Rabu, 02 Juli 2008

Penguasa, Beri Kami Air! (2)



Ternyata dalamnya kurang 10 meter, sementara dinding pembatasnya dibangun setinggi 1 meter dari permukaan tanah. Sumur tersebut dibiarkan tanpa tutup.

Di tengah keremangan malam itu, saya melihat bayangan bulan di permukaan airnya yang tinggal sedikit. Tak sampai 10 centi saja.

Seorang wanita paruh baya tiba-tiba keluar dari Posyandu. ”Ada apa ini?” Si pemuda pun langsung menjelaskan kedatngan saya. ”Oh... Ya beginilah Pak. Pejabat-pejabat itu hanya janji-janji saja. Begitu terpilih langsung lupa,” keluhnya.

Akhirnya saya kembali lagi ke tempat diskusi.

Sesampainya di sana, saya bertanya. Selain sumur bor, dari mana warga mendapat air. ”ATB telah membangunkan kami sebuah kios air,” katanya, sembari menunjuk kontainer putih di seberang jalan. Penasaran saya memeriksa.

Saya lihat, di sisi bawahnya banyak tersambung pipa PVC dan di sisi depan kontainer tersebut tertulis, ”Kios Air ATB”.

Kios air ini dikelola oleh rekanan ATB, tak jelas bagaimana regulasinya. Yang mendapat kepercayaan tersebut bernama Bu Ratna, tinggalnya di ujung jalan masuk ke Batumerah, dekat terminal taksi.

Dari kios ini, air dicurahkan. ATB hanya mematok harga Rp3.500 pertong. Namun selanjutnya terserah pada pengelola mau menjual berapa.

Teknisnya, jika ada warga yang berminat, maka Bu Ratna akan mengalirkan dengan selang dari kios ini. Makin jauh letak rumah dari kios, makin besar juga biayanya. Ada yang kena Rp4 ribu, bahkan Rp7.500 pertong.

Setelah BBM naik, maka harga ini kian menanjak lagi. ”Dari mana kami bayarnya. Sebab, kadang dalam sehari kami menghabiskan tiga tong,” keluh mereka.

Warga mengkalkulasi, jika dirata-ratakan dalam sehari dua tong, dengan harga Rp5.000 pertong, maka dalam sebulan bisa mencapai Rp300 ribu. Ini untuk beli air saja. Belum lagi biaya hidup yang lain. Padahal pelanggan ATB kalangan rumah tangga kecil, paling banter hanya Rp60 ribu saja perbulan.

Lebih miris lagi, saat mereka melihat kampung mereka digali untuk pipa ATB menuju Sengkuang. ”Ini jelas tak adil. Masak Sengkuang yang baru saja ada, langsung bisa dialiri ATB, sedangkan kampung kami tidak?!” ujar Raja.

''Kami sudah lelah Pak. Pokoknya kalau sampai air ATB tak juga mengalir ke tempat kami, maka pipa ini akan kami bongkar! ” ancam mereka, yang disambut semangat dari warga lainnya. ”Kami sudah bosan janji-janji, tapi kami tak ingin demo,” sambungnya.

--------
Foto: Ibu-ibu yang ikut hadir dalam duiskusi. Dari kanan: Nur, Karlina, penjual kue, dan Umiyati. Foto kiri, kios air ATB.

Tidak ada komentar: