Sabtu, 04 Oktober 2008

Ucapan Selamat Lebaran

Dulu sehari sebelum lebaran, ibu saya selalu dikagetkan datangnya telegram dari paman di Malang, Jawa Timur. Setelah dibuka, isinya hanyalah ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Ibu kaget, karena di kampung kami telegram selalu identik dengan berita kematian atau hal-hal yang mendesak lain. Cara kerjanya yang menggunakan sinyal morse, memungkinkan berita telegram sampai dalam hitungan menit.

Kalau hanya ucapan selamat lebaran, biasanya warga di kampung kami menggunakan kartu lebaran.

Dulu saya sangat senang jika menerima kartu lebaran dari saudara dari Malysia, selain cetaknya sangat bagus, juga dilengkapi musik yang akan berbunyi kala kartu tersebut dibuka. Lagunya, tentu saja selamat hari raya berdurasi 1 menit.

Sementara kalau menerima kartu lebaran dari saudara di Jawa, saya suka bosan. Bentuknya ya itu-itu saja, warnanya hijau kuning, kalau tak bergambar ketupat, pasti masjid. Begitu terus

Karena itulah mungkin, mbak Ida, sepupu kami di Surabaya, selalu membikin sendiri kartu lebaran untuk dikirim ke ayah. Bentuknya tentu saja berbeda, lebih tren dan bergaya muda.

Hingga di tahun 90-an, kami tak lagi menerima kartu lebaran buatan sendiri dari mbak Ida. Hal itu setelah Harvest menerbitkan edisi kartu lebaran eksklusif. Tentu saja harganya agak eksklusif pula.

Zaman bergulir, ketika zaman ponsel melanda, kartu-kartu lebaran mulai tersingkir berganti SMS dan MMS. Sistemnya real time, menit itu diketik, menit itu juga sampai. Komunikasipun tak lagi saru arah, feedback lancar, sehingga bisa saling bertukar salam dan foto.

Asalkan jangan ngirim pas hari “H”-nya, karena suka macet. Kalau tak gitu suka delay berjam-jam. Maklum, di hari itu saat menuju BTS lalu dipancarkan ke ponsel tujuan, SMS saya harus bersaing dengan ratusan juta SMS lain. Jangankan SMS, nelepon saja susah. “Jaringan sibuk, jaringan kacau” begitu tulis pesan di layar ponsel.

Karena itulah, saya lebih senang berkirim ucapan selamat lebaran atau nelepon pada sehari sebelum lebaran. Jadi lebih aman dan sampai.

Namun kini, berkirim salam silaturahmi lebaran lebih hebat lagi, setelah ada internet, dalam hal ini blog. Cuma, perlu modal kamera dan sedikit waktu untuk mengolah foto sebelum di-posting.

Beda dengan komunikasi via telepon atau seluler, media internet mampu menembus batas-batas wilayah dan negara dengan lebih murah dan lebih puas.

Kini, tanpa saya menggambarkan dengan bercerita panjang lebar, saudara saya yang tinggal kampung halaman, Pulau Bawean, Jawa Timur sekalipun dapat menyaksikan aktivitas keluarga saya dari mulai salat Id hingga silaturahmi ke rumah-rumah kerabat di sini.

Demikian pula sebaliknya, sekali klik saya juga bisa melihat suasana berlebaran di kampung halaman, lengkap dengan model baju dan jenis kuih-muih yang disajikan. Dari sini kami pun terlibat perbincangan menanggapi gambar masing-masing.

Selamat datang di desa global.

Tidak ada komentar: