Kamis, 01 Januari 2009

Visit Batam, Jual Batam

Sejak Juli 2008, Pemko Batam meluncurkan program Visit Batam 2010, motto yang diusung Experience It… Bisakah?

Saat ini, wisata memang menjadi potensi yang sangat penting untuk digarap, karena multiplyer effect yang ditimbulkannya sangat besar. Mulai taksi hingga pengojek, rumah makan hingga restoran, penginapan hingga hotel berbintang mampu digairahkan.

Semua ini tentu akan kian menambah pundi pundi pendapatan daerah. Karena beragam dampak positif itulah, negara-negara, semacam Malaysia gencar membuang ribuan ringgit untuk beriklan akan potensi pariwisatanya ini. Bahkan Jakarta yang selama ini pasif, sudah dua bulan ini mulai mengiklankan potensi wisatanya.

Khusus Batam, sebenarnya juga memiliki potensi besar yang bisa dijual pada wisatawan domestik bahkan internasional. Nah sekarang, bagaimana cara menggarap, menjual dan mengemasnya sehingga potensi itu bisa menarik.





Contoh, hampir tiap bulan di Batam digelar iven kelas Internasional, namun sepi pengunjung. Misalnya, belum lama ini ada pergelaran sebuah kabaret Banana Show di Sumatera Promotion Center, Batam Center, buah karya koreografer Danny Malik.

Namun sangat sepi pengunjung. Sampai-sampai, di hari-hari terakhir "digratiskan". Tapi masih sepi juga. Padahal, pertunjukan semacam ini sangat menarik minat wisatawan internasional.

Handoko, Rektor Universitas Internasional Batam termasuk yang menyayangkan akan hal ini. “Kalau di Orlando (Amerika) kabaret semacam ini selalu ramai Pak. Tapi kenapa di sini sepi? Saya rasa promosinya saja yang kurang, sehingga para turis itu tak tahu,” ujarnya.

Contoh yang lebih segar, belum lama ini di kawasan mega wisata Ocarina, Batam Center, digelar musik jazz. Yang datang jawara-jawara jazz Indonesia, namun juga sepi. Andaikan dari Pemko aktif membidik semua iven ini, membantu mempromosikan, lalu dimasukkan dalam agenda wisatanya, tentunya bakal banyak juga yang datang.





Selain potensi ini, Batam juga terkenal sebagai surga belanja, mulai bahan jadi dan olahan. Kota ini memiliki mall-mall megah dengan koleksi pakaian trendi berkualitas internasional, namun sangat terjangkau. Lebih murah dari yang dipajang factory outlet- factory outlet di Bandung.

Bukan rahasia lagi jika tiap Sabtu, turis dari Singapura dan Malaysia menyerbu ke Batam untuk berbelanja di sini. Jangankan pakaian, donat-pun mereka borong. Dan sudah umum juga para artis ibu kota saat jeda manggung di Batam, mereka selalu memborong parfum. Bukankah ini sebuah modal?

Selain itu, Batam juga bisa melengkapi potensi wisata yang sudah ada. Jembatan I Barelang, misalnya. Tiap hari libur, ribuan wisatawan lokal berjubel di atasnya hanya sekadar mengagumi konstruksinya, atau sekadar menikmati panorama laut dan pulau-pulau sekitar dari atas.

Dari sini, mengapa Pemko –dengan menggandeng neleyan setempat- tak menggarap potensi wisata waterway, sembari menikmati panorama jembatan yang dibangun di era Habibie sebagai Ketua Otorita Batam itu dari bawah. Hal ini selain menjaga keawetan jembatan barelang, akibat terlalu banyaknya menanggung beban, juga bisa menggairahkan ekonomi nelayan sekitar.





Wisata semacam inilah yang dilakukan Amerika dalam menjual air terjun Niagara. Pengunjung tak hanya ditawarkan pemandangan air terjun terbesar di dunia itu dari atas, namun juga dari bawah, dengan menaiki perahu Maid of The Mist.

Batam juga memiliki banyak kampung tua. Di Malaysia, kampung-kampung tua ini dikemas dalam bentuk “Wisata Kanpong”. Yng paling terkenal adalah Dorani Homestay, Kuala Selangor. Paket yang mereka jual pada wisatawan, tentu saja, homestay. Di sini mereka tinggal di rumah bersama penduduk sembari ikut aktivitasnya.

Intinya, wisatawan benar-benar merasakan hidup di kampung. Mandi di sungai, tidur di rumah panggung beralas tikar, makan masakan orang kampung, bahkan belajar bahasa setempat.

Dalam perkembangannya, ternyata wisata jenis ini banyak menyedot anak-anak muda dari kota-kota besar dari jenag maupun Korea yang jenuh akan berisiknya kota. Andaikan Batam bisa menggarap potensi ini.

Banyak lagi contoh yang tak bisa diurai di sini. Misalnya, potensi hutan, laut dan lain-lain. Seperti di Bandung pengusaha di sana menyulap hutan sebagai arena berburu, dan di Lampung hutan disulap menjadi arena perang dengan senapan cat (paintball).





Semua ini, sekali lagi, memerlukan peran aktif agar bisa dijual pada wisatawan. Rajinlah jemput bola, jangan hanya berharap ”pecahan balon” dari Singapura saja. Padahal, Singapura sendiri sangat aktif menjemput wisatawan. Lihatlah, di sana wisatawan sangat mudah mendapatkan brosur hingga agenda wisata. Di Batam sendiri bagaimana? Silakan menilainya.

Visit Batam 2010 adalah tantangan kerja, memerlukan peran aktif Pemko dan kerjasama dari berbagai lini untuk menyukseskannya. Kalau pasif, lama-lama program ini akan hilang.

Untuk itu semua harus mengawal prosesnya, karena hanya inilah yang membedakan antara hayal dan fakta, antara omong doang dan kerja nyata.

Please, open mind.

Tidak ada komentar: