Jumat, 09 Januari 2009

Warna-warni Wajah Caleg

Saat ini, di Kota Batam, atribut kampanye khususnya wajah para calon legislatif (caleg)kian banyak tersebar. Wajah-wajah yang dulu tak pernah dikenalpun, kini tampil dengan seribu janji. Ada saja ekspresi dan triknya yang terkadang bikin geli.

Mumpung sedang tak ada kerjaan (emang punya kerjaan ya? he he), Kamis lalu saya menelusuri jalan di Batam, mulai Batam Center hingga ke penghujung Tanjungsengkuang, hanya untuk melihat aneka ragam atribut caleg jelang pemilu ultra multi partai kali ini.

Sepanjang perjalanan ini, sering kali saya lihat kaca belakang angkutan kota, baik metrotrans (mikrolet), taksi hingga bus ditempel gambar wajah para caleg ini.

Tiap perempatan yang saya lewati kini tambah sesak, foto mereka ibarat orang sedang antri beras, bertumpuk. Kian ke luar kota, kian tidak tertib susunannya. Ada yang ditempel lem, ada yang dipaku ke pohon dan sebagainya.

Umumnya slogan atau sapaan yang mereka gunakan dalam atributnya, umumnya masih klasik dan klise, bahkan ada yang mirip iklan telepon premium paranormal di televisi. “Apa Anda ingin perubahan?” “Saatnya yang muda yang tampil…” dan sebagainya dan sebagainya.

Ada lagi yang seperti ini, "Jujur, Teruji, Amanah..." dan sebagainya. Pertanyaannya, yang bilang dia jujur, teruji dan amanah itu siapa? Apa udah ada buktinya? Ngaku-ngaku saja. Dari pada begini, mending memakai pengalaman kertjanya saja, seperti baliho Taba Iskandar, misalnya. Caleg ini menampilkan pengalaman kerjanya, bukan janjinya.

Yang paling menarik dari slogan ini, saat melihat atribut partai Golkar. Maklum, nomornya yang musim pemilu ini berada di urutan 23, mirip dengan nomor punggung David Beckham setelah bergabung ke Real Madrid. Jadi slogannya seperti ini, “Beckham saja pilih 23.”












Selain itu, banyak yang caleg yang berkiat memajang foto tokoh nasional baik yang sudah wafat atau yang kini jadi pemimpin, bersanding dengan dirinya. Mungkin untuk memudahkan pemilih mengenalnya. Minimal mereka nanti memilihnya, setelah melihat tokoh nasional yang -siapa tahu- selama ini jadi idolanya.

Ada juga yang menyandingkan nama bapaknya yang sudah dikenal, di belakang namanya sendiri. Mungkin dia sadar, selama ini kiprahnya di masyarakat sangat minim. Jadi, sekaranglah saatnya. Agar direspon cepat, maka ditempellah nama bapaknya yang terkenal itu.

Kian ke luar kota, saya melihat banyak pasangan suami istri yang maju sebagai caleg berani menampakkan diri dalam satu frame. Yang laki-laki di atas, sedangkan istrinya di bawah. Seperti atribut AS dan istrinya yang nampang di ujung jalan Tanjungsengkuang.

Saya sempat menduga, mungkin mereka memilih pasang atribut di pelosok, karena tak kuat bayar jika pasang di kota. Atau karena penghematan. Maklum, kalau terpisah berapa lagi bayar sewa tempatnya. Bisa jadi juga, mereka malu jika mejeng di kota, takut dicemooh dibilang aji mumpung.

Selain ini, ada juga atribut pasangan caleg ibu dan anak yang tampil dalam satu frame. Seakan berkata, “Nih ibu saya, awas kalau macem-macem.” Atau, “Nih ibu saya. Percaya kan, kalau saya anaknya?” Maklumlah, nama ibunya lebih terkenal dari dirinya.











Yang konyol saat di Tanjunguma ada atribut partai besar dekat pasar. Mau tahu isinya, memuat foto para kiai top di Jawa yang menjadi sesepuh partai tersebut. Di bawahnya tertulis teks, kiai A, kiai top asal Tuban, dan lain-lain.

Saya berpikir apa efektif? Kalau di Jawa mungkin masih nyambung, tapi di Tanjunguma yang penduduknya rata-rata Melayu, secara lidah saja mereka sudah tersiksa membaca teks fotonya yang umumnya menggunakan istilah Jawa. Selain itu, apakah mereka kenal sama kiai-kiai yang dipajang di sana?

Oh ya, dari semua pengamatan ini ada yang cukup menggugah pengamatan. Yaitu, melihat ekspresi wajah yang mereka tampilkan, khususnya caleg pria yang muda belia. Karena caleg tua umumnya selalu bergaya bak pas foto, berdiri tegak, sudah. Sama juga dengan caleg wanita yang umumnya ingin dikesankan cantik, keibuan dan anggun.

Dalam setiap atributnya, caleg pria yang masih muda memiliki gaya beragam. Misal, di atribut yang satu dia tampil berpeci dengan baju kokonya, di atribut yang lain malah hanya pakai baju kasual saja, t –shirt dan jeans. Mungkin yang berpeci mau membidik kalangan tua, sedangkan yang kasual mau membidik kawula muda.

Trik ini juga dimanfaatkan caleg non muslim. Saat Ramadan atau lebaran lalu, mereka tampil rapi dengan maju koko dan pecinya, sembari mengucapkan selamat puasa atau hariu saya. Namun saat Natal tiba, atributnya ganti. Kali ini mereka tampil berjas dan tentu saja, mengucapkan selamat Natal.









Ada juga ekspresi caleg yang tersenyum manis, tapi ada juga ada yang –maaf- malah mirip nyengir kuda. Maklum, saat senyum mulutnya terlalu dibuka lebar, hingga giginya yang panjang agak terekspos ke luar. Seperti atribut caleg yang tampak di persimpangan perumahan Rosedale ini.

Ada juga yang bergaya bak pejuang 45. Tangan mengepal, wajah tegang. Seakan marah akan situasi yang tak becus, atau marah akibat terlalu mahal bayar ongkos kampanye ya?

Ada juga yang gayanya mirip Bung Karno saat orasi di Ikada. Posisinya menghadap agak ke samping, kepala agak tengadah ke atas, tangan kanan menunjuk dan yang kiri berkacak pinggang. Saking semangatnya, kadang ada yang konyol sehingga mirip orator demo.

Lain lagi dengan atribut caleg di putaran Tiban. Dia bergaya dengan kedua telapak tangan terbuka. Mungkin dia ingin mengesankan keterbukaan atau minta dirangkul. Tapi bisa saja terkesan berkata, "Hei, modal saya sudah habis, jadi jangan minta uang lagi ya..." Atau, "Tolong sumbang saya dong, modal kampanye udah cekek neh..."

Nah yang ini gayanya agak lain dari yang lain, bahkan menurut pengamatan saya, satu-satunya alias eksklusif. Dalam atributnya aleg kita ini berpose dengan kepala bersandar di jari telunjuknya, mirip orang sedang mikir atau stress? Entahlah.

Mungkin dia ingin dicitrakan memikirkan nasib rakyat. Atau jangan-jangan, dia pusing memikirkan kantongnya yang bokek gara-gara membayar ongkos kampanye.

Yang lebih sial, nasib atribut caleg di Bengkong. Maklumlah, caleg kita ini wajahnya tak terlalu tampan. Ciri khas yang menonjol, hidungnya memiliki ukuran jumbo, kalau dari jauh jadi mirip kodok menclok di daun.

Mungkin karena inilah, membuat anak-anak kecil gemes untuk menjahilinya. Lihat saja, di hidungnya yang “seksi” itu, ditancapkan bunga tanaman rambat. Akibatnya, wajah asli si caleg yang memang agak rusak dari awal, kian tambah kacau. Ah, jadi teringat Sandman si manusia pasir dalam film Spiderman III.


Please, open mind.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

saat saya ke cirebon beberapa waktu lalu, saya juga menemukan pemandangan yang cukup lucu dalam perjalanan. tapi, nampaknya banyak sekali caleg muda ya?

Anonim mengatakan...

mas, pak, rekan2.. jikalau memiliki photo2 nyeleneh para caleg sudi kiranya di share ke saya ya.. :)
mo sy abadikan di
calegkita.wordpress.com