Minggu, 19 Oktober 2008

Behavioral Identity

Ada sebuah jurus ampuh kepolisian saat melakukan oleh tempat kejadian perkara (TKP/crime scene). Ini bukan metode baru, namun menarik untuk diamati. Hal ini apa yang disebut behavorial analysis, menelaah tingkah laku atau kebiasaan.

Metode ini dinilai cukup ampuh untuk mendukung metode lain yang telah ada, seperti mencari jejak semisal sidik jari, alibi, mengendus dengan mengerahkan unit anjing pelacak atau dikenal K-9 hingga olah DNA.

Maklumlah, seiring kemajuan piranti moderen, pelaku kejahatan kian tinggi pula ilmunya untuk mengelabui polisi atau menghilangkan jejak. Sidik jari bisa ditutup, alibi bisa diatur dan seterusnya. Namun tingkah laku? Saya rasa ini sulit ditinggalkan.

Ada tiga hal yang mempengaruhi tingkah laku, yaitu biologi, psikologi dan sosiologi.

Setiap kita, tentu memiliki profil berbeda dengan yang lain. Nah, jika dianalisa tiap profil itu memiliki kekhasan tingkah laku tersendiri dan melekat sehingga menjadi ciri sosialisasi Anda.

Contoh kecil dalam keseharian (bukan dalam situasi formal), mungkin saat hendak menyikat gigi Anda lebih suka memencet odol dari tengah, namun saudara Anda lebih suka mememcet dari dasar lalu menggulungnya. Ada pula yang ceroboh, sering tumpah dan tak pernah mengembalikan tutupnya.

Inilah yang disebut ciri kekhasan tingkah laku yang melekat. Sehingga tanpa melihat langsungpun “pelakunya”, Anda sudah bisa menebak siapa yang baru saja menggunakan odol tadi.

“Ah pasti ini kerjaan si fulan! Lihat saja, mencet odolnya dari tengah. Siapa lagi yang begini di rumah ini?!” begitu ungkapan yang sering kita dengar.

Wakil Wali Kota Surabaya Arif Affandi, semasa menjadi Pemred Jawa Pos pernah berbincang dengan saya bahwa Bos Jawa Pos Grup Dahlan Iskan, mampu mengenali apakah saat itu dia ngantor atau tidak, dari hanya membaca tulisan. Rupanya tulisan Arif memiliki kekhasan sehingga mampu dikenali.

Kawan saya di kantor bahkan mampu mengenali kehadiran bosnya, dari puntung rokok yang ditinggalkannya.

“Ah ini pasti tadi Pak (dia menyebut nama bosnya) datang ya? Lihat saja, pokoknya kalau ada puntung rokok Sampurna mild yang tinggal seperempat, pasti dia tuh.”

Inti analisa tingkah laku bisa dilakukan dari cara pelaku berinteraksi, simbol-simbol yang dikenakan hingga kondisi kejiwaannya. Semua instrumen inilah yang selanjutnya membentuk sebuah profil.

Manusia adalah hewan yang berbicara dan tentu saja berpikir. Pendapat ini berarti bahwa sifat dan perilaku manusia tak beda dengan hewan, mulai berkembang biak, bersosialisasi dan mempertahankan diri. Inilah apa yang disebut Darwin dengan survival to the fittes sebagai penunjang teori evolusinya.

Karena bisa berbicara dan berfikirlah mereka membentuk sebuah peradaban sehingga kebinatangannya mampu disembunyikan dengan baik. Inilah dengan apa yang disebut manner. Namun, dalam saat tententu kadang naluri hewan ini biasanya lebih dominan dari pada akalnya. Dari sini pulalah perilaku yang melekat tak bisa dihindari.

Kadang kita dikejutkan melihat perilaku orang yang kita lihat tak biasanya itu. Sehingga sering ada ungkapan “Padahal anaknya diam lho, kok bisa berbuiat sekeji itu ya?”

Sebenarnya, bisa jadi manusia tersebut memiliki sifat keji. Namun, selama ini mampu ditutup dengan baik berkat keterampilan yang dimiliki. Tak heran apabila muncul ungkapan, kalau ingin mengetahui sifat asli manusia lihatlah saat mereka sangat tertekan dan sangat senang. Atau kalau mau memakai ilmu setan; godalah dia dengan harta, tahta dan wanita.

Dalam kehidupan pun, manusia lebih banyak mengadopsi ilmu binatang. Tahukah Anda, sebelum prajurit tempur menemukan seni kamuflase, bunglon sudah melakukannya.

Saat Archilles belum memikirkan kuda trojan, sejenis kumbang sudah menyusupkan telur-telurnya ke sarang semut. Sehingga saat menetas nanti, anak-anaknya bisa memakan stok makanan semut itu.

Sebelum manusia membentuk organisasi berdasarkan pembagian tugas kerja, semut sudah membentuknya. Bahkan saat seni akting belum ada, sejenis ular sawah sudah melakukan hal ini. Saat ancaman datang, ular ini akan berpura-pura mati dengan menelentangkan badan lalu mengeluarkan bau bangkai.

Contoh lain, sudah lama harimau selalu menandai teretorinya dengan air kencing, manusia pun juga “tak mau kalah” dengan menandai teritorinya dengan warna, brand, tato, grafity, panji-panji dan semacamnya.

Jadi, inilah behaviorial identity. Dengan menganalisanya, kita akan mengenal siapa kawan atau bahkan musuh kita.

Tidak ada komentar: