Jumat, 04 Juli 2008

Aku Orang Batam (3)


Dari sini, peradaban baru berkembang, peradaban Islam dan Bahasa Madura Sumenep, menjadi bahasa baru di Pulau Bawean hingga saat ini. Sedangkan bahasa lama sudah hilang.

Tak hanya itu, suku Bugis Mandar juga kerap mencari ikan di daerah ini dan kemudian menetap. Mereka pun ikut menyebarkan adat dan budayanya. Sementara warga Bawean yang kerap merantau ke Semenanjung Malaka, membawa pulang budaya dari negeri itu. Tak hanya itu, warga Palembang yang merajai perdagangan di pulai ini pada Zaman Belanda, ikut memberikan sumbangsih budayanya.

Semua ini menimbulkan budaya baru, akulturasi baru, hingga jadilah warga Bawean berbahasa Madura dan beradat Melayu. Sopan-santunnya dari Jawa. Di Pulau ini, juga keturunan orang Bugis memiliki ritus tersendiri saat menikahkan anaknya. Namun, orang Bawean tak mau disebut orang Madura, meski berbahasa Sumenep.

Bukankah ini juga yang terjadi di New York? Dulu kota didirikan oleh para pendatang dari Eropa. Sama seperti Batam, mula awalnya dulu timbul polarisasi budaya bahkan gesekan kuat antara orang dari suku bangsa A dengan suku bangsa B, persis saat Batam pertama didirikan dulu.

Namun, semua ini akhirnya melebur. Kini orang New York memiliki identitras budaya baru, budaya moderen dan bisnis. Hal serupa juga terjadi di Jakarta dan kota-kota leburan lain.

Lalu, kapan itu terjadi di Batam? Saat ini sebenarnya sudah tampak, meski masih samar dan kecil. Ya, paling tidak kita bisa melihat bagaimana orang Batam di perkotaan yang selalu menyelipkan kata-kata asing dalam aksen bicara khas Jakartanya. Jadi itulah Batam.

Yang paling bisa dirasakan, jika kita jalan-jalan di Tunjungan Plaza Surabaya. Di salah satu gerai mall terbesar di Jawa Timur itu, kita akan melihat restoran yang bagga menulis ”Ayam Penyet Khas Batam”. Padahal, di sana adalah markasnya ayam penyet.

Jadi apakah ini bukan identitas? Lalu akulturasi yang mana lagi yang belum terjadi? Kebanggaan dan identitas yang mana lagi yang belum diakui?

Jadi, selain dari perhitungan bisnis, bukan berarti penjual soto Madura di Batam masih membanggakan kedaerahannya. Karena jika ini nantinya terkenal, akan menjadi bakal identitas baru bagi Batam. Demikian juga yang lain.

Toh di Medan masih ada bika Ambon yang kini menjadi identitas, bahkan oleh-oleh khas daerah tersebut. Padahal, di Ambon sendiri belumlah tentu ada.

Berdirinya sebuah peradaban baru, bukan berarti menggerus habis peradaban yang lama dan peradaban pendatang itu sendiri. Yang lama tetap ada, namun diperkaya oleh pendatang. Namun bukan ada jaminan juga yang lama itu akan bertahan lama.

----------------
Foto: Tari persembahan, khas Melayu, kerap dipentaskan pada saat pembukaan sebuah acara. Inilah Batam.

Tidak ada komentar: