Selasa, 24 Maret 2009

Dosa Kecil Terindah (1)

Aku sebenarnya kurang piawai dalam berbohong, meski itu hanya bercanda. Namun entah mengapa, saat itu kebohongan saya menuai sukses. Namun tak bertahan lama. Selang beberapa hari kemudian, terungkap.


Ceritanya begini, kala itu sekitar tahun 1990-an, Indonesia diguncang musik slow rock ala Malaysia. Di mana-mana, alunan musik ini mengalun. Di radio, televisi, bahkan di kampung-kampung, anak-anak muda pun menyanyikannya.

Tingginya animo masyarakat akan lagu-lagu negeri jiran ini, membuat TVRI dan RRI membikin program khusus yang menampilkan artis dan lagu-lagu Malaysia.

Amy Search, Saleem Iklim, Ella, dan beberapa nama lain merupakan nama artis Malaysia pujaan ramai kala itu. Lagu-lagunyapun populer, mulai anak-anak hingga nenek-nenek banyak yang hafal.

Ya, siapa sih yang tak kenal lagu Isabella, Suci Dalam Debu, atau Pengemis Cinta.








Di zaman itu, mayoritas anak muda akan kelihatan kuno jika tak kenal lagu-lagu Malaysia. Di antara jutaan generasi muda itu, adalah aku, M Riza Fahlevi, dan dua teman saya Yusuf (biasa dipanggil Yusup) dan Muslim (biasa dipanggil Lim). Dua tokoh inilah yang akan saya tampilkan di tulisan saya kali ini.

Pada suatu hari... atau biar keren one upon a time di kampung Kotta, Sangkapura, Pulau Bawean, Jawa Timur. Tersebutlah saya yang sedang gandrung lagu Malaysia.

Seperti hari-hari biasa, tiap pukul 16.00 sore, saya selalu ditemani radio dua band entah apa mereknya.

Saat santai itu, saya mengisinya dengan mendengar siaran Radio RKPD Gresik. Biasanya pada jam-jam segitu, mereka selalu memutar lagu-lagu top di Indonesia. Tentu saja isinya mayoritas lagu Malaysia.

Hingga akhirnya, telinga saya tertarik akan sebuah lagu yang belum pernah saya dengar. Menurut penyiarnya, ini adalah lagu baru Ella. Sedap sekali, sehingga pemutarannya selalu saya nantikan pada sore-sore berikutnya.

Supaya puas, saya punya ide untuk merekamnya. Hingga pada hari berikutnya, keinginan saya kesampaian. Proses merekam pun sukses. Kini jadilah saya bisa memutar lagu tersebut, kapan dan dimanapun yang saya mau.









Tak hanya itu, saya juga bisa menghafal liriknya, kemudian saya tulis di kertas dan saya mainkan dengan kecrekan gitar bolong, tiap pagi dan sore.Sekadar diketahui, gini-gini saya bisa juga main gitar. Namun sebatas cord-cord standar aja, itupun tak jauh dari grip 1, he he...

Setelah lagu itu saya kuasai, saya ada keinginan memamerkannya pada Muslim dan Yusuf.

Hingga setelah salat Maghrib, saya main ke rumah Muslim yang berada di kampung sebelah, namanya Bengkosobung, jaraknya 100 meter dari rumah saya. Kebetulan juga Yusuf ada di sana. Ya udah, sekali menyelam nemu mutiaralah.

“Hei, Lim, aku puya lagu baru. Enak,” teriakku pada mereka. Lim menoleh, Yusup juga.

“Mana gitarmu, biar saya mainkan. Kita nyanyi entar ya. Ini saya bawa catatannya,” lanjut saya.

Lim menurut, lalu berganjak ke kamarnya, mengambil gitar bolong dan diserahkan pada saya. Ehm... Sayapun mulai genjreng-genjreng dan bernyanyi memainkan lagu ini.

Fantastis. Tak nyangka, mereka langsung tertarik. “Mantap sekali Ja!” pujinya, (Mereka panggil aku "Rija". Maklumlah, lidah orang Bawean tak bisa menyebut huruf “Z”).










“Lagu siapa ini,” kejar Lim.

“Apa judulnya?” sambung Yusuf.

Melihat antusiasme mereka akan lagu ini, aku makin di atas angin. “Oh, rupanya mereka belum tahu lagu ini. Padahal ini lagu ngetop banget,” bisik saya dalam hati.

“Ayo lagu siapa?” tanya mereka. Saya lihat, mata Lim dan Yusuf, sangat penasaran menungga jawaban dari saya.

“Ini lagu ciptaan saya Sup!” balas saya spontan.

“Ha?! Enak sekali. Masak?” Yusuf tak percaya.

“Iyalah. Emang kamu pernah dengar lagu ini?” tanya saya. Mereka hanya diam, lalu menggeleng.

Perlahan, mereka mulai mempercayai omongan saya. Bagi mereka, masuk akal saja saya bisa mencipta lagu, sebab selama ini saya adalah seorang vokalis di Grand Funk, band top di Bawean beraliran Rock Dangdut.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

He..he..he..13x tertipuuu...uuu...uuu...