Jumat, 19 Desember 2008

Berubah, maka Berubahlah

Kecelakaan hebat menimpa Hsieh Kun Shan. Saat masih duduk di bangku SMP, tubuh pemuda asal Taidong Taiwan ini tersengat listrik yang membuat tangan dan kakinya harus diamputasi.

Tak hanya itu, mata kanannya juga buta. Jadilah Hsieh Kun Shan seorang pemuda yang cacat, lumpuh, dan setengah buta. Untuk aktivitas sehari-hari saja, dia harus dibantu.



Untunglah, Hsieh Kun Shan punya seorang ibu yang sangat baik. Si ibu inilah yang setia melayani kebutuhannya. Mulai dari makan, mandi dan sebagainya.

Hingga suatu hari, tiga tahun setelah musibah itu berlalu, Hsieh Kun Shan terenyuh melihat kebaikan ibunya ini. Pikirannyapun timbul, ”Dari dulu, sejak lahir hingga saat ini saya selalu dibantu oleh ibu. Kapan saya bisa membantu ibu?”

Dari sinilah timbul semangat hidup Hsieh Kun Shan. Selanjutnya dia mulai berpikir, kemampuan apa yang dia miliki. Dalam pencariannya itu, Hsieh Kun Shan ingat bahwa saat di sekolah dasar pernah mendapat pelajaran melukis.

Hal inilah yang dia jadikan modal awal. Tapi bagaimana caranya? Toh kedua tangannya sudah hilang. Hsieh Kun Shan berpikir lagi. ”Aha, saya masih punya mulut...” Maka jadilah Hsieh Kun Shan pelukis menggunakan mulut.

Waktu bergulir. Karya-karya Hsieh Kun Shan banyak digemari, diapun kini menjadi buah bibir. Satu lukisannya saja dibandrol puluhan ribu dolar AS. Dengan penghasilannya, dia mampu membeli kaki dan tangan palsu, sehingga penampilannya lebih baik.

Dengan uangnya juga dia sudah bisa mewujudkan keinginannya untuk ”gantian” membantu ibunda tercinta dan membangun sekolah umum.Bahkan, di akhir kisah, Hsieh Kun Shan berhasil menikahi seorang wanita cantik, anak seorang milioner Taiwan.

Ini adalah sebuah petikan kisah nyata yang saya baca dari majalah internal sebuah maskapai penerbangan. Kisah ini begitu menyentuh, hingga membuat saya ingin membagi kepada Anda, kaum cendekia nan budiman sekalian.

Kisah orang-orang kalah yang kini memetik sukses juga dialami mantan Presiden Amerika Abraham Lincoln.

Tahun 1831 dia mengalami kebangkrutan dalam usahanya, disusul tahun 1832 dia menderita kekalahan dalam pemilihan tingkat lokal. Tahun 1833 dia kembali bangkrut.

Kesedihan terus bergelayut, tahun 1835 istri Abe meninggal dunia. Tahun 1836 dia menderita tekanan mental yang sangat berat dan hampir saja masuk rumah sakit jiwa. Tahun 1837, dia kalah dalam suatu kontes pidato.

Abe terus berjuang, tahun 1840, ia gagal dalam pemilihan anggota senat AS. Tahun 1842, dia menderita kekalahan untuk duduk di dalam kongres AS. Tahun 1848 pun ia masih kalah lagi di kongres.

Tahun 1855, lagi-lagi gagal di senat. Tahun 1856 ia kalah dalam pemilihan untuk menduduki kursi wakil presiden. Tahun 1858 ia kalah lagi di senat. Tahun 1860 akhirnya dia menjadi presiden Amerika Serikat.

Kisah tentang perjuangan ini juga ada di Batam. Andri misalnya, setelah di-PHK dari tampatnya bekrja di Mukakuning, dia langsung bangkit membikin Wartel. Namun gagal. Dia bangkit lagi membuka usaha Warnet. Gagal lagi.

Andri tak menyerah, dia kembali membikin usaha Apotek. Kali ini Andre berhasil, usahanya berkembang pesat hingga saat ini.

Teladan yang bisa dipetik dari kisah ini adalah; pikiran dapat mengubah takdir kita. Pikiran menentukan sikap, kemudian diikuti tindakan. Dari beragam tindakan atau ihtiar ini akan membuahkan hasil. Kumpulan hasil itulah yang disebut takdir.

Semua bermula dari pikiran. Pikiran positif akan berbuah positif, sedangkan pikiran negatif, berbuah negatif. Rekan saya seorang pengusaha pernah berkata seperti ini,

”Kalau saya hanya berpikir negatif (su-ud-dzon) pada anak buah, maka hanya akan menghasilkan keluhan dan rengekan. Waktu akan habis hanya untuk menghitung kejelekan anak buah yang bodoh, sudah aus, 'patah kaki' dan lain-lain.”

”Tapi kalau saya berpikir positif (husnudzon), maka akan membuahkan kegemilangan. Kekurangan anak buah akan mampu saya tutup dengan kelebihan anak buah yang lain. Matlamat pun akan lebih fokus lagi. Big think = big thing, small think = small thing.” bebernya.

Bertolak dari sini, pikiran positif inilah yang di masa krisis seperti saat ini penting dikembangkan. Krisis sudah terjadi, PHK tak terelakkan, lalu apa? Meratapi nasib, atau mengubah pola pikir seperti yang telah dilakukan Hsieh Kun Shan, atau Andri?

Namun untuk membangun semua ini memerlukan peran aktif pemerintah. Tak melulu diserahkan pada para motivator saja.

Didiklah masyarakat dalam mengambangkan pikiran positifnya, sehingga daya kreatifnya akan timbul. Dari sinilah mereka dapat berpikir seperti orang yang bisa bertindak, dan bertindak seperti orang yang bisa berpikir.

Yang paling penting, bagaimana mengubah pradigma mereka bahwa lapangan kerja itu bukan hanya di kantor, orang kerja itu bukan hanya yang pakai kemeja rapi, namun juga ada di sektor-sektor lain, seperti pertanian dan perikanan.

Tentunya hal ini harus dibarengi dengan tindakan pemerintah menggali peluang kerja baru yang bisa dimanfaatkan. Inilah yang namanya ”kail”. Dengan demikian, mereka tak lagi menumpuk lamaran di pintu-pintu pabrik dan kantor, juga akan terdidik menjadi wirausahawan andal.

Jika hal ini sejalan, maka peristiwa apapun yang terjadi, tak akan membuat masyarakat guncang. Pendahulu-pendahulu bangsa ini sudah berhasil keluar dari guncangan hebat, mental survive ini juga akan terus melekat hingga saat ini.

Sebagai uraian penutup, saya akan menyejikan humor segar ala Gus Dur. Ceritanya, saat krisis melanda Indonesia, Presiden Gus Dur mengutus stafnya untuk mempelajari bagaimana Amerika membangun ekonominya.

Setelah kembali, si utusan melapor pada Gus Dur. ”Pak Presiden, kunci sukses ekonomi Amerika karena mereka memiliki Goodyear, Goldsmith dan kawan-kawannya. Jadi akan susah kita tandingi.”

Mendengar ini Gus Dur hanya tersenyum, ”Ah, kalau hanya itu kita tak usah khawatir, karena kita masih memiliki Untung, Slamet dan kawan-kawannya juga!”

Oke deh Gus, toh Batam juga masih punya Andri dan kawan-kawannya juga.

----------
Intinya adalah jangan pernah menyerah dengan berbagai kegagalan yang pernah dialami, bahkan seberat apapun cobaan itu. Coba dan coba lagi!

Foto: Hsieh Kun Shan saat sedang melukis

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Betul Bro! Kita tidak sepatutnya melastarikan kebodohan dan kecengengan. Pejabat serakah, anggota dewan serakah, mayoritas masyarakat kita senang hura-hura... dan kurang (tidak) peka terhadap sesama maupun terhadap lingkungan. Lalu... ? Ibda' binafsik (Mulailah dari diri Anda sendiri). Semoga sukses Bro!