Senin, 22 Desember 2008

Forget Citylink, Welcome Mandala (1)

Di Bandara Hang Nadim Batam, saat akan bertolak ke Surabaya, Selasa (16/12) saya sempat sedikit snewen ketika harus naik pesawat terpisah dengan rekan-rekan dari Batam.

Mereka semua dapat Citylink, sedangkan saya harus duduk di kursi nomor 7C, Mandala Airlines RI 191. Waktu keberangkatannya sama, pukul 15.00.

Ya udah, jalani sajalah. Toh Allah selama ini baik pada saya, Insyaallah The Almighty itu, memiliki rencana lain yang indah untuk saya.

”Kalau engkau bersyukur akn kutambah nikmat Ku, tapi kalau ingkar, sungguh azabKu teramat pedih.” Amalan ini lapat-lapat terdengar dari palung hati. Akupun mengucam ampun, “Astagfirullah, ya Rabb, Tuhan segala zat.”

Hingga akhirnya, waktu boarding tiba. Disusul tampilnya seorang pramugari di sela-sela kursi depan, penanda pesawat akan berangkat. Hanphone pun dimatikan.

Capek, sayapun meluruskan kaki, “Ah….. lega rasanya.” Tapi sampai di sini, mataku tak bisa ditutup berganti rasa penasaran. “Kok aku bisa meluruskan kaki?”

Meluruskan kaki tentu bukan hal yang hebat, namun ini lain cerita, karena saya duduk di kelas ekonomi. Spontan mataku langsung menyapu seluruh kabin. Wah... ternyata pesawat ini masih baru.

Kursi-kursinya empuk terbungkus kulit abu-abu, dindingnya dilapis bahan yang dipakai pada interior sedan keluaran baru. Sehingga saya merasa seakan naik mobil saja.

Kabinnya juga cukup luas dan yang lebih penting, jarak antara kursi barisan depan dan belakang cukup luas, sehingga selain saya bisa meluruskan kaki, juga tak perlu berdiri untuk memberi laluan, saat penumpang sebelah saya akan keluar. Maklum, kursi saya berada di dekat lorong (isle).

Sayapun berdiri, mengecek bagasi kabin di atas. Oh, ternyata juga baru dan lebih luas. Saya ketuk-ketuk, bahannya juga tebal tahan guncangan. Lampu-lampu indikatornya juga tampak beda, lebih terang dan dimengerti. Demikian pula dengan panel-panel sistem pendingin udarnya, kecil-kecil, simpel dan mudah dioperasikan.

Masih dalam penasaran yang besar, saya langsung menuju toilet. Penasaran aja. Di pesawat ini ada dua toilet, paling depan dekat pintu kokpit dan paling belakang dekat dapur. Saya memilih ke belakang, jauh sedikit tak masalah, itung-itung sambil melihat-lihat kemegahan interior pesawat baru ini.

Sesampainya di toilet, memang tak jauh beda dengan yang ada di pesawat lain; minimal sama-sama bersih. Tapi, yang ini lebih ringkas saja. Semua model perabotnya sangat aerodinamis, interiornya simpel namun mewah.

Masih belum puas juga, saya pindah ke kursi di depan kursi saya duduk. Kebetulan tak ada penumpang. Sayapun duduk di dekat jendela. Sudah jadi kebiasaan saya saat naik pesawat, kalau bisa duduk di dekat jendela. Selain bisa melihat keindahan bumi dari atas, sekaligus bisa memuji kebesaran ciptaan yang Maha Kuasa itu.

Saat itu, di luar memang sangat terik. Sinar matahari pun menerobos ke dalam hingga tubuh saya, membawa hawa hangat. Saat itu saya tempelkan telapak tangan di kaca jendela. Ternyata kacanya tetap dingin, yang berarti sistem pendingin udaranya berfungsi sempurna.

Saya pun melongokkan pandangan untuk melihat sayap dan fuselage pesawat. Lagi-lagi, semuanya masih baru,catnya belum ada yang tergores sedikitpun. Katup-katup dan engselnya (saya sebut saja demikian), lincah bergerak dan cukup kokoh memecah gumpalan awan.

Dan terakhir, ehm… pramugarinya luwes dan lembut (cukup ah diskripsinya, tak enak sama istri, he he… ) . Baru kali ini saya naik low cost carrier melihat pramugari yang benar-benar pramugari. Bukan barisan kondektur wanita berseragam pramugari.

Dari sini saya terdiam. Kini ada satu pertanyaan, pesawat apakah ini? “Aha, di sana ada pramugari, tanya ah…” Tapi tunggu dulu, ini bukan ide bagus, sebab pramugari tak didisain untuk menjawab pertanyaan teknis, mereka hanya dilatih bak mesin pejawab telepon, paling pertanyaan saya hanya dijawab;

“Waah, maaf kalau itu kami tak bisa menjawab. Maaf Pak, mohon kembali ke tempat duduk, kencangkan sabuk pengaman, tegakkan sandaran kursi, jangan lupa melipat meja lalu menguncinya, bla bla bla bla….”

Tidak ada komentar: