Selasa, 19 Agustus 2008

Untuk Koes (2)

Dari sinopsis ini, Pak Kus membutuhkan pemeran Sutawijaya. Maka sayapun terpilih. Sedangkan peran Arya Penangsang diperankan oleh Arifin, anak kelas III SMA Muhammadiyah.

Arifin memang cocok mendapat peran ini. Tubuh pemuda Anak turunan Bugis Mandar ini tinggi besar, wajahnya kasar, kalau berbicara matanya melotot.

Bagi saya, manggung bukanlah hal yang baru, sebab saat itu saya juga aktif sebagai vokalis grup band Grand Funk. Namun untuk main drama, tentu menjadi hal baru.

Di bawah gemblengan Pak Kus, saya diajar bagaimana bermain drama. ”Kuncinya di pernafasan dan impriovisasi,” ujarnya.

Singkat kata, lakon dimulai. Kostum saya saat itu memakai celana hitam setinggi betis, baju putih berompi hitam dengan lis kuning emas di tiap sisi. Tak lupa memakai ikat kepala, khas pendekar tanah Jawa.

Yang paling saya suka dan ingat dalam pementasan ini, kala saya mengacungkan keris terhunus di tangan kanan, lalu berteriak, ''Paman Arya keluarlah. Mari kita bertarung!''

''Hei anak kecil! Berani sekali kamu!'' balas Arya Penangsang. Penonton pun hening mendengar dialog ini.

Selanjutnya, terjadi pertarungan yang akhirnya keris yang saya pegang berhasil menghujam jantung Arya Penangsang!

Lakon selesai. Penonton pun puas dan menjadi bahan cerita saat pulang ke rumah masing-masing.

Berkat tangan dingin Pak Koes itulah, saya sukses membawakan peran ini. Tanggapan masyarakat pun mengalir, hingga membuat ayah dan ibu bangga.













(oh, saya tak kuat membendung air mata kenangan ini. Ayah semoga engkau damai di sana)















(saya lanjutkan lagi)

Kesuksesan pementasan ini, membuat Pak Koes kian akrab dengan saya. Hingga setahun kemudian, saya diajak ikut lomba membaca puisi. Judulnya, Pangeran Diponegoro. Namun, saya kalah. Dari sini saya sadar, bahwa berkesenian tak bisa di-take granted semua. Harus ada minat dan bakat juga.

Waktu berlalu, hingga pada 2005 lalu, Kakak saya mengisahkan pertemuannya dengan Pak Koes di Malang. Tepatnya di Oro-oro Dhowo. Penampilannya masih seperti yang dulu, dengan celana cutbray dan rambut beatle-nya. Bedanya kini sudah beruban.

”Dia banyak menanyakan keberadaan kamu. Saya jawab kalau kamu suidah di Batam, sudah bekerja seperti apa yang diinspirasikan Pak Koes dulu,” jelas kakakku kala itu.


---------

Pak Kus, di mana gerangan kini? Jika suatu masa bapak membaca tulisan ini, sudilah kiranya menghubungi saya.

Tidak ada komentar: