Selasa, 07 Oktober 2008

Berguru Pada Sniper

Sangat menarik begitu melihat aksi seorang sniper dalam film besutan Hollywood dengan judul yang sama. Mungkin karena mendapat respon yang bagus dari peonton, maka film ini sampai dibuat dua sequelnya, Sniper II.

Yang saya pelajari dari film ini adalah ketepatan dan kecermatan dalam megatasi masalah. Juga ada sedikit taktik. Intinya, agar tepat sasaran harus selalu fokus, meski apapun yang terjadi.

Agar hasil kinerjanya maksimal, mereka harus mengatahui karakter sasaran. Setelah itu, mencari tempat bidikan yang bagus, dengan menghitung jarak tembakan, arah dan kuatnya hembusan angin, serta spesifikasi senapan dan peluru yang dipakai.

Setelah semua matang, tibalah mengunci sasaran sembari menunggu saat yang tepat sebagai penyebab untuk menarik pemicu (triger). Akhirnya, dor… sasaran tumbang.

Fokus dan konsentrasi yang dimiliki si sniper ini, bukannya didapat dengan tiba-tiba. Mereka harus melalui latihan khusus memusatkan konsentrasi. Untuk itu, si sniper harus memiliki kondisi fisik yang prima dan bebas dari penyakit jantung.

Mereka juga dididik bagaimana kerjasana tim. Ada yang bagian membaca arah angin, atau sebagai pengalih.

Sementara itu, latihan dasarnya harus mengerjakan beberapa soal yang menuntut konsentrasi tinggi sembari diganggu kebisingan beragam yang datang tiba-tiba. Yang paling berat, kadang harus membidik sasaran berupa sebuah tali yang dipegang rekannya sendiri.

Ibarat kisah Ivan Hoe yang membidik apel dengan panah di atas kepala anaknya, jika meleset bisa-bisa jiwa kawan sendiri jadi taruhan.

Ini baru beberapa latihan yang diketahiui umum saja, yang tak dipublikasikan, tentu akan lebih berat, berat, berat lagi. Tentu harus lebih fokus, fokus, fokus lagi, harus lebih konsentrasi lagi.

Konon mereka juga diajar konsentrasi ala sumo, yaitu, badan masih di tempat tapi jiwa sudah mengembara ke mana-mana. Karena itulah mengapa saat sumo bermeditasi, konsentrasinya susah diusik oleh bunyi sekeras apapun.

Karena beragam latihan kecermatan inilah, setelah lulus sniper akan menjadi seekor elang. Meski bermil-mil di atas langit, matanya selalu awas sehingga bisa menangkap pergerakan mangsa yang kadang hanya seekor tikus kecil.

Fokus yang dilakukan para sniper dalam membidik sasaran ini, juga dilakukan oleh beberapa eksekutif di perusahaan-perusahaan besar dalam mengejar target.

Jika seniper saat membidik target selalu mempertimbangkan arah angin, kecepatan peluru dan sebagainya, di manajemen harus mempertimbangkan situasi pasar, kekuatan dan kelemahan (strenght dan weakness) dari target dan diri sendiri. Dari sini, akan mampu mengatasi masalah dengan baik. Tentunya setelah mempertimbangkan penyebab dan pemicunya.

Satu hal yang sering menjadi kelemahan perusahaan tentunya kualitas SDM, perangkat kerja dan pemenuhan kebutuhan Maslow. Ini pulalah yang selalu menjadi penghambat saat akan fokus membidik target tadi.

Untuk itu sebelum program dijalankan, haruslah selalu mempertimbangkannya, karena hal ini melibatkan kerja tim, bukan individu. Di sinilah perlunya seni memimpin tim yang baik.

Ibarat klub sepak bola, pemain yang buruk tentunya akan menjadi beban klub itu sendiri. Namun, dengan penempatan posisi yang bagus, maka akan membantu mengurangi beban tersebut.

Contoh sederhana, saat ini di Sumatera Barat ada ibu dan anak yang menjcari nafkah dengan menjual atap rumbia. Si anak, matanya buta sedangkan si ibu lumpuh. Meski demikian, keduanya tetap bisa mencari nafkah. Caranya si ibu menjadi mata, sedangkan si anak menjadi kakinya. Luar biasa.

Kadang kita suka gatal ingin mencontoh beberapa perusahaan besar dalam menjalankan bisnisnya. Atau ingin meniru polah CEO Apple Steve Jobs yang menerapkan disiplin dengan tangan besi.

Berkaca pada Steve Jobs, saya rasa wajar saja dia berbuat demikian, karena sudah merasa memberikan kesejahteraan yang baik bagi karyawannya. Wajar saja dia menerapkan target berat, karena kualitas SDM dan perangkat kerja yang dimilikinya memang top abis.

Lalu apa tak boleh? Tentu boleh. Sah-sah saja untuk memicu motivasi. Namun tetap harus diingat, tak semuanya yang ada di perusahaan besar tersebut bisa diterapkan, sekali lagi bisa diterapkan, karena karakteristiknya tentu berbeda.

Kelemahan dan kekuatannya juga berbeda. Misalkan saja soal kualitas SDM, perangkat kerja, kesejahteraan dan lain-lain tadi. Karena rendahnya tiga instrumen ini sering membikin tim kurang fokus dalam mengejar target. Tiga hal ini pulalah yang menjadi penyebab dan pemicu sebuah pembangkangan.

Selain metode membidik target tadi, dalam menangani beragam masalah internal, seorang pimpinan harus juga fokus. Yang paling kecil saja, saat menegur kesalahan anak buah, janganlah merembet ke mana-mana, karena hanya akan melemahkan mental tim.

Jika kesalahannya hanya karena terlambat, tetap saja marahnya terfokus pada soal keterlambatannya. Jangan lantas melebar ke hal lain.

Fokus dalam perusahaan juga dapat diartikan konsisten, tidak latah apalagi asal-asalan. Khususnya dalam membikin dan menjalankan program baik itu planning, organizing, actuating dan controlling. Intinya, haruslah tetap mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada. Ingat, semakin kecil perusahaan, semakin besar pula pertimbangan.

Jika semuanya sudah dipahami, maka bidikanpun akan lebih fokus. Ibarat membidik sasaran dengan memakai senapan serbu made in Pindad, tentu berbeda dengan memakai senapan khusus sniper buatan AS. Maka itu, selain tetap fokus, target haruslah tetap dalam jangkauan.

Tidak ada komentar: