Senin, 22 Desember 2008

Rekreasi Keluarga, Taman Kota, Lalu…

Jangan remehkan sarana rekreasi keluarga, jangan remehkan taman kota. Karena hal ini dapat membantu membentuk kepribadian warga, menjadi paru-paru kota, bahkan di Singapura taman kota dapat difungsikan sebagai pertahanan dari serangan musuh.

Manusia di kota-kota besar, khususnya yang berkeluarga, perlu rileks untuk melepaskan kepenatan yang mendera. Untuk itu, mereka memerlukan sebuah sarana rekreasi, selain untuk mengusir stress, juga ajang mengasah kebersamaan.

Bukan rahasia lagi, jika para orang tua di kota-kota besar, kurang berinteraksi dengan anak-anaknya. Hidupnya banyak dihabiskan di kantor dan kegiatan nafkah lain. Batinnya kadang menjerit, namun mau bagaimana lagi? Inilah tuntutan hidup.

Di sinilah pentingnya sarana rekreasi keluarga. Tak heran, saat sore hari atau pada hari libur, mereka memanfaatkannya ke tempat-tempat tersebut. Di sanalah nantinya mereka membina kebersamaan, membentuk karakter anak-anaknya, sekaligus dapat mengasah emosional quotien-nya (EQ).

Namun kemanakah semua ini didapat? Mengingat Batam sangat miskin sarana rekreasi keluarga. Paling banter ke Jembatan Berelang, atau duduk-duduk di mall sambil melihat-lihat mimpi tak terbeli yang terpajang di etalase.

Karena itulah, saya sangat gembira ketika perusahaan properti di Batam mulai berinvestasi ke arena rekreasi keluarga tersebut. Ocarina misalnya, 28 Desember ini membuka sebuah mega wisata terpadu, dengan beragam wahana yang dapat menumbuh kembangkan kreativitas anak.

Tak lama lagi, Aston akan membuka lahan di Batam Center, untuk membangun tempat penginapan terpadu, lengkap dengan arena rekreasi keluarganya. Andalan mereka adalah perosotan air raksasa.

Semua ini, meski tidak gratis, akan berdampak baik bagi masyarakat dalam membina kebersamaan sekaligus pengusir suntuk. Selain itu, mereka akan lebih variatif lagi menentukan pilihan rekreasinya, tak hanya terpatok ke Barelang atau mall saja.

Semoga saja, ke depan makin banyak lagi yang membuka sarana rekreasi keluarga semacam ini. Bila perlu, setiap perusahaan dapat menyediakannya secara cuma cuma sebagai sarana pembangkit semangat para karyawan.

Contohnya, tak usah usah jauh-jauh, tentunya yang pernah ke Jawa Timur, khususnya Malang, Anda tentu mengenal Senglaing, pusat rekreasi keluarga terbesar di sana. Ceritanya sebelum dibuka untuk umum, taman wisata milik PT Bentoel Malang tersebut, ditujukan untuk para karyawan perusahaan rokok itu.

Yang lebih menarik lagi, seperti yang dilakukan pabrik otomotif Toyota di Gibson County, Princeton Indiana, Amerika. Saking pentingnya sarana rekreasi keluarga ini, mereka membentuk sebuah child care center (CCC) khusus anak-anak karyawan. Di arena yang buka 24 jam ini, tak hanya diisi arena permainan, namun juga berisi pendidikan bagi anak pra sekolah.

Wahana bermainnya juga tak perlu wah, yang penting bisa membentuk karakter positif bagi si anak. Misalnya, ayunan dan jungkat-jungkit. Saat bermain itulah, mereka dapat belajar gotong royong, saling memberi dan motivasi.

Selain bermanfaat bagi si anak, CCC ini juga membantu meringankan beban orang tua dalam bekerja, sehingga lebih fokus. Maklumlah, siapa sih yang tak memikirkan anak, khususnya balita, di saat kita sedang tak di rumah? Nah, dengan adanya CCC ini, beban tersebut akan sirna.

Setelah semua ini berjalan, kini tinggallah kita menunggu peran pemerintah daerah. Karena jika mereka jeli, keberadaan sarana hiburan keluarga ini dapat dijual sebagai aset dalam menyongsong Visit Batam 2009. Kenapa saya bilang “jeli”, karena kadang banyak iven bergengsi di Batam yang kadang lolos dari pandangan.

Misalnya, beberapa waktu lalu di Sumatera Ekspo ada pergelaran Banana Kabaret. Pergelaran ini sangat bagus dan bertaraf internasional. Koreaografernya pun tak main-main, jebolan Suara Mahardika Danny Malik.

Namun sayang, pergelaran ini sepi peminat. Padahal di Orlando, kabaret semacam ini selalu ramai pengunjung. Entah di mana letak kesalahannya, apakah pergelaran berkelas internasional ini tak laku dijual, atau memang kurang promosi?

Selain itu, pemerintah juga harus terus melengkapinya dengan makin banyak lagi membuka ruang publik untuk sarana rekreasi warga, seperti membangun taman-taman kota. Sehingga kian menambah variasi masyarakat dalam melepas penat.

Konsep semacam ini sebenarnya bukan hal baru. Contohnya, Kerajaan Babylonia sangat terkenal dengan taman gantungnya. Bahkan peradaban Pompei sebelum hancur oleh semburan lahar Visuvius, juga sudah memadukan kota dengan taman-taman indahnya ini.

Hal ini jualah yang dilakukan Singapura. Di samping menyediakan sarana hiburan keluarga yang berkelas, mereka juga menyediakan taman-taman kota. Soal ini mereka garap dengan serius, karena selain menjadi sarana penghilang stress warga bersama keluarga, juga sebagai paru-paru kota.

Bayangkan saja, pada lahan seluas 1.600 meterpersegi, yang terdapat 16 pohon berdiameter tajuk 10 m mampu menyuplai oksigen (O2) sebesar 14.000 liter perorang. Setiap jam, satu hektar daun-daun hijau dapat menyerap delapan kilogram CO2.

Tak hanya itu, satu hektare RTH mampu menetralisasi 736.000 liter limbah cair hasil buangan 16.355 penduduk; menghasilkan 0,6 ton oksigen guna dikonsumsi 1.500 penduduk perhari; menyimpan 900 m3 air tanah per tahun; mentransfer air 4.000 liter per hari atau setara dengan pengurangan suhu lima sampai delapan derajat Celsius, setara dengan kemampuan lima unit alat pendingin udara berkapasitas 2.500 Kcal/20 jam; meredam kebisingan 25-80 persen; dan mengurangi kekuatan angin sebanyak 75-80 persen.

RTH Singapura juga dirancang khusus untuk mendukung pertahanan kota. Taman-taman yang saling berhubungan menyediakan jalur pejalan kaki yang cukup lebar dan kuat untuk dapat dilalui oleh kendaraan lapis baja, tank, truk, atau kendaraan berat lainnya untuk suplai logistik jika seandainya Kota Singapura diserang dan jalan-jalan raya diduduki. Bahkan, median jalur hijau jalan raya menuju Bandara Changi yang terdiri atas pot-pot tanaman dapat dipindahkan dan disulap menjadi landasan pacu pesawat tempur F-16.

Di balik semua kehebatan fungsi tersebut, konsepnya RTH Singapura sangat sederhana. Berdasar The Parks and Waterbodies Plan (Rencana Induk Ruang Terbuka Hijau/ RTH) kota Singa ini hanya mengandalkan dua jenis tanaman, yakni pohon dan rumput, yang ditanam secara menyatu membentuk RTH kota yang nyaris tak terputus (connector parks).

-------------
Sumber Bacaan:
Batam Pos
Kompas
National Geographic

Tidak ada komentar: