Sabtu, 22 November 2008

Maafkan Saya J B H L U L

Di sini saya ingin meminta maaf kepada rekan-rekan saya. Maaf dari lubuk hati yang terdalam.

Habis salat Jumat lalu, saya merasa amat berdosa sehingga saya perlu berbincang dengan rekan satu tim saya. Ada sebuah ayat tentang azab seorang pemimpin yang tak bisa saya anggap remeh. Di depan sebuah komputer, kami terlibat percakapan.

“Sudah berapa lama kita bersama di tim ini?”
“Hampir 7 bulan, Bang.”

Selanjutnya kami terlibat diskusi panjang.

Masyaallah tak terasa putaran waktu ini begitu cepat. Sepanjang waktu itu jualah dia telah membayar pengabdian dengan umurnya untuk ku. Selama itulah, dia mencoba meneladani saya. Selama itulah dia menilai kebaikan dan keburukan saya.

Sungguh zalim jika saya ternyata tak amanah sama sekali. Enam bulan Bung! Enam bulan, for nothing! Kejam!

Padi saja jika ditanam enam bulan sudah bisa dipanen. Uang saja jika dititipkan ke bank, enam bulan sudah berbunga cukup bagus. Jadi dosa besar jika orang yang menitipkan umur ke kita just for nothing. Hanya memetik penderitaan saja, tak ada kebaikan sama sekali.

Selama itu, tentulah mereka memiliki harapan agar saya bisa membuatnya lebih hebat. Bahkan suatu saat bisa memiliki tim sendiri.

Mungkin karena inilah, Dahlan Iskan, bos Jawa Pos mengajarkan metode “menularkan” ilmunya, mungkin tujuannya agar anak buahnya suatu saat bisa lebih hebat darinya.

Karena keberhasilan seorang pemimpin adalah yang mampu mengangkat yang rata-rata itu menjadi lebih baik, bahkan terbaik. Bukan membangun karir dengan menjadi seorang kritikus.

Si Golden Ways, Mario Teguh berkata seperti ini, sungguh mudah memang menjadi kritikus, hanya bisa melihat kesalahan anak buah saja. Bisanya ngejek saja. Namun berat memang menjadi orang (pemimpin) yang mampu membangun yang bisa melihat (menempatkan) kelebihan anak buah.

Namun percayalah, bahwa tak ada orang yang besar dan dihargai di dunia karena membangun karir sebagai kritikus. Justru banyak orang yang menjadi besar, karena membangun orang lain, menumbuhkan semangat dan inspirasi bagi sesamanya.

Soal ini pun Bos saya pernah berkata yang akan terus saya camkan dalam hati. “Kalau dalam urusan mengalikan dan menambah, orang sangat pandai. Namun saat membagi, sangat susah!”

Dalam sebuah acaranya, si Golden Ways, Mario Teguh mendapat pertanyaan dari peserta “Super”nya. Dia menanyakan, bagaimana cara agar dirinya bisa membantu agar suaminya lebih hebat sehingga mampu meraih impian-impiannya.

Mario menjawab, agar si istri menjadi faktor penguat. “Jadilah pendamping yang menghebatkan. Bantu untuk membanggakan bukan merendah -rendahkan (dengan ucapan). Muliakan dia, maka kita akan dimuliakan,” ujarnya.

Soal ini, saya teringat Dahlan Iskan lagi. Konon suatu saat Dahlan melihat redakturnya belum bekerja. Pagemaker di layarnya masih kosong, belum tersentuh sama sekali. Lalu dia bertanya, ada apa gerangan?

Si redaktur menjawab, bahwa dia sedang menunggu iklan. Menurutnya, percuma saja dikerjakan, toh nanti kalau ada iklan akan dibongkar lagi. Jadi biar tak kerja dua kali.

Mendengar akan hal ini, Dahlan marah besar. “Bangsat kamu, dasar bodoh…” Pasti Anda menyangka Dahlan akan mengeluarkan kalimat rendah seperti ini kan? Sebuah kalimat yang biasa dilontarkan seorang bos besar?

Ternyata tidak. Dahlan hanya mengambil keyboard komputer redaktur tersebut, lalu dipatahkannya, “Prakkkk…” and than dibuang ke lantai. Selanjutnya dia berpesan agar bekas pecahan dan keyboard itu sendiri tak dibersihkan selama satu minggu.

Apa yang kita pelajari dari sini? Inilah wishdom yang dimiliki seorang Dahlan Iskan. Dari sini dia ingin memberi efek pengajaran yang luar biasa, selain bisa mendidik juga membangun. Dan siapapun tak akan tersakiti. Inilah yang disebut kemarahan yang fokus.

Luar biasa.

Coba kalau saat itu Dahlan mengumbar kata tajam di lidahnya, memaki dan merendahkan, maka selain membuat derajadnya merosot, juga pesan yang akan disampaikan tak akan tepat sasaran. Karena ada pepatah, bahwa teko akan mengeluarkan apa yang dikandungnya. Kalau kandungannya kotor tentu yang keluar air kotor.

Akhirnya diskusi ini saya tutup dengan ajakan, ''Marilah kita sama-sama gunakan kedua tangan kita untuk kebaikan. Tapi perhatikan, apa yang terjadi!''

---------------------------
Terimakasih Mario Teguh atas inspirasinya.

Terimakasih J amil, B udi, H asanul, uni L isya, mba U mi dan teh L ilis atas waktunya. Tujuh bulan Bung! Gila! Alangkah buruknya saya, kalau tak ada satu teladan pun yang bisa you petik!

Tidak ada komentar: