh anggota dewan, Soerya sempat marah karena melihat mereka mau “main-main”.

“Maju kalian kalau berani, biar tak tempeleng satu-satu!” sergahnya, dengan suara menggelegar. Siapa tak keder dibegitukan oleh lelaki tinggi 185 cm itu.

Karena ketegasannya inilah, Soerya disegani. Apapun keputusannya dihormati. Saya rasa, sikap ini memang perlu, sebab dewan adalah organisasi politik, saling makan sesama anggota adalah hal biasa. Lengah sedikit, kawan bisa balik menikam. Jadi kadang harus kill or tobe killed!

Di balik semua kesannya ini, ada hal yang tak bisa dilepaskan dalam ciri Soerya adalah, selalu merokok dalam setiap kesempatan, bahkan saat memimpin rapat formal sekalipun. Selama dia bicara, selama itu pula rokok selalu menyala. Terus menerus, sambung menyambung.

“Saya pernah berhenti Mas, tapi malah badan jadi gemuk. Soalnya ngemil terus,” kisahnya pada saya suatu ketika.

Kesan lain dari Soerya ini, dia sangat gemar mengoleksi benda-benda perlambang kegagahan seorang lelaki. Ada senjata api, hingga batu mirah delima. Hal ini sesuai dengan jiwa Soerya yang berani dan menguasi beberapa ilmu beladiri.









Keberaniannya ini sering tampak oleh orang-orang terdekatnya, khususnya para pengawalnya. Pernah saya mendengar cerita, ada orang yang berhasil menyusup ke rumah Soerya hendak membunuhnya. Namun, lelaki ini berhasil dia lumpuhkan. Namun, dia tak mau membunuh lelaki tersebut, malah melepaskannya.

Selain ini, ada juga koleksi barang-barang yang menjadi simbol kesuksesan, seperti aneka mobil mewah, gading, macan yang sudah disamak, hingga koleksi keramik era Dinasti Ming yang dia dapat dari Singkawang.

Koleksinya beragam, mulai guci setinggi 2 meter, hingga aneka piring-piring kecil berukir yang konon harga satu buahnya saja minimal mencapai Rp1 juta. Kalikan saja, berapa jika ditotal keseluruhan.

Soerya juga kerap mengoleksi patung raksasa khas Bali yang dia pasang di depan pintu masuk rumahnya. “Patung ini saya datangkan langsung dari Bali, Mas,” ujarnya.

Pun demikian, dia banyak mengoleksi buku-buku. Ya, Soerya memang gemar membaca, tak heran dia memiliki wawasan luas.

Di rumah megahnya, kawasan Dutamas, dia menyediakan rang untuk membaca. Di sana berjejer buku-buku kelas wahid, yang bikin saya ngiler. Ada psikologi, kepemimpinan, manajemen hingga biografi orang-orang hebat.









Saat main ke sana, saya sempat tertarik membaca biografi Deng Xio Ping. Saya sangat menyukainya.

“Boleh saya baca Mas?” saya bertanya pada Soerya.
“Soerya hanya tersenyum, “Boleh saja, asal jangan dibawa ya?” jelasnya.

Rumah Soerya memang megah, bernuansa Jawa, Yogyakarta. Tentu saja, karena Soerya putra Yogyakarta. Pintu utamanya saja terbuat dari kayu berukir yang dia datangkan dari Jepara. Harganya bisa di atas Rp10 juta.

Yang unik, rumah ini seolah bernafas. Secara berkala, interiornya selalu saja berubah. Sehingga, kadang yang jarang bertandang ke sana, akan dibuat heran. “Loh, dulu ini tak ada sekarang kok ada. Dulu lukisan itu letaknya di sini, sekarang jadi di sana.” Begitulah.

Rumah Soerya juga memiliki beberapa ruang khusus, selain ruang baca, juga ruang konvensi lengkap dengan meja bundar, papan tulis kaca, dan beberapa komputer layar cembung.









Selain itu ada ruang seni, yang berisi alat musik Jawa, semacam gamelan, gong hingga juga alat musik moderen, mulai gitar dan drum. Katanya alat musik moderen tersebut milik anak lelakinya.

Selain itu, di lantai atas ada hall terbuka untuk melihat pemandangan sekeliling. Nuansanya khas Bali.

Sementara itu, di pekarangan rumahnya yang luas, Soerya banyak menanam aneka bunga. Dia memag suka berkebun, khususnya menanam bunga. Paradoks memang. Sebuah sisi feminim dari figurnya yang maskulin.

Untuk menjaganya, Soerya menempatkan beberapa pengawal yang bertugas di pos yang dia bangun di samping depan rumahnya.

Kelebihan lainnya, Soerya tak pelit membantu sesama. Banyak sudah orang kecil yang dia bantu, mulai yang terlilit masalah utang hingga masalah pendidikan.









Mereka nyaman curhat ke Soerya. Inilah juga nilai positifnya. Soerya piawai dalam menjalin komunikasi baik dengan lawan, lebih-lebih dengan kawan. Soerya adalah lelaki bermental prajurit, bisa bersemuka dengan siapa saja.

Tak heran jika Soerya saat ini banyak menjabat sebagai ketua di beberapa organisasi massa, mulai olahraga hingga paguyuban. Semua dia dapat secara aklamasi.

Soerya terlahir sebagai orang yang berbakat dan memiliki strategi matang dalam memimpin sebuah organisasi. Kiatnya segudang, mulai metode komunikasi sampai menempatkan orang-orang kepercayaannya. Tak mudah memang menjadi orang kepercayaan Soerya.

Hal positifnya, Soerya akan membelanya saat mereka tertimpa masalah. Pernah tahun 2002 lalu orang kepercayaannya hampir mati dihajar. Wajahnya sudah tak berbentuk lagi. Saat itulah, Soerya langsung bertindak. Dia membawa orangnya tersebut ke Singapura, hingga dia sembuh total.

Karena itulah, oleh orang terdekatnya Soerya dipanggil Romo yang berarti bapak. Sesuai dengan sifatnya yang mengayom dan melindungi.

1 komentar:

mas ganteng mengatakan...

ini mungkin calon god fathernya batam ya,,