Jumat, 11 Juli 2008

Organisasi dan Target (2)

Bahkan di organisasi semacam Muhammadiyah, juga diajar bagai mana individu selalu siap tampil di manapun dia berada. Lebih mudahnya begini, Muhammadiyah selalu mengajarkan jika tak ada imam, maka dia harus siap tampil ke depan. Intinya, tak bergantung kepada patron dan tokoh. Kapanpun diperlukan mampu mengambil keputusan.

Selain Muhammadiyah, saya rasa di semua organisasi baik spiritual material, maupun material spiritual pasti anggotanya diajar seni kepemimpinan ini. Paling tidak, berani berbicara (mengemukakan pendapat) di depan umum!

Kesadaran agar karyawan memiliki pengalaman berorganisasi sebenarnya sudah dilakukan beberapa CEO dan perusahaan besar di dunia. Kita lihat bagaimana konglomerat AS, Donald Trump di Apprentice selalu menekankan akan hal ini bagi para calon karyawannya. Hal ini juga sudah disadari di Indonesia.

Rekan saya, yang perusahaannya baru diakusisi oleh perusahaan asing berkisah, bagaimana bos barunya agak kelimpungan melihat karyawannya (orang Indonesia) kurang bisa berorganisasi.

Ini terjadi di perusahaan besar, bagaimana lagi di perusahaan kecil? Ini terjadi di Jakarta, bagaimana lagi di daerah? Pantaslah kadang mereka terseok-seok mengejar target!

Padahal, sekali lagi, dunia kerja modern bukan hanya ajang mencari uang, juga disusun berdasar organisasi yang solid!

Namun, masih kata rekan saya itu, tak ada kata terlambat untuk memulaianya. Saat ini, bos barunya terus menggiatkan cara bagaimana karyawannya terbiasa dengan organisasi. Maka mulailah dibuat program outbond, hingga mengirim jajaran manajerial AA Gym, di Daruttauhid. Di sana hanya diajar bagaimana berorganisasi dalam dunia kerja.

Selain itu, tiap tiga bulan sekali dilakukan feedback game artinya, si bawahan bebas mengkritik atasannya, atau sebaliknya. Permainannya seperti ini; biasanya ditentukan dulu siapa yang akan di-feedback, misalnya Pak A . Selanjutnya, karyawan menulis dalam secarik kertas sikap apa dari Pak A itu, yang tidak disukainya.

‘’Hasilnya cukup efektif. Ada manajer di kantor yang semula Kendal logat Bataknya, jadi hilang setelah di feedback,”kisah rekanku itu. Dengan demikian, komunikasi di perusahaan kian sehat.

Bagaimana di tempat Anda?

Tidak ada komentar: