Sabtu, 04 Oktober 2008

Dari Nol Lagi



Lebaran tiba, semua larut dalam keharuan dan kemeriahan. Ponselpun tak henti berdering, pertanda tibanya SMS ucapan “minal aizin wal faizin maaf lahir dan batin,” seakan berlomba dengan kumandang suara takbir yang keluar dari pengeras suara masjid dan surau.

Di rumah-rumah tak kalah meriah. Kaum ibu menyiapkan ketupat lepat, lengkap dengan opor ayam dan opor sayur nangkanya. Entah siapa yang memulai, menu ini seolah menjadi penanda meriahnya lebaran.

Toples-toplespun keluar dari pertapaan. Setahun sudah disimpan, kini dicuci bersih, dihias rapi lalu diisi kuih muih untuk para tamu yang bertandang. Dinding rumahpun dicat dan menebar bau khas, lantai mengkilap, pekarangan rapi.

Silaturahmipun dimulai, maaf bermaafan diucap. Suasana penuh syahdu dimulai. Istri bersimpuh di hadapan suami, disusul anak bersimpuh di kaki orang tua. Selanjutnya disambung ke rumah kerabat.

Setelah sebulan berpuasa, kini perut dipaksa bekerja keras lagi. Dari rumah ke rumah, aneka kuih lebaran silih berganti masuk bersama air munum aneka warna. Limun, air gas aroma ceri, teh kaleng, lalu air limun lagi; kali ini rasa jeruk. Lanjut dengan jus, air mineral, limun lagi, limun lagi.

Jika kerabat yang agak dekat, kuih muih tak lagi dikudap. Sebab, meja makan telah menunggu. Di sana sudah tersedia… ya, sama saja dengan di rumah, ketupat lepat dan opor ayam bersama sayur gulai. Semua berbahan santan. Santan + santan + semua serba santan = kolesterol.

Namun untuk penghargaan, jamuan ini tetap dicicipi, meski perut baru diisi. Padahal di hari yang sama, sebuah Universitas di Wisconsin AS baru saja merilis hasil penelitian bahwa kebanyakan makan bisa mengakibatkan gangguan fungsi otak, hipertensi, kencing manis dan penyakit seram lain.

Sebenarnya peringatan ini sudah sempat dilakukan Rasulullah dulu. Sunahnya mengajarkan, mengisi perut dengan sepertiga air, sepertiga makanan, sepertiga lagi udara. Rasul juga bersabda, makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang, karena kekenyangan sama saja melakukan dosa!

Sementara itu, di jalan raya gegap gempita ratusan bikers berlalu lalang saling kebut, saling potong dengan membawa anak istri. Mereka bebas melaju meski tanpa helm di kepala. Oh rupanya hari ini pak polisi amatlah baik hati, sehingga tak lagi meniup peluitnya. Pintu maaf di hatinya terbuka lebar.

Tapi, bagaimana jika nanti ada kecelakaan? Apalagi posisi anak yang mereka bawa selalu berada di jok depan, sehingga bila ada sedikit saja hentakan, pasti mereka akan lebih dulu terpelanting. Kan kita semua tahu, jalan di Batam banyak berlubang? Perlukah aturan dilaksanakan setelah menelan korban terlebih dahulu?

Ah… Sudalah, semua sibuk merayakan hari kemenangan. Tapi kemenangan siapa? Apakah kita memang telah memenangkan sebuah peperangan yang lebih berat dari perang Badar ini? Wallahualam bissawab.

Kini setelah semua perayaan ini usai, kita baru tersentak. Karena yang tersisa dari semua ini hanyalah kenyataan. Kenyataan untuk melanjutkan hidup. Yang mudik bersiap balik, membawa harap dan kawan dengan segunung harap pula.
Semua berjalan, semua berulang bak pesan pendek yang terekam di ponsel saya.

Hari ini mulai dari nol lagi. Kolesterol, hati-hati. Finansial tekor, kasih bandrol senyum abadi yang penting berusaha tidak tampak tolol di mata Tuhan, iya kan? Selamat merayakan cinta… (sesujud maaf dari kami).

Tidak ada komentar: