Rabu, 05 November 2008

Media Bawean dan Agen Perubahan

Selalu ada perkembangan menarik akhir-akhir ini yang bisa saya lihat di Pulau Bawean, kampungku yang berada 80 mil laut dari utara Gresik Jawa Timur itu. Anytime, anywhere dari Media Bawean di domain http://www.bawean.net/.

Media Bawean bukanlah perusahaan pers, melainkan sebuah blog karya anak-anak muda kreatif yang tergabung dalam LSM Gerbang Bawean.

Setiap hari, anak-anak muda pimpinan Basit ini selalu melakukan kerja jurnalistik, dengan mencari, mengolah dan menyebarkan berita-berita baru di pulau ini, lalu mengunggahnya di Media Bawean.

Namun, tentu serba pas-pasan. Karena Basit belum memiliki latar belakang jurnalis yang kokoh. Kelemahan banyak saya temukan pada redaksionalnya, semisal penulisan hingga memberi teks foto.

Selain itu, manajemen liputannya belumlah terarah dan padu. Memang hal ini tak perlu dibandingkan dengan media besar yang merangkum peliputan berrdasar Ilmu Pengetahuan, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan, namun basit bisa berangkat dari bagaimana Belanda mengambangkan sebuah kota di Indonesia.

Pemetaannya seperti ini, istana sebagai tempat kantor pemerintahan, pasar sebagai aktivitas ekonomi dan alun-alun sebagai aktivitas masyarakat. Nah, berangkat dari sinilah Basit bisa melakukan peliputan yang terarah dengan cara mencari isu-isu menarik di sana.

Namun, bukan berarti media ini jelek. Malah, sebagai pemula saya nilai sangat bagus. Sebagaimana media on-line lain, format berita Media Bawean pendek-pendek. Namun, selalu disertai banyak foto penunjang. Saya rasa ini strategi yang bagus, mengingat pembaca media saat ini banyak yang sibuk sehingga tak memiliki waktu banyak untuk membaca.

Dengan fotolah, keingintahuan mereka bisa terpuaskan. Karena, satu foto bisa mewakili ribuan bahkan jutaan kata diskripsi. Lagi pula, pembaca Media Bawean umumnya adalah warga yang kini banyak berada di luar pulau bahkan negara, semisal Malaysia, Singapura bahkan Australia.

Dengan demikian, mereka bisa langsung menyaksikan perkembangan kampung tercinta ini, tanpa perlu susah-susah menggambarkannya. Saya misalnya, setelah lama tak pulang karena menetap di Batam, bisa merasakan langsung kemeriahan Pilgub Jawa Timur di sana, dengan melihat foto-foto yang disajikan.

Selain itu, saya bersama warga Bawean rantauan lain tentunya, bisa melihat bagaimana wajah pasar Sangkapura, makam Nyai Zainab hingga suasana kemeriahan lebaran 2008 ini.

Jika Basith CS ini terus istiqomah dan mengelola dengan manajemen yang bagus pula, saya yakin, media ini akan menjelma menjadi pers profesional. Tinggal tunggu pemodal dan pengiklan saja. Toh, detik.com yang kini berkibar itu, dulu bermula dari praktik jurnalistik seperti ini.


Buka Isolasi
Yang paling menggembirakan dari semua ini adalah, Media Bawean sedikit- demi sedikit akan membuka simpul-simpul isolasi Pulau Bawean. Dengan demikian, pulau ini akan lebih dikenal dan lebih maju. Karena memang fungsi media adalah sebagai agen perubahan dan kontrol itu sendiri. Media pula dapat membentuk masyarakat lebih teratur dan beradab.

Banyak daerah-daerah lain di Indonesia bahkan dunia, yang semula terisolasi, bangkit dan maju setelah pers membuka simpul-simpul isolasinya. Karena dengan derasnya pertukaran informasi, maka masyarakat akan dapat mengkritisi pembangunan di daerahnya.

Selain itu, pemerintah Gresik sebagai kabupaten induk, akan mudah memantau kinerja bawahannya melalui media ini, sehingga mereka yang ditempatkan di Bawean, merasa diawasi secara langsung.

Dengan demikian, mereka tak akan lagi bekerja seenaknya. Misalnya kantor camat tak akan lagi tutup sebelum jam kantor usai dan sebagainya. Selain itu, para koruptor pun akan berpikir 1000 kali, karena proyeknya akan selalu diawasi langsung.

Cuma memang, status Media Bawean yang belum berupa badan usaha pers, sangat rawan tersangkut hukum. Karena tak semua orang paham saat berurusan dengan karya jurnalistik, khususnya pada saat mereka merasa dicemarkan nama baiknya.

Mereka masih belum siap dan paham apa itu konfirmasi dan hak jawab. Jangankan di Bawean yang nota bene hanya kobuah kota kecamatan, di Jakarta dan kota-kota besar lain pun masih banyak yang kurang paham akan kerja jurnalistik.

Apalagi, UU Pers sendiri bahkan di susunan Kode Etik Wartawan Indonesia, belum ada yang berbicara apakah lagi melindungi blogger yang melakukan kerja jurnalistik.

Pertanyaan lain, apakah para blogger yang melakukan kerja jurnalis itu bisa disebut wartawan, sehingga bisa mendapat perlindungan yang sama dengan menggunakan UU lex specialis jika suatu saat tersandung masalah hukum.

Namun menurut saya hal ini tak masalah, asalkan Media Bawean jeli melakukan konfirmasi, dengan apa yang disebut cover both side, jika ada sebuah berita yang berpotensi menuai kasus hukum. Toh dulu infotainmen juga seperti ini.

Dulu, mereka dipertanyakan apakah wartawan atau bukan, mengingat infotainmen lahir bukan dari badan usaha pers, melainkan dari production house. Hingga akhirnya mereka dianggap wartawan dan dapat perlindungan layaknya wartawan, setelah Ketua PWI Pusat kala itu, Tarman Azzam, memasukkan mereka sebagai anggotanya.

Dari seluruh uraian ini, mungkin Media Bawean bisa menirunya, dengan cara menemui Ketua PWI Kabupaten Gresik untuk meminta keanggotaan khusus. Saya yakin akan berhasil. Sehingga nantinya, kerja-kerja mereka akan dilindungi oleh UU kewartawanan, bukan uu untuk masyarakat umum lain.

Konflik dengan Camat

Contoh berita yang rawan kasus hukum ini terjadi, saat mereka memberitakan kantor camat Sangkapura yang sudah tutup sebelum jam kantor usai. Rupanya, jajaran pak camat ini gusar.

Beberapa hari kemudian, pengelola media ini dipanggil Sekcam Sangkapura Wardi. Apa yang terjadi? Mereka malah dimarah-marahi, bahkan bak preman, sang Sekcam menggebrak meja, dia menjawab alasan kantor ditutup sebelum jam kantor usai karena takut kambing masuk.

Terlepas apapun masalah ini, menurut saya kekerasan yang diperlihatkan si Sekcam tak pantas lagi, paradigma pelayanan publiknya masih beraroma Orba dan sangat tak sesuai dengan semangat reformasi.

Di zaman seperti ini, jangankan hanya sekcam yang memang bertugas melayani masyarakat, militer dan kepolisian sekalipun sudah dididik agar berorientasi sipil. Sehingga, jendral sekalipun dilarang melakukan hal-hal premanisme semacam ini. Kalaupun ada ketidak puasan akan kritik, mereka bisa memberikan konfirmasi dan penjelasan dengan santun. Inilah yang disebut hak jawab.

Mestinya, camat Sangkapura harus merangkul Media Bawean karena dapat membantu jalannya pemerintahan di pulau ini, bukan malah mengintimidasi. Karena Media Bawean-lah masyarakat pulau ini bisa sejajar dengan warga dunia lain dalam mendapatkan informasi.

Inilah apa yang disebut pakar komunikasi Mc Luhan, sebagai global village. Informasi tak lagi dibatasi ruang dan waktu.

Tentunya amat menggelikan jika warga Bawean yang tinggal di kota-kota dengan sistem pemerintahan yang sudah maju di negara lain atau Indonesia sendiri, mengetahui tingkah Sekcam Sangkapura yang masih bernuansa kekerasan yang sangat kampungan itu.

Pemerintah Kabupaten Gresik, dalam hal ini Bupati Robbach Maksum, harus menatar lagi aparat di bawah tentang bagaimana pelayanan publik itu sendiri. Kalau perlu, bersihkan saja mental aparat semacam Sekcam Sangkapura ini, karena hanya akan jadi bumerang bagi kelangsungan pemerintahannya. Selain itu hanya akan membuat Bawean makin jauh dari kemajuan.

Berangkat dari hal inilah, saya pribadi sebagai anak yang lahir di pulau ini, telah mengontak Kajari Gresik agar melindungi kerja positif awak Media Bawean. Sebab siapa lagi yang nantinya bisa peduli akan Bawean kalau mereka dibungkam? Untuk itu saya minta agar Kajari segera menelepon Sekda Gresik agar menegur Sekcam Sangkapura yang suidah ketinggalan zaman itu.

Berangkat dari semua ini, saya harap seluruh komponen masyarakat, khususnya mahasiswa Bawean, harus peduli akan kelangsungan media ini. Ini adalah harapan terakhir untuk memajukan Bawean.

Tidak ada komentar: