Senin, 09 Juni 2008

Kejujuran di Pasar

Sejak berumah tangga, ada kebiasaan baru yang tiap minggu tengah saya lakoni saat ini. Apa lagi kalau bukan mengantar istri ke pasar basah, beli ikan dan sayur-mayur untuk keperluan seminggu.

Pasar basah yang kami tuju adalah Mitra Raya. Maklum, tempatnya sangat dekat dengan rumah. Hanya 100 meteran saja. Selain itu, ikan dan sayurnya segar-segar dan murah.

Bagi saya main ke pasar ibarat de ja vu. Masa kecil saya banyak dihabiskan di sini. Maklum, almarhum orang tua kami adalah pedagang kelontong di Pasar Sangkapura, Bawean, Jawa Timur. Jadi saat pulang sekolah, saya sering main ke pasar, lalu ikut ibu membeli sayur mayur dan lauk pauk yang letaknya satu blok dari pasar kelontong.

Kini setelah berumah tangga, hal itu terulang kembali. Benar juga kata orang, hidup ini hanya melakonkan kisah yang dulu pernah dipentaskan kita atau orang-orang tua kita.

Di balik amisnya darah ikan, ada hal yang menarik bisa di petik di pasar basah ini. Yaitu, pengunjungnya sangat jujur.

”Jujur” di sini saya maksudkan adalah dari penampilannya. Karena beda dengan pengunjung mall, yang cenderung hedonis dan bertopeng make-up, pengunjung pasar basah tampil apa adanya. Paling banter, bagi kaum hawa, hanya memakai bedak. Itupun sangat tipis. Bedak apa? ya sembarang, bisa jadi bedak bayi warna putih atau bedak Viva nomer 4. Yang penting tak berminyak.

Sehingga, kalau mereka menarik dilihat, ya aslinya memang demikian. Tak bermake-up saja sudah oke, apalagi pakai? Inilah yang saya sebut jujur.

Pakaian yang mereka kenakan juga ala kadarnya. Mayoritas bagi yang paruh baya memang daster motif batik, namun bagi ibu-ibu muda tren tersebut mulai bergeser dengan memakai t-shirt dan celana 3/4.

Selain itu, bagi ibu-ibu muda tersebut juga tak mengharamkan memakai parfum. Dari jenisnya, umumnya merek yang harganya Rp400 ribu per300 mili.
Untuk sandal, umumnya sama saja, sandal jepit karet. Selain murah, juga anti slip.

Tidak ada komentar: