Jumat, 25 Juli 2008

Pergilah, Kami Mau Bertempur! (3)

Metode ini manjur, sebab mendengar kalimat ini yang tinggal malah terlecut ‘’nasionalismenya” untuk maju mengalahkan sang pesaing yang telah menerima kawan-kawannya bergabung.

Tak ada itu perpisahan, apalagi tangisan termehek-mehek! Soal hubungan pertemanan dengan yang hengkang, itu sah saja dilakukan. Namun soal kerjaan, ini masalah professional, tak ada hubungannya dengan pamitan dan termehek-mehek tadi.

Kerja bukanlah sinetron cinta yang cengeng. Kerja harus melihat ke depan, que sera-sera, what ever will be, will be!

Emang kalau tanpa orang-orang hengkang itu kenapa rupanya? Apalagi yang hengkang belum tentu orang yang berkinerja baik dan pekerjaan baru yang dia pilih belum tentu baik dari pekerjaan lamanya. Jadi buat apa?

Di kota-kota besar, pindah-pindah kerja sudah menjadi sarapan sehari-hari. Apa jadinya jika tiap perusahaan melakukan acara perpisahan atau terus mengenang-ngenang orang yang telah pergi itu, ah mending bubar saja!

Malah yang lebih tegas, di beberapa perusahaan terbuka mewajibkan perusahaan yang menerima staf ahlinya yang hengkang membayar uang transfer. Karena perusahaan sudah mengeluarkan banyak dana, mulai pendidikan internal dan lain-lain, untuk membentuk si SDM tersebut hingga sehebat sekarang.

Inti dari tulisan ini adalah, yang hengkang tak usahlah dikenang apalagi terus dipuja-puja. Justru yang bertahan dan yang loyal dan yang masih menghargai profesi ini harus diberi penghargaan, harus terus diasah, karena mau tak mau itulah aset kita.

Kembali lagi ke ketua yayasan kawan saya tadi. Saya berpesan, kini setiap kali karyawannya bertemu dengan lima orang yang hengkang tadi, menceritakanlah bahwa pekerjaan di Yayasan itu kian menarik.

Sehingga yang hengkang berpikir, ”Ah, ngapain saya hengkang ya???”

----------------
Tulisan ini saya dedikasikan untuk Agnes Dhamayanti

Tidak ada komentar: