Sabtu, 16 Agustus 2008

Cerpen-cerpenan

Kawanku, Pak Ucuk, rakyat jelata di Bengkong Harapan terkagum-kagum mendengar cerita Pak Acang, kawan lamanya yang baru saja ketemu sejak peristiwa kebakaran besar yang melumatkan Jodoh.

Bom bom tawa, saling terlempar di suasana pertemuan itu. Teras rumah Pak Ucuk yang sederhana itu seakan jadi saksi pertemuan dua sahabat kala saling meluahkan kisah heroiknya masing-masing.

Dari percakapan ini, lambat-laun Pak Acang tampak di posisi memimpin. Banyak sekali bahan-bahan yang dia lemparkan, sehingga membuat bibir Pak Ucuk mengerucut, dahinya mengernyit, larut dan hanyut dalam liku cerita Pak Acang yang dinilainya spektakuler.

Apalagi saat Pak Acang berkisah akan banyaknya pejabat dan artis yang dia kenal.

”Saya tiap hari sudah biasa mondar mandir di kantor camat. Bahkan, sering jumpa ama wali kota,” jelas Pak Acang, dengan nada agar keras, dengan harapan dapat didengar tetangga sekitar Pak Ucuk.

Ternyata kiatnya ini berhasil didengar tetangga sekitar yang sedari tadi lapat-lapat mendengar obrolan ini.

”Ah betol ni Bang, kenal same pak Wali?” Sambut Mak Inah, yang entah bagaimana ceritanya kok tiba-tiba wajahnya nongol dari balik pagar.

”Walah, walah walah. Ya iyalah Mak, masak ya iya dong. Duren aja dibelah, bukan dibedong. Bayi kalee, he he he,” jawab Pak Ucuk, coba melempar canda dengan mengutip bahasa gaul dari album terbaru Project Pop.

Mak Inah yang jelata nan lugu itupun kian penasaran. Jaraknya kian mendekat masuk ke teras Pak Ucuk. Seiring dengan itu, tetangga yang lain kian ramai yang penasaran, ingin melihat ada apa gerangan. Di antara mereka ada Mbok Dariyem, artis lokal yang oportunis dan Lae Sahat, calo apa saja di dinas mana saja.

”Manelah Bang buktinya. Saye nak tahu.”

Belum habis Mak Inah menelan ludah usai melempar tanya itu, tiba-tiba telapak tangan Pak Acang sudah menghadang wajahnya. Di sela jemarinya, mengapit foto Pak Acang berdua dengan Pak Wali.

”Neh, masih tak percaya juga,” katanya.

Di foto itu tampak Pak Acang berdua dengan Pak Wali. Gayanya aduhai benar, bak bunga dengan tangkainya.

Kontan saja, foto tersebut langsung jadi rebutan para tetangga Pak Ucuk. Sesekali gumaman kagum, terlempar dari bibir mereka.






”Wah, hebat betul ya Pak Acang...”

Warga yang lain malah mendekat ke Pak Ucuk, sambil mencubit perutnya yang buncit, dia berbisik,

”Sssst... Hebat kali kawan Pak Ucuk ini rupanya...”
Pak Ucuk menyambut pujian itu dengan senyum menengadah, tanda bangga.

Tak mau melewatkan kemeriahan ini, Pak Ucuk pun memanggil istrinya.

”Bunda.... Tambah teh atau kopi hangat buat Pak Acang ya. Kawan Abang ini,” serunya, bangga tiada terkira.

Maka, jadilah Pak Acang sebagai bintang malam itu. Apalagi, saat dia membeber beberapa nomor henpon dan kartu nama para pejabat dan pengusaha yang dia kenal.

Macam-macam, ada pengusaha panci, rujak manis, hingga kambing kurban. Juga ada beberapa kepala dinas, seperti dinas malam, dinas pagi, bahkan ada dinas siang hari. Poknya komplet.

Tak hanya itu, juga ikut pamerkan, aneka foto bersama para artis.

”Ini artis yang lagi heboh di tipi. Itu loh, yang punya goyang pengaduk dodol. Nah ni dia ratunya. Kawan saya nih,” ujarnya, sembari memamerkan foto dirinya bersama sang ratu goyang pengaduk dodol itu.

Wah, kian terkagum-kagumlah warga kala itu. Namun di tengah hiruk-pikuk warga yang lagi mabuk kekaguman akan Pak Acang, ada juga di antara mereka yang cerdas. Lalu bertanya.

”Emang kerjaan Pak Acang apaan ya?”

Sontak semua terdiam, sorot mata mereka serentak menuju Pak Acang, seolah menagih jawaban.

Jawaban Pak Acang inilah yang membuat kisah ini jadi antiklimaks.

”Saya wartawan!” jawab Pak Acang.

Warga yang tadinya sudah semangat, seakan tersadar dari hipnotis.

”Ya... Wartawan... Ya nggak hebat lah... Justru kalau wartawan tak kenal orang penting itu yang aneh,” gerutu warga, berganjak mengambil sandal masing-masing, lalu pulang.

Mak Inah pun yang tadinya berbinar, kini redup lalu ngedumel pulang. ''Alamak, mending tadi saye bikin kangkung belacan, daripade dengar bual Pak Acang. Macan tutul saje, eh maksudnya macem betol saje.''

Namun, tak semua yang pergi dari tempat itu. masih ada Mbok Dariyem dan Lae Sahat.

''Ha ha ha... malah kebetulan. Siapa tahu, dengan menempel Pak Acang popularitasku kian naik. Selanjutnya, saya bisa jadi anggota dewan. Mumpung lagi musim artis nyalon dewan,'' batin Bu dariyem.

Sementara itu, Lae Sahat langsung nembak. ''Ah... Abang kan kenal pak camat, maka itu bolehlah kiranya bantu usruskan KTP saya, ha ha ha.''

Tidak ada komentar: