Jumat, 13 Juni 2008

Aku, Saya, dan Koran (2)


Selanjutnya dia mengkritik tulisan yang ”bersaya-saya” di media itu. ”Ini terlalu ego. Seakan hanya mereka sendiri yang hebat. Padahal di luar ’tempurungnya’ banyak orang lain yang lebih besar,” jelasnya beranalogi.

”Mungkin orang-orang ini mau meniru Dahlan Iskan, Kak,” kataku. Bukannya Dahlan Iskan sering bersaya-saya di tiap catatannya?

”Ah itu berbeda. Saya sering baca tulisan Dahlan Iskan, tapi saya tak merasa Dahlan Iskan menyombongkan diri di depan saya,” jelasnya.

Dia menjelaskan, dalam catatannya Dahlan selalu menceritakan tentang apa yang diamatinya. Dia menggunakan kata ”saya” di tulisannya, hanya pada saat melakukan penelitian agar pembaca juga ikut merasakan. Jauh dari kesan membanggakan diri.

Kakakku mencontohkan tentang tulisan pengalaman Dahlan Iskan naik Concorde dulu. ”Saat melaju saya tempelkan tangan ke jendela, ternyata tidak panas...”

Lalu, ”Setelah sampai, penumpang banyak yang dijemput keluarganya pakai Mercy, sementara saya hanya naik bis, sambil membawa sertifikat...” Demikian kakakku memberi contoh.

”Beda dengan tulisan di koran ini, baru satu alinea saja saya sudah ada enam kata ’saya’ yang saya temukan. Isinya juga tentang membanggakan dirinya. ’Saya punya mobil’, ’Saya orang yang hebat’, dan lainnya,” beber kakakku itu.

Menurutnya, di Jawa saja yang masyarakatnya masih memandang patron, sangat anti dengan hal-hal semacam ini. Apalagi di Batam. Apa untungnya pembaca akan informasi begini? ”Paling mereka berkata, ’Ah lantak kau lah, emang kenapa rupanya. Suka-suka kau saja semua’,” ujar kakakku, menirukan pendapat ramai.

Dalam ilmu psikologi dasar selalu ditekankan, ''Coba Anda hitung berapa dalam sehari Anda mengucapkan kata 'Saya'. Setelah tahu, cobalah untuk dikurangi.''


Ah menarik juga perbincangan ini. Memang ”onani” bisa bikin orang lupa daratan.

----------
keterangan Foto: Wajah koran Aku. Isinya tentang Aku

Tidak ada komentar: