Minggu, 12 Oktober 2008

Mati Ketawa ala Dewan

Suatu hati, saya sempat kumpul-kumpul dengan beberapa anggota DPRD dan para calon anggota DPRD. Dari arah pembicaraan, canda-canda ini lebih mirip orientasi bagi para calon anggota DPRD itu. Demi menghargai privasi, nama-nama tak saya sebutkan.

“Ha ha ha ha… Hati-hati ya, (jadi anggota) dewan itu banyak penyakitnya.”
“Apa itu?”
“Suka kawin, ha ha ha.” Ketawa diikuti yang lain.

“Aku kagum juga sama Si Y**i (dia menyebut anggota DPRD). Bayangkan, (istrinya) bisa cukup empat gitu.”
“Iya, tapi gajinya tak cukup. Habis untuk makanin empat-empatnya. Ha ha ha.”

“Ada yang lucu kalau aku ke Jakarta. Di sana biasanya anggota DPR dari kalimantan kan kaya-kaya. Pasti punya simpanan. Biasanya anak Indramayu.”

“Ah kalau mereka sudah terkenal tuh. Kan di sana kaya-kaya. Macam kisah artis A***l E**a dengan A*********n J***u itu.”
“Lho itu kan udah kawin ya. Ada fotonya di infotainmen.”
“Ah, sebenarnya itu mau dipakai aja. Tapi karena takut dosa makanya, diajak ijab kabul. Namun setelah satu kali pake, rupanya si A**n ingin pakai terus tu artis. Makanya dia tak mau.”
“O… Jadi si A**n hanya ingin gratisan aja ya? Ha ha ha ha. Ada aja akalnya. Ha ha ha.”
“Lagian siapa yang mau disosor terus sama si A**n, giginya sudah ompong gitu. Ha ha ha.” Semua tertawa berjamaah. Aku juga.

Lelaki ini ini terus bercerita tentang sepak terjang anggota DPR dari Kalimantan. Pernah suatu saat ada wanita muda turun dari mobil di sebuah rumah lalu. Bersamaan dengan itu ada wanita separo baya juga turun dari mobil. Lalu mereka terlibat perbincangan.

”Cari siapa Mbak?”
“Ibu cari siapa juga di sini?”
“Ya suami saya.”
“Lho, saya juga mencari suami saya.”

“Ternyata suami mereka sama. Ha ha ha…” (Ketawa bareng lagi, termasuk aku).

“Pokoiknya ibu-ibu yang suaminya anggota dewan harus hati-hati, jika jalan suaminya miring ke kanan. Itu sudah pertanda.”
“Apalagi kalau ada telepon dia panggil, kemana Teh? Wah itu sudah pertanda tuh.”
“Apalagi jika ada terselip kacamata di pinggangnya. Wah pasti itu cari cewek. Ha ha ha.”

“Yang paling harus diperhatikan jika saat ditelepon ngomong rapat. Rapat di mana? Di lantai?”
“Ha ha ha”
“Apalagi kalau sudah ngomong diskusi. Itu artinya ‘disikat di kursi’. Ha ha ha.” Semua ikut ketawa.
“Ada kawan aku bilang begini. ‘Saya habis pulang kerja tak bisa kalau kaki tak dipijit.’ Lalu aku tanya, lho kalau lagi keluar kota gimana? ‘Ya tetap harus dipijit. Tapi untuk itu, ajudan sudah tahu’, Ha ha ha.” (Ketawa barelng lagi. Aku ngakak juga).

“Kalau kawan saya lain lagi. Tiap ke Batam, selalu saja ke mall. Entah ngapain di sana. Eh rupanya, di sana dia pakai kacamata hitam lalu pura-pura nelepon sambil lihat kiri kanan. Jika ada ABG yang merespon langsung dideketin tuh.”
“Oh, jadi begitu guna kacamata hitam itu ya?”
“Ya iya lah.”

“Ah, pokoknya mereka sama semua. Penyakitnya KPLP.”
“Apa itu?
Ketemu perempuan Lupa Pulang!”
“Ha ha ha, KPLP. Bagus singkatan itu. Ada ada aja. Ha ha ha.” (hanya sedikit yang ikut ketawa).

“Jadi anggota dewan ini sama saja dengan pengusaha. Kalau pengusaha ketemu selalu bicara proyek, sisanya ngomongin Usbek, amoy dan lain-lain.”
“Kalau politisi gimana?”
“Ya sama saja, tiap dapat anggaran pasti bicara itu itu juga ha ha ha.”

“Yang lucu ada kisah kawan saya di DPR. Ceritanya simpanannya mau minta cerai. Lalu hakim bertanya, ‘Ngapain minta cerai. Kan tiap bulan sudah dikirimi cek?’ Lalu si wanita ini menjawab, ‘Kan yang saya butuh bukan sekadar cek bulanan pak hakim, tapi juga ‘cok’. Ha ha ha.” Semua tertawa. Aku juga ikutan, kali ini terpingkal-pingkal sampai perut sakit.

“Memang repot juga punya simpanan. Kalau di Eropa abad pertengahan dulu, itunya sampai digembok.”
“Makanya, kalau para Kasim (petugas dalam istana keputrian) selalu dikebiri Bang.” Aku menimpali.

“Ada lagi yang lucu. Saat berangkat ke Singapura dia berdua dengan istrinya. Tapi begitu tiba di Bandara, suaminya bilang begini, ‘Ma, duluan aja deh. Aku masih ada urusan di belakang.’ Padahal dia nelepon janjian ketemuan sama simpanannya ketemu di Singapura. Ha ha ha ha ha.”

Hingga satu jam omongan ini terjadi. Akhirnya saya minta stop aja. Perut saya sakit. Lebih sakit lagi lihat si calon anggota dewan yang tambun itu. Dari raut wajahnya, tampak sekali dia tak sabar ingin mencicipi pengalaman seperti senior-seniornya ini.

Sabar ya pak. Tak akan lari gunung kembar dikejar, he he he…

Tidak ada komentar: