Kamis, 20 November 2008

Airmata Buaya dan Topeng

“Jangan percaya! Itu hanya air mata buaya!”

Kita kerap kali mendengar kiasan ini. Air mata buaya, artinya air mata bohong-bohongan. Tangisannya hanya bohong, hanya sebagai senjata kamuflase untuk mempengaruhi oran lain. Memanganya ada air mata bohong-bohongan?

Tentu ada. Para peneliti membagi tingkatan air mata dalam tiga kategori, basal, atraktif dan emosional. Nah, bagi yang nangisnya hanya akting, biasanya kandungan basalnya sangat tinggi.

Kandungan ini berbeda dengan yang atraktif (saat bergembira), atau yang memang sedang meluahkan emosi kesedihannya. Maka itu ada istilah, mulut bisa berdusta namun ilmu pengetahuanlah yang akan membuktikannya.

Para detektif olah tempat kejadian perkara di Amerika juga kerap melakukan ujicoba air mata pada orang yang dicurigai melakukan kejahatan, apakah tangisan di depan korban itu memang tulus atau hanya tipuan.

Di masyarakat, kadang kita melihat bagaimana seorang pecinta tersenyum lebar di depan orang terkasihnya, guna menutupi luka hati yang amat menganga. Ini juga bagian dari topeng, agar dia tampak tangguh. Contoh nyata lagi, tontonlah infotaimen. Di sana beragam jenis topeng diobral bebas.

Maklumlah di zaman semacam ini, jangankan airmata, kepribadian pun bisa diciptakan. Sekolah formalnya juga ada dan sempat booming di awal 1990-an. Di sana kita diajar bagaimana bersalaman. Dalam psikologi jenis salaman juga mencerminkan pribadi seseorang. Jenisnya bermacam-macam, ada bergaya ikan mati, mencengkram dan lain-lain.

Selain itu juga diajar bagaimana duduk di kursi bertangkai tinggi maupun tangkai empat, menaikkan satu kaki, berbicara, bergaul, bahkan menangis. Semua bertujuan mempengaruhi persepsi agar kita kelihatan sopan dan terhormat di mata orang lain.

Intinya, di sekolah itu mengajarkan bagaimana seseorang mengenakan topeng (mask) yang baik dan benar pada situasi dan kondisi yang berbeda.

Topeng? Ya, sebuah topeng. Manusia, sejak zaman Adam hingga saat ini, sangat memerlukan topeng dan ini penting untuk penunjang peranannya (role) di masyarakat. Topeng tersebut berguna untuk kamuflase.

Karena itulah mengapa, agar bisa masuk di sekolah kepribadian amatlah mahal. Mahal. Dulu yang masuk di sana kebanyakan para eksekutif dan seketaris, di mana dunianya dituntut berinteraksi dengan kalangan atas yang terkenal akan manner-nya itu.

Namun saat ini, sekolah kepribadian juga ada untuk anak-anak, tentunya hanya anak orang kaya dan selebritis anak saja yang bisa masuk. Maknya kadang kita melihat anak-anak keluaran sekolah ini sopannya minta ampun.

Namun karena ini bukan sekolah agama, kadang ilmu kesopanan yang mereka miliki tak seirama dengan hati. Mereka memang sopan, tapi belum tentu baik. Semua hanya akting.

Di Belanda, (akting) kepribadian sudah menjadi industri yang menguntungkan. Selain sekolah, di sana kita juga bisa menyewa orang-orangnya.

Saat kita akan tampil di panggung, kita bisa menyewa seratusan orang untuk bertepuk tangan atau memberisemangat, tak peduli seburuk apakah penampilan kita.

Saat kita kesusahan, kita bisa menyewa orang yang mau menangis bersama. Saat kita butuh teman curhat, kita dapat menyewa seorang teman yang tampan dan cantik yang akan setia mendengarkan curhatan kita, melebihi sahabat dekat kita.

Maka itu di zaman edan seperti ini, janganlah terlalu lugu dalam menilai sesuatu. Jangan terlalu terhanyut, karena everithing has arranged, everithing has a price. Semua bisa diatur, semua ada harganya.

Topeng yang baik adalah apa yang diajarkan Islam. Di agama yang 75 persen ajarannya menekankan hubungan antar manusia ini, topeng diajar berbeda dengan materi sekolah kepribadian. Tujuannya selain untuk kebaikan antar sesama manusia juga untuk mengejar pahala Allah.

Maka itu, tingkah laku tersebut haruslah bersandar dari ketulusan serta kemurnian hati nurani. Inilah yang disebut aqidah ahlak. Sehingga kesopanan itu memang berjalan apa adanya, bukan akting.

Sebagai uraian penutup. Bisnisman nyentrik asal Amerika Donald Trump ditanya apakah saat berbisnis dia harus melakukan pertarungan tiap hari, Donald mengangguk. “Yes, everiday i must fight, not just fight, but big fat fight!”

Salah satu big fat fight-nya adalah selalu memutar otak, selain melakukan langkah kreatif juga harus berkamuflase (menggunakan topeng) tadi.

--------------------
Iam not a man with too many faces, the mask i wear's one

Tidak ada komentar: