Selasa, 19 Agustus 2008

Akan SEZ-kah Kita Saudaraku?

Akankah status Batam jadi special economic zone? Akankah Batam bersemi bagai dulu lagi? Jawabnya, tidak! Masih jauh bung!

Inilah petikan perbincangan yang saya lakukan dengan kawan, orang pemerintah, yang banyak mengetahui rahasia orang-orang dalam di Batam ini.

Semula perbincangan berlangsung santai, hingga akhirnya mengarah pada status Batam yang belum juga special economic zone. Uraiannya rumit, namun saya sederhanakan seperti ini:

”Kamu tahu tidak, ganjalannya di mana?”

”Belum bang. Kata berita sih, presiden belum terima draftnya dari Gubernur, sedangkan Gubernur balik lempar lagi,” jawabku.

”Ya, ganjalannya di Otorita Batam. Kalau mereka rela dan ikhlas, besok juga kita SEZ!” jewab kawan saya itu serius.

Selanjutnya dia menerangkan maksud dari ”tergantung keihlasan OB” tersebut. Seperti diketahui, OB akan dilebur menjadi Badan Pengelolaan Kawasan jika SEZ terbentuk. Nah, di sinilah masalahnya. Di Badan ini, pengambil keputusannya paling tinggi harus dijabat Eselon II, sedangkan OB paling tinggi Eselon I.

”Pertanyaannya, apa para deputi itu mau turun pangkat jadi eselon II?”

Alasan yang lebih memberatkan lain adalah, ke mana nantinya karyawan OB itu akan dilebur? Sebab, susunan organisasi Badan Pengelolaan Kawasan amatlah ramping, yang tentu saja tak bisa menampung semua karyawan OB saat ini.

Alternatif lain, dengan melebur mereka ke beberapa Kabupaten yang ada di Kepri. ”Cuma masalahnya, apa para pegawai OB itu mau? Apalagi sudah keenakan tinggal di Batam,” jelasnya.

Sementara itu, para Pemkab itu belum tentu juga mau menerima penempatan para pegawai OB, sebab tak ada yang Melayu, sehingga kuota pegawai tempatan tak bisa terpenuhi.

”Yang paling memberatkan, para pegawai OB itu sudah bergaya high class, jadi mana mau mereka hidup sederhana lagi. Inilah yang bikin orang-orang di Pemkab itu alergi,” jelasnya.

Dari sinilah, saat ini konon di pusat, OB melakukan segala cara agar posisinya tak tergoyahkan. Semua ini dilakukan bukan masalah kepentingan rakyat, tapi sudah mengarah mengamankan kepangkatan, keuasaan, dan kepentingan pribadi saja.

Selain itu, saat ini blueprint SEZ masih belum jelas. Kadang tumpang tinding. Ada poin yang menyebutkan, orang yang duduk free trade zone lebih tinggi posisinya dari SEZ. ”Padahal FTZ itu, masuk dalam bagian SEZ, bersama free port zone dan lain-lain,” ujarnya.

Ada juga ditemukan kasus, susunan orang yang duduk di Dewan Kawasan, ternyata di SEZ Batam dia duduk sebagai anggota. Sehingga, tak mungkin ini bisa terjadi, sebab statusnya lebih tinggi Dewan Kawasan.

Banyak lagi ketidak beresan lain, sehingga SEZ belum juga terbentuk. Misalnya soal pertanggungjawaban yang mestinya di seskab, malah masuk ke setneg. Belum lagi ada orang ''dalam'' di pusat yang ditugaskan menggagalkan SEZ ini. Waduh.

Lalu di manakah peran instansi vertikal? Ini juga belum jelas. Apakah mereka masuk ke dewan kawasan atau tidak? Kalau mereka masuk ke Dewan Kawsan, maka akan bertanggungjawab ke siapa? Ke departemennya atau ke ketua Dewan Kawasan? Sementara mereka selama ini strukturnya terkait ke pusat, bukan daerah.

Masalah ini juga terus hangat di Pemko. Sehingga ketika dalam rapat pertama para petinggi pemko Batam dengan Wali Kota Batam yang mantan humas OB, mereka berseru, ”Pak saya harap Bapak di sini benar-benar menjadi wali kota Batam, bukan orang OB. Karena kalau tidak, kami dan kawan-kawan tidak akan mendukung.”

Saat itu Wali Kota Batam menjawab, ”Kalian jangan khawatir lah!”

Dari uraian sederhana ini saya berpikir, wajar saja SEZ di Batam belum juga terbentuk. Yang lebih parah, perang dingin OB-Pemko belum juga usai.

Tidak ada komentar: