Selasa, 25 November 2008

Menjelajah Pulau Terung (3)

Saat melihat-lihat sarana sekolah itulah, saya melihat kelompok-kelompok kecil remaja duduk-duduk di sebuah warung-warung yang sudah kosong, di bawah pohon sawo manila yang hampir mati. Di pulau ini memang banyak ditanami pohon sawo manila. Saat ini sudah musim buah.

Yang laki-laki asyik bermain gitar dan yang perempuan duduk-duduk bercengkrama satu sama lain. Di tangannya mengepit sebuah buku pelajaran Bahasa Inggris. Mungkin mereka usai belajar kelompok.

Saat saya dekati, yang laki-laki menyingkir pindah ke dekat Mts Al Kautsar, sembari melanjutkan bermain gitar, menyanyikan lagu Puspa dari St 12, dengan suara keras. Biasalah, lelaki ABG, cari perhatian saja.

Tinggalah remaja putri saja. Seperti biasa, mereka selalu malu-malu. Saat saya bertanya, kadang dijawab pendek, lalu mengerling manja ke sesamanya dan ditutup koor tawa renyah, khas cewek-cewek ABG.

Salah satu dari mereka bernama Nur Ain. Gadis ini berkulit bersih, matanya lebar alisnya tebal. Rambutnya pun panjang melebihi bahu, dengan diskripsi ini, Nur Ain sepintas mirip bintang sinetron remaja, Asmirandah. Nilai plus lain, Nur Ain sudah hatam Alquran.

Sayang saat akan difoto, dia terus menutupi wajahnya, sembari tertawa kecil dan menebar kata manja. “Enggak ah, malu,” katanya, disambut tawa koor yang lain.

Nur Ain masih duduk di MTs Al Kautsar. Sore itu, dia dan kawan-kawannya sengaja kongkow, kebiasaan yang dilakukan saat sore menjelang, sembari menunggu listrik PLN menyala pukul 17.00 .

Selayaknya remaja di kota-kota lain, remaja di Pulau Terung ini juga mengikuti perkembangan zaman. Cuma saja, sarana hiburan yang didapat cukup terbatas. “Biasanya untuk mencari hiburan, kami kadang ke Batam,” jelasnya.

Sekadar diketahui, untuk menuju Batam, penduduk setiap hari kecuali Jumat, biasa naik dengan apa yang mereka sebut feri kayu tujuan Belakangpadang. Dari sinilah kemudian penduduk naik pompong ke Pelabuhan Domestik Sekupang. Namun ada juga yang ke Batam naik sampan sendiri.

Lalu, di manakah tempat remaja di sini melewatkan malam minggu? Pacaran misalnya, “Ya, di lapangan bola itu,” tunjuk remaja putri ini. Menurutnya, umumnya para muda-mudi kasmaran tersebut hanya duduk-duduk saja, menikmati panorama.

Dari Nur Ain saya tahu, bahwa di sinilah pusat remaja Pulau Terung kongkow. Dan memang setelah saya perhatikan, pemandangan yang disajikan cukup bagus. Letaknya di puncak, memudahkan pandangan mata menatap panorama laut dan gugusan pulau-pulau di Kabupaten Karimun yang indah.

Kalau malam, pemandangan kian tersaji indah ribuan lampu kapal dan pemukiman penduduk. Bagaikan intan, berkelap kelip. Hal ini kian disempurnakan oleh sinar purnama. Sangat romantis.

Setelah puas menjelajah di puncak, saya pun melanjutkan berkeliling. Kali ini agak ringan, karena jalannya menurun. Tapi tunggu dulu, mana kaum prianya? Dari tadi saya hanya melihat kaum wanita saja. Pulau terung bak Pulau Putri saja.

Dari keterangan Abdul kadir, tokoh masyarakat setempat, saya mengerti ternyata semua kaum pria di sini melaut. Umumnya di pagi hari pergi memancing, saat malam melaut di sekitar Pulau Nipah dan perbatasan Singapura-Malaysia. Mereka berangkat setiap habis salat Asar, sekitar pukul 15.00.

Tak lama, jalan yang saya lalui menuntun kembali lagi ke balai kelurahan. Total waktu saya jalan kaki berkeliling pulau kurang dari 15 menit. Di sana, Rombongan Ketua OB dan Basyith Has sudah menggelar pertemuan dengan penduduk.

***

Selain pemandangan ini, hal menarik lainnya yang saya temukan adalah, banyak saya lihat penduduk menjemur rumput laut di kiri-kanan jalan. Zainuddin menerangkan, rumput laut ini bukan hasil budidaya namun diambil dari karang.

“Sudah lama, rumput laut tak bisa lagi ditanam lagi. Setiap ditanam mati,” jelas Zainuddin.

Hal ini tentu menyedihkan, mengingat hasil budi daya rumput laut ini banyak membantu nelayan menyekolahkan anak-anak hingga ke perguruan tinggi.

“Kini banyak anak-anak mereka, khususnya yang kuliah di Universitas Riau Kepulauan (Unrika) memilih mundur, akibat kesulitan biaya,” kisah Zainuddin.

Lalu, apa penyebab rumput laut tak bisa lagi ditanam? “Ada yang bilang ini akibat pencemaran, juga akibat (radiasi) bocornya pipa gas. Entahlah Pak,” lanjutnya.

Sekadar diketahui, Pulau Terung memang dilalui juga dilalui pipa gas dari Jambi menuju Batam. Selain itu, pulau ini menjadi jalur lalulintas kapal, mulai feri domestik dari Batam ke Karimun, Selatpanjang dan sekitarnya, hingga kapal-kapal besar yang melintas di Selat Melaka.

Hal ini kadang membikin gangguan tersendiri bagi penduduk, sebab ada kalanya mereka ngebut gelombangnya mengganggu lahan perikanan penduduk. Seperti yang dikeluhkan Nahar Umar, tokoh masyarakat setempat kepada Mustofa Widjaja, yang saat itu menggelar pertemuan di balai kelurahan bersama Basith Has.

“Padahal kalau kapal asing, semisal tanker, sangat sopan. Mereka tanpa diminta langsung menurunkan kecepatan,” ujarnya.

Banyak lagi keluhan yang dilontarkan. Misalnya soal apakah FTZ tak lagi menyulitkannya membeli sembako ke Batam? Karena selama ini tudingan penyelundup kerap mereka terima, ada juga soal pembenihan kerapu.

Semua ini didengarkan oleh Mustofa. Hingga akhirnya, untuk mengangkat taraf hidup penduduk, pihak OB melalui Direktur Politeknik Batam Eko Priyanto menggelar kesepakatan dengan warga yang diwakili Basith Has dari Forum Silaturahmi Kebangsaan.

Ke depan, mereka akan menyeleksi 20 siswa SMA berprestasi untuk dibina masuk ke Politeknik. “Mereka akan diberi kursus untuk menghadapi ujian masuk di Poltek,” ujar Basith.

Tak hanya itu, minggu ini Forum Silaturahmi Kebangsaan bersama Kepala Biro Keuangan Omen D akan ke tempat penangkaran ikan kerapu di Tanjungriau. Tujuannya untuk belajart budidaya pembenihan kerapu, sehingga bisa diterapkan ke masyarkat Pulau Terung dan sekitarnya.

“Agar jangan sampai mereka hanya menggantungkan hidup sepenuhnya dari laut atau tangkapan ikan di laut luas,” sebut Basith.

Usai berdiskusi, ketua OB, Basyith dan rombongan melaksanakan salat Asar di Masjid Raya Al Ansar, dilanjutkan berjalan kaki mengelilingi pulau ini. Di sepanjang jalan, rombongan banyak disambut penduduk sambil duduk bergerombol di depan rumah.

Setelah usai, sekitar pukul 16.48, rombongan kembali ke Pulau Batam. Pukul 17.30, akhirnya tiba di Pelabuhan Internasional Sekupang.

Tidak ada komentar: