Jumat, 20 Juni 2008

Evolusi Gaya Hidup Seluler (3)


Saat pertama kali memakai ponsel itulah, saya teringat saat bertemu kawan lama yang baru datang dari Amsterdam, Belanda, pada lebaran tahun 1997. Dia berkisah, di Eropa masyarakatnya sudah sangat familiar dengan ponsel. ”Kadang satu orang bisa memiliki dua hingga tiga nomor,” terangnya.

Mengapa demikian? Karena harga nomor dan pulsa amat murahnya. ”Perdetik bisa hanya Rp5 saja. Bahkan kadang ada yang jual nomor berhadiah ponsel,” kisahnya kala itu.

Tak hanya itu, di sana sering ada promo. Kadang operator A tarifnya lebih murah dari operator B dan C atau sebaliknya. ”Maka itulah pentingnya punya banyak nomor. Jadi masyarakat bisa memilih menggunakan kartu mana miliknya yang murah,” ujarnya.

Saat baru punya ponsel itu, sebenarnya saya mengidam-idamkan hal ini terjadi di Indonesia. Dan kini setelah 13 tahun berlalu, barulah saya merasakan kebenaran kisah teman dari Eropa tersebut. Apa yang dia ceritakan, kini sudah dirasakan. Kini ponsel bukannya ham yang aneh lagi.

Harga nomor dan pulsa juga sudah sedemikian murahnya, SMS sudah bisa ke semua operator, dan ibu-ibu pun sudah tak lagi deg-degan saat telepon rumahnya berdering, karena kini mereka tak lagi harus membayar biaya percakapan jika panggilan itu datang dari ponsel.

Para penggila musik pun bisa mengunduh dan memutar lagu hingga video klip pujaan di layar ponsel. Tak hanya itu, kita juga bisa menciptakan video pribadi.

Bahkan warga suku terasing pun kini sudah tak lagi terasing, malah mereka kian maju karena pertukaran informasi kian deras setelah jaringan Telkomsel menjangkau daerahnya, sehingga mereka sudah menikmati gaya hidup dengan ponsel dan teknologinya. Apalagi, kini operator seluler sudah memberikan tarif murah baik antar sesama dan ke semua operator.

Kini mereka tak lagi hanya bisa SMS-an, bahkan bisa melakukan tukar-tukaran foto via MMS, hingga video call face to face dengan lawan bicara yang dulu hanya terjadi di film-film fiksi. Sebab jaringan 3G sudah kian luas.

Saking majunya teknologi ponsel dan turunnya tarif seluler, kini wartawan pun tak lagi membawa peralatan berat saat meliput berita. Cukup membawa ponsel multimedia saja. Di sisi lain, para citizen jurnalism pun kian subur.

Jauh di tahun 1948, Wyndham Lewis dalam bukunya America and Cosmic Man pernah memprediksi bahwa akan datang suatu masa yang disebut global village atau desa global. Hal ini juga dianalisa Herbert Marshall McLuhan dalam bukunya The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man (1962) dan Understanding Media (1964).

Mc Luhan menggambarkan, saat itu kemajuan teknologi kuminukasi menyebabkan manusia di bumi akan hidup bak dalam satu desa. Semua akan saling mengenal, tanpa ada lagi batas-batas wilayah. Kini semua prediksi ini kian nyata, dan Telkomsel ikut andil mewujudkannya.
-----------
Keteranagn Foto: Ponsel kian terjangkau. Suku Laut pun kini pakai ponsel.

Tidak ada komentar: