Selasa, 07 Oktober 2008

Danny Ismeth (1)


Selasa (7/10) sekitar pukul 14.15, saya bertemu Rahmatsyah Ramadhany MBA,MSc, atau biasa disapa Danny Ismeth. Nama ‘’Ismeth” merujuk pada nama ayahandanya, Ismeth Abdullah yang kini menjabat Gubernur Kepulauan Riau. Danny diusung Partai Golkar untuk menuju kursi DPR dari Kepri.

Pertemuan saya dan Danny dihelat di sebuah rumah komplek elit, kawasan Batam Center. Rumah tertutup pagar besi tinggi ini terletak di pojokan.

Tanahnya sangat luas, sekitar 400 meter persegi. Di samping kiri ada sebuah tanah kosong, di sana berdiri sebuah gazebo berbahan bambu dan beberapa tanaman hias.

Saat saya ke sana, dua orang Danny menyambut. “Oh tak usah dilepas, masuk aja” katanya, saat melihat saya akan melepas sandal saya yang kotor dan basah oleh hujan. Memang saat itu hujan deras beserta guntur tengah menguyur, membuat pakaian saya basah.

Selanjutnya saya dibimbing menuju ruang tamu yang berada di sayap kanan rumah. Lantainya berbahan kayu batangan warna coklat tua. Untuk menuju ruang tamu ini, saya melintasi ruang dekat pintu. Jika digabung, luasnya sama seperti luas rumah saya.

Meski besar, rumah ini dibiarkan kosong. Perabot yang ada apa adanya (namun untuk ukuran saya sudah cukup mewah); di ruang tamu hanya ada satu set sofa vinyl warna hitam. Di sisi kanan dindingnya, terpajang sebuah lukisan 2 meter x 180 cm, bergaya Victoria berbingkai plastik dengan relif ukir warna keemasan.

Di langit-langit tampak menghias lampu gantung kristal dengan lampu warna putih, modelnya persis dengan yang tergantung di ruang dekat pintu; namun yang itu lampunya berwarna kuning. Sementara itu, ruang tengah diabuarkan kosong melompong. melihat kondisinya, saya yakin Danny tak tinggal di sini.


Siang itu, Danny tampil sangat casual. Ujung kemeja putih lengan pendek yang dia kenakan tampak dibiarkan tak terobras, sehingga seratnya berhambur ke luar. Sebuah kaca mata minus frame ramping menghias kedua matanya. Modelnya mirip yang dipakai Afgan.

Dari gambaran ini, jelas bahwa Danny orang yang amat terorganisir dan memperhatikan penampilan. Istilahnya fashionable. Tak heran saat akan saya foto dia menolak, “Jangan deh, tak enak. Masak saya pakai baju seperti ini? Nanti saya kasih foto yang rapi,” balasnya.

Semula saya hanya diam saja saat Danny berbicara tentang buah pikirnya untuk memajukan Kepri jika dia terpilih kelak. Pengalamannya berorganisasi di AMPI dan di Golkar, membuatnya cukup tuntas dan rinci saat berbicara. Di sini kiprah Danny banyak bergelut di bidang hubungan luar negeri, sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Sedikit mengulas, Danny memang keturunan orang-orang besar. Kakeknya SM Amin adalah Gubernur Riau pertama. Amin-lah yang mengusulkan agar Riau lepas dari Sumatera Tengah. Dulu pusatnya masih di Tanjungpinang, bukan di Pekanbaru seperti saat ini.

Padahal saat itu, kondisi keamanan daerah ini masih membara di tengah pemberontakan permesta dan lain-lain. Kakek buyutnya dulu adalah orang yang memiliki jabatan penting hingga banyak mengenal beberapa pejabat Karisidenan Belanda di Tanjungpinang.

Terlepas dari dia anak seorang gubernur, Danny sendiri termasuk orang muda yang sukses dan berotak encer. Di usianya, sudah menjabat bagian Treasure di Bank Eksim. Di bank, jabatan ini merupaan posisi puncak.

“Orang banyak melihat keluarga kami yang sekarang. Padahal dulu kami tak seperti ini. Sejak kecil saya selalu dididik mandiri. Bahkan saat kuliah, saya kerap nyambi bekerja kasar seperti memotong bingkai, sebelum akhirnya bekerja sebagai bendahara kampus,” kisahnya.

Danny adalah lulusan universitas di Amerika. Tak heran dia sangat amat fasih dan berpengalaman dalam hubungan luar negeri. Pengalaman kerjanya di bank membuatnya tak hanya mahir bekerja, namun berbicara dan menganalisa soal ekonomi khususnya keuangan.

Semua instrumen dia hafal, mulai capital market dan equity market, hingga menejemen perencanaan yang dia sebut manajemen by insiden dan manajemen by objektif.

Sampai di sini, saya sempat terkagum-kagum. Benar kata Pemred Radar Surabaya Leak Kustya, “Keluarlah, pembaca koran saat ini (adalah orang) pinter-pinter,” katanya. Untuk itulah, saya makin tertarik menguras apa saja di balik kepala Danny.

Sebenarnya saya kurang berminat bertanya tentang programnya, saya lebih memilih berdiskusi (berguru) soal ilmu Danny yang lain. Misalnya, soal bagaimana hukum-hukum ekonomi dan krisis global saat ini.

Saya hanya meminta dia berkomitmen supaya tak melupakan Kepri; itu saja. “Nanti kalau ada apa-apa di Kepri, Andalah yang pertama saya cari Pak,” ujar saya.

Danny pun setuju. Menurutnya, memang komitmen itu perlu. “Saat ini sudah terlalu banyak orang (DPR) yang pinter, namun yang punya komitmen itu yang sulit. Mereka hanya memandang jabatan sebagai pekerjaan saja, bukan amanah,” sebutnya.

“Kalau begitu masih bagus Pak! Kadang mereeka memandang jabatan sebagai proyek saja,” sambung saya.

Terus terang, selama ini banyak wakil rakyat dari Kepri di DPR, tak mau tahu lagi masalah daerah ini setelah dia duduk. Hal ini dilatar belakangi mereka yang dipilih itu bukanlah berasal dari daerah ini, atau meski dari Kepri. Atau ada juga yang tinggal di Kepri, namun aslinya adalah orang rantauan misal dari Jawa atau Sumatera.

“Bagaimana kami bisa mengetahu kinerja Anda untuk daerah ini saat Anda sudah duduk di DPR nanti?” kejar saya. Danny terdiam, selanjutnya dia menjawab akan melakukan komunikasi intens dengan media.

“Pak Danny, media hanyalah sebuah sarana saja. Maksud saya Pak Danny harus menjemput masalah, memasang mata dan telinga tentang apa yang terjadi di Kepri ini. Sehingga Anda bisa langsung memecahkannya,” saran saya.

“Kalau tak salah, Wali Kota New York, Bloomberg apa ya Pak? Saya agak kurang pasti juga. Setiap minggu dia menyediakan waktu bagi masyarakat untuk mengetahui kinerejanya.”

‘’Ah tak usah jauh-jauh Pak, Wapres Yusuf Kalla juga melakukan ini tiap habis salat Jumat. Saya harap, Pak Danny bisa meniru langkah mereka. Serhingga, warga Kepri bisa memantau terus kinerja Anda, dan merasa tak dilupakan oleh Anda,” ujar saya panjang lebar.

Danny pun menyanggupinya. “Untuk Kepri, saya akan berupaya membuka ponsel 24 jam penuh. Kenapa ya orang-orang setelah menjabat kok jadi sombong, tak mau lagi mengenal orang-orang yang dulu mendukungnya?” tanyanya.

Tidak ada komentar: