Selasa, 07 Oktober 2008

Uang dan Gaya Hidup Praktis

Salah satu fungsi uang adalah membikin hidup lebih praktis. Bayangkan saja, dulu masih alat tukar ini belum ada, orang-orang berdagang dengan cara barter. Yang punya kerbau, mebawa kerbaunya ke mana-mena untuk ditukar dengan orang yang punya beras.

Di masa kini, kepraktisan uang lebih tampak lagi. Orang tak perlu lagi jauh-jauh jalan kaki ke rumah makan padang kegemaran, karena dengan uang lebih, bisa melakukan pesan antar.

Saat musim mudik kemarin, berjam-jam orang-orang kelas ekonomi berdesakan antre di mulut-mulut pintu masuk bandara. Setelah itu, masih harus menuju loket boarding, selanjutnya kembali berdesakan menuju gerbang keberangkatan.

Proses ini masih melalui pemindaian barang-barang. Ponsel pun bolak balik keluar masuk saku untuk diletakkan di keranjang kecil, samping pintu pemindai agar badan kita tak berbunyi. Begitulah, repot, letih.

Sementara yang kelas eksekutif, bisa lebih praktis. Datang tak perlu antre, karena lounge sudah menyambutnya legkap dengan kursi malas, sajian televisi, buku bacaan hingga musik kesayangan. Jika haus, minuman sesuai selera siap diantar. Demikian juga saat lapar.

Tak perlu lagi repot boarding, karena semua sudah ada yang ngurus. Demikian juga, tak perlu harus berbagi keringat dengan penumpang lain di gerbang keberangkatan, karena saat pesawat akan take-off sudah ada yang memberitahu agar kita segera naik. Di dalam kabin sana, sebuah kursi lebar siap menampung badan untuk rebah.

Semua kepraktisan ini hanya dapat dibeli dengan uang. Ini hanyalah sebuah contoh, di antara banyak lagi kepraktisan yang bisa diraih uang.

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana bila ada orang kaya yang bergaya hidup seperti orang miskin, atau ada orang miskin yang bergaya mirip orang kaya. Apakah hidup si orang kaya tadi tidak praktis dibanding si orang miskin?

Belum tentu. Saya rasa itu hanyalah pilihan saja.

Kita sering melihat bos besar sebuah perusahaan raksasa yang lebih enjoy naik taksi dari pada dikawal-kawal. Padahal sebuah Jaguar masih terparkir di garasinya. Mungkin dengan bergaya seperti itu, dia merasa lebih praktis dan nyaman. Bukankah dalam hidup ini yang penting adalah bagai mana agar kita nyaman. Kalau tidak buat apa?

Sedangkan bagi orang miskin, berlagak kaya tentu bukanlah pilihan yang nyaman. Sebab, bagaimanapun sudah mengingkari nurani dan anggarannya. Kalau tak cukup bagainana? Sementara pemasukan hanya segitu-gitunya. Dalam psikologi komunikasi orang ini masuk dalam golongan yang mengingkari perannya (conflict of rule). Ini jelas sangat maksa dan tak menjadikan uang untuk menjadikan hidupnya praktis.

Soal kepraktisan uang ini, sempat tersirat dalam konsep ekonomi syariah. Di sana diajarkan, hendaknya uang dijadikan penunjang transaksi, bukan objek jual beli. Dengan demikian kita tidak jadi tamak dan rakus. Selain itu, akan terhindar dari keambrukan ekonomi, sebab dana cadangan selalu tersedia.

Inti dari uraian ini adalah, uang akan membuat hidup lebih praktis jika yang kita utamakan adalah kebutuhan, bukan keinginan.

Tidak ada komentar: