Minggu, 11 Januari 2009

Downshifting

Saat ini di Batam, banyak ditemui lalu-lalang mobil keluarga. Khususnya, Honda Jazz, Toyota Yaris dan yang sejenis. Saya tak tahu berapa unit sudah mobil jenis ini laku di pasar, saya lebih tertarik memperhatikan pola hidup orang Batam, menghadapi dampak krisis keuangan global saat ini.


Apa hubungannya mobil keluarga dengan krisis ekonomi ya? Tentu ada. Ini yang para pakar ekonomi, namakan downshifting. Sebuah pola hidup baru manusia menyiasati hidup untuk bertahan di tengah terpaan krisis yang mencekik.

Downshifting ini merupakan imbas krisis yang positif bagi masyarakat, khususnya pada kalangan menengah atas saja.

Intinya bijak membuat pilihan dan mengganti gaya hidup, dari bermewah-mewah dan boros, ke arah hidup sederhana dan hemat. Dari yang semula berpola hura-hura, kini lebih ke keluarga.

Ada juga dari semula doyan belanja, kini berganti mengalokasikan uangnya untuk keperluan pendidikan. Termasuk dari semula membeli mobil pribadi, beralih ke mobil keluarga.

Ekonom Rheinald Kasali berkata begini, “Coba perhatikan, di saat krisis semacam ini mestinya angka perceraian di kalangan artis akan menurun. Karena semua pola hidup individunya akan diganti menjadi pola hidup kebersamaan,” jelasnya.

Downshifting ini juga ditanggapi kalangan usaha. Diakui atau tidak, saat ini di Batam banyak mereka yang menyajikan hiburan untuk keluarga. Dan ternyata laku keras. Selain itu, banyak hal-hal yang berbau motivasi menarik perhatian khalayak.

Menarik ya? Tentu saja.

Orang Tionghoa selalu menyikapi krisis sebagai yin dan yang. Ada kesempitan, di sana ada kesempatan. Meminjam bahasa motivator kondang, Mario “Golden Ways” Teguh, “Banyak orang yang memandang krisis sebagai stopping point dan starting point,” katanya.

Kini tergantung pilihan dari kita. Karena hidup itu sebenarnya murah, gaya hiduplah yang membuatnya mahal.


Please, open mind

Tidak ada komentar: