Selasa, 25 November 2008

Menjelajah Pulau Terung (2)

Luas pulau ini hanya 600x300 meter persegi. Dihuni 3.000 jiwa terbagi 1.000 kepala keluarga dan 3 RW. Tak heran jika pulau ini cukup padat.

Rumah-rumah penduduk sangat rapat, dibangun berundak mirip konsep sawah terasiring, mengikuti topografi pulau yang berbukit-bukit. Umumnya rumah di sini berbentuk panggung, sebagian masih berbahan kayu.

Di pulau inilah, kantor Kelurahan Pulau Terung bermukim yang membawahi beberapa RW di Teluk Kangkung, Pulau Pekasih, Teluk Sunti, Teluk Bakau, Pulau Geranting, dan Pulau Tumbar. Semua berpenghuni.

Pulau yang dipimpin Lurah Salimi ini, masuk wilayah Kecamatan Belakang Padang, berbatasan langsung dengan Pulau Air Kiah, Kabupaten Karimun.

Jalan lingkar yang membelahnya hanya selebar 1 meter, berbahan beton campur. Yang unik tak ada satupun sepeda motor, apalagi mobil, berkeliaran di pulau ini. Semua penduduknya hanya berjalan kaki.

Saat saya masuk ke pulau ini, di belakang rumah-rumah penduduk banyak berjejer aneka tong-tong plastik dan jerigen.

Dari Zainuddin, staf lurah setempat, saya mengetahui bahwa tong-tong tersebut digunakan untuk meyimpan air bersih. Kadang mereka tampung dari air hujan, kadang juga dibeli dari pedagang air bersih. Satu tong, Rp5.000.

Air ini diambil dari pulau-pulau sekitar, seperti Teluk kangkung, Pulau Batu Gajah, Pulau Telan bahkan Pulau Air Kiah, Kabupaten Karimun. Sebab di Pulau Terung, air sumur tak keluar.

“Air-air (tawar) itu diangkut dengan sampan kecil ke Pulau Terung. Air itu berasal dari bukit-bukit,” jelas Zainuddin.

100 meter dari pelabuhan kaki melangkah ke dalam, di sini ada balai kelurahan, luasnya 100 meter persegi, bentuknya mirip pendopo. Kanan-kirinya berpagar tembok setinggi 1 meter, dilengkapi pilar-pilar kokoh menyanggah atap.

Di belakang, ada lapangan badminton dan di dapan ada sebuah gardu PLN, dan sebuah pintu gerbang proslen megah bertulis, “Selamat Datang di Pulau Terung.” Sebuah logo Pemko Batam terlukir di tiang kiri.

Di sinilah rupanya, tempat penduduk bersosialisasi. Pendopo untuk pertemuan, sedangkan lapangan badminton sebagai tempat aktivitas lain. Selain sarana olahraga, anak-anak kecil juga memanfaatkannya sebagai tempat bermain.

Sore itu, saya melihat mereka bermain kejar-kejaran hingga ada yang terjatuh, menangis, kemudian didiamkan neneknya. Ada sebagian anak prea sekolah yang sudah mandi, memilih jalan-jalan. Wajahnya penuh bedak, di tangannya memegang opak-opak, sejenis makanan tradisional mirip kripik ukuran agak besar dan di tengahnya dioles gula merah.

Opak-opak ini dibeli Rp500, di warung-warung di teras rumah penduduk. Memang, untuk menambah penghasilan, sebagain warga membuka warung kecil di depan rumahnya. Karena di pulau kecil ini tak ada pasar. Umumnya yang dijual di warung-warung tersebut berupa aneka minuman ringan, rokok hingga obat-obatan pasar.

Ada juga yang menjual nasi sebagai sarapan warga sebelum beraktivitas. Saat pagi, warung-warung ini ramai pembeli, namun di sore hari, warung-warung ini jadi tempat ibu-ibu dan remaja putri nongkrong (ngerumpi).

Setelah listrik PLN menyala, sekitar pukul 17.00, mereka berhambur masuk ke rumah, ada yang nonton TV ada yang beraktivitas sembari menunggu salat Magrib menjelang.

Memang, setelah listrik menerangi pulau ini, sejak 10 tahun lalu, ikut mengubah denyut hidup penduduknya. PLN Pulau Terung merupakan cabang dari PLN Tanjungpinang. Generatornya berpusat di Pulau Pekasih. Tiap hari, listrik disini menyala sekitar pukul 17.00 sore-07-00 pagi.

Di hari Jumat, listrik kembali hidup di sing hari sekitar pukul 12.00-15.00, tujuannya menemani salat Jumat. Khusus hari minggu, ada ekstra panjang, di siang hari mulai pukul 08.00-14.00.

***
Saya makin tertarik menjelajah pulau ini, saya pun mengayun langkah mengikuti jalan menanjak yang mengelilingi pulau ini. Di atas (puncak) ada sebuah kantor Puskesmas Pembantu (Pustu), bagian Puskesmas Belakang Padang. Yang berjaga di sini hanyalah seorang perawat. Kadang seminggu sekali, dokter dari puskesmas kecamatan datang berkunjung.

Di samping kanan Pustu ini berdiri SD 0012 Belakangpadang. Bangunannya tinggi, sekitar dua lantai. Untuk masuk ke sana, harus melalui gerbang dan tangga berundak. Di dapan nya ada lapangan luas. Sore itu, saya melihat banyak remaja putri sedang bermain bola voli. Mereka tetap semangat, meski jaring volinya sudah hancur.

Di samping kiri Pustu terdapat lapangan bola yang luas, di sebelahnya ada Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) Al Kautsar. Di Pulau terung, sarana pendidikan yang ada hanya SD dan Mts saja. Untuk SMA, mereka harus nyeberang ke Teluk Sunti, 5 menit memakai pompong.

Agar memudahkan aktivitas, penduduk setempat sudah mengajukan untuk membangun jembatan. Mengingat jarak Teluk Sunti dan Pulau Terung sangat dekat. Jembatan itu kini sudah dalam tahap pengerjaan.

Tidak ada komentar: