Senin, 10 November 2008

Sikat Gigi

Pagi ini saya agak lama menyikat gigi. Terus gosok, kumur lalu gosok lagi. Makanya agak lama, lebih lama dari biasanya.

Hal ini saya lakukan bukan tanpa maksud. Saya ingin merayakan salah satu penemuan terbesar manusia; sikat gigi. Entah siapa yang menemukannya, hingga saat ini saya belum tahu. Mungkin tak lama lagi saya akan mengetahuinya.

Sebelum sikat gigi ditemukan, sebenarnya tradisi membersihkan gigi sudah lama dilakukan manusia.

Rasulullah Muhammad SAW, biasa membersihkan giginya dengan serat kayu siwak. Saking getolnya, sampai-sampai beliau bersabda, “Seumpama tak merepotkan, sudah saya suruh umatku bersiwak saat akan melaksanakan salat.”

Begitu luar biasa komitmen beliau akan menjaga kebersihan ini, utamanya kebersihan di rongga mulutnya. Kebiasaan inilah yang terus dianut oleh ummat Islam hingga saat ini. Ada yang masih setia dengan kayu siwak, baik secara langsung maupun sudah dijadikan pasta, ada juga yang hanya melanjutkan tradisinya saja, membersihkan gigi.

Selain Rasulullah, pemimpin revolusi China, Deng Xiao Ping, biasa membersihkan giginya sebelum berangkat tidur dengan cara berkumur dengan teh hijau. Ini merupakan tradisi turun-temurun di Tiongkok, agar gigi kuat. Terbukti, hingga ajalnya gigi Deng tetap bagus, meski banyak ditumbuhi plak kehijauan.

Sementara itu, di Indonesia selain menggunakan kayu siwak, banyak yang membersihkan gigi dengan arang atau abu kayu sebagai odol, dan sabut kelapa sebagai sikatnya. Khusus kaum wanita, banyak juga yang masih menjaga tradsisi dengan mengunyah daun sirih. Tak heran pula gigi kaum wanita zaman itu berwarna kemerahan. Namun tetap kuat.

Pemakaian sikat gigi sendiri di Indonesia baru dilakukan setelah zaman Jepang. Hal itu setelah pemuda keturunan Tionghoa saya lupa namanya, menemukan sikat gigi berbahan plastik.

Sebenarnya di zaman Belanda, sikat gigi sudah ada. Namun terbuat dari bulu babi. Karena itulah, mengapa sikat gigi ini tak digunakan, khususnya bagi umat Islam. Karena dalam Islam, babi itu haram hukumnya.

Setelah pemuda Tionghoa yang mantan wartawan itu memperkenalkan sikat gigi berbahan plastik, masyarakat pun tak serta merta menggunakannya. Mereka masih setia dengan cara lama, bersiwak, pakai sabut kelapa atau mengunyah sirih.

Tradisi bersikat gigi di Indonesia mulai terjaga dengan baik, baru terjadi di penghujung tahun 1970-an, setelah banyak perusahaan pasta gigi terus-menerus mengkampanyekan gigi sehat dalam setiap iklannya di acara Mana Suka Siaran Niaga TVRI.

Namun, kebiasaan ini meredup di era 1980-an, seiring iklan mulai dilarang tampil di TVRI. Maka itu, jangan heran jika generasi yang lahir di bawah tahun tersebut, banyak memiliki gigi yang kurang terawat. Termasuk saya sendiri. Koleksi gigi saya banyak tak rapi, rusak dan sering sakit. Maklum, dulu tak dibiasakan menyikat gigi secara teratur.

Makanya, tadi pagi saya menyikat gigi agak lama. Lama sekali.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

He he he, kunjungan balik nih, o ya pasang donk link aku di blog ini, he he he

boyanis sos cili mengatakan...

salam perkenalan dulu deh dari bawean termenung www.suwaritimur.blogspot.com salam komunitas bawean,anak malaysia

Citra Pandiangan mengatakan...

pa kabar bang reza yang baik hati dan selalu sabar. . . Sekedar kunjungan dan baca-baca