Sabtu, 18 Oktober 2008

Berkata Regalia


Anakku Regalia kini telah memasuki bulan ke 5. Kini dia memasuki fase “lapar kata”. Tak heran, Regalia kini giat melakukan “olah vokal” dan mencari padanan kata-kata baru. Meski menurut saya itu bukanlah sebuah kata, melainkah hanya sebuah ocehan.

Kalimat yang sering terlontar dari mulutnya adalah, “Waaaa (panjang lalu berhenti dan disusul) Wa aaa (kali ini pendek-pendek). Selanjutnya, ”Eaaaaa… aeeeee… mbeaaaaaa… eeeee… emmmmmmhhnggg… enyaaaa… yaaaa… nyaaaeeee… aong… mbang….” Bahkan, ”Ayaaaahhhhhh….!”

Semula saya sempat ge-er. Tapi saya buru-buru sadar, bahwa kata ”Ayah” lebih mudah diucap anak seusia Regalia daripada ”Bunda”, tentunya.

Adakalanya Regalia melakukan eksplorasi pada tenggorokannya. Biasanya hal ini dialakukan di saat kesendirian, karena mungkin harus melakukan konsentrasi yang agak rumit.

Maka keluarlah suara tenggorokannya yang has itu. Kadang ada bunyi falseto dan yang paling sering keluar adalah suara seraknya, sampai-sampai dia terbatuk-batuk.

Semua ocehan atau lebih tepatnya teriakan ini, dilakukan Regalia ketika bangun tidur, saat mandi atau usai ngedot. Wah, ramai jadinya.

Jika dirunut, cikal fase “lapar kata” Regalia dimulai sejak usianya menginjak 3 bulan. Meski tak seheboh sekarang, saat itu Regalia sudah mampu mengaluarkan tiga bunyi yang berarti kata resah atau ingin keluar dari suasana gerah dan sumpek, senang dan gembira.

“Hni… hnni……. (panjang dan berulang).” Ini berarti dia sedang dalam keadaan tak menyenangkan. Kalau tak diindahkan, biasanya jeritan ini akan berakhir dengan suara mirip batuk kecil, hik hik hik, lalu menangis.

Sedangkan saat gembira Regalia selalu mengeluarkan kata “Hndi…” Namun saat tenang dan ngoceh, Regalia hanya mengeluarkan kata, “Hnti….”

Yang menarik melihat bahasa tubuh yang dia lakukan saat melafazkan kata-kata ocehan itu. Biasanya tangannya mengacung-ngacung mirip orasi Bung Karno, sedangkan kedua kakinya menghentak-hentak.

Selain hal tersebut di atas, Regalia kini sudah lebih baik mengenal lingkungannya. Bahkan, dia kini sudah mempu menandari perilaku orang tuanya.

Misal begini, wajahnya akan berubah ceria, mata berbinar dan senyum selalu mengembang, manakala dia melihat ibundanya memakai jilbab. Karena itu pertanda dia akan segera diajak jalan-jalan ke mall atau ke rumah sanak saudara di Batam.

Namun, wajahnya akan tegang, matanya liar manakala melihat saya berdiri rapi di depan kaca. Karena itu adalah pertanda bahwa saya akan pergi tanpa mengajaknya.

Ini kembali lagi terjadi pada Jumat pagi lalu. Saat itu saya akan berangkat ke BTN untuk membayar KPR. Regalia pun mulai resah, tangisannya meledak begitu saya tak tampak lagi di pandangannya.

Agar diam, saya harus memberi pengertian. Saya gendong, lalu saya ajak bicara bahwa saya akan bayar kredit rumah. “Ayah harus berangkat sekarang. Kalau sampai telat, nanti ayah akan kena denda,” jelas ku.

Ya begitulah. Saya memang selalu berkomunikasi dengan Regalia, seperti saya berbicara dengan cara memberi pengertian apa adanya.

“Tapi bukankah dia masih kecil?” kawan saya bertanya. Justru di masa-masa inilah pembentukan jiwa dimulai. tentunya kita tahu, di masa tiga tahun ke bawah ini 100 miliar sel otaknya akan bekerja seperti super spon. Apa saja bisa diserap dengan cepat. Karena itulah, maka harus diajar memahami persoalan dengan jelas dan benar.

Saya menolak saran kawan yang menyuruh agar saya mengatakan akan ke dokter saat anak saya rewel ingin ikut.

“Bilang aja, ‘Ayah mau suntik. Kalau kamu ikut, nanti kamu disuntik juga. Atau bilang aja mau ketemu Pak Polisi. Kalau kamu ikut, nanti ditembak!” saran kawanku.

Menurut saya, ini saran tak mendidik dan dapat merusak perkembangan mental anak. Lagian, apa salah dokter dan polisi? Profesinya terlalu mulia jika karakternya harus saya rusak hanya demi menenangkan anak.

Selain itu, menenagkan anak dengan cara menakut-nakuti hanyalah membuat anak bermental lembek dan manja. Cukuplah saya mengajarkan padanya agar takut pada Allah semata. Bukan pada jarum suntik Pak Dokter, pistol Pak Polisi bahkan hantu sekalipun.

Dan yang lebih tercela dari semua ini adalah, saya telah mengajar anak saya berbohong!

Anak adalah suatu yang bersih. Ajaran orangtuanya-lah yang membuat mereka tambah bersih atau malah penuh coretan.
-----------
Klik foto untuk membesarkan

Tidak ada komentar: