Senin, 11 Agustus 2008

Pimpinan Kawanku

Kawanku punya teman, temannya punya kawan yang perusahaan tempat dia menabung cita, komitmen, dan menyambung hidup berulang tahun. Dia menulis…

Ah, syukurlah semua berjalan sesuai yang direncanakan, meski ada sedikit improvisasi tentunya. Namun tetap manis.

Padahal, ada ganjalan pada detik-detik terakhir. Detik-detik yang menentukan. Kala itu, saya berkeinginan membuat resume tentang perjalanan perusahaan ini dan rupanya disetujui.

Hingga pada saat H – 2, ternyata bahan-bahan laporan belum juga ada. Kepala pimpinan pun bertanya, agak panik (seperti biasa), tentang sejauh mana kesiapannya. Tak hanya itu, dia meminta agar beberapa penjual juga dimasukkan dalam daftar laporan saya itu.

Lalu, saya jawab saja apa adanya. ‘’Ini kerja tim pak. Jadi sekarang menunggu bahan dari tim, belum juga masuk,” pak kepala pimpinan mafhum. Tak lama, dia menghilang dibalik skat-skat ruang kantor.

Hingga dua jam setelahnya, HP saya berdering. Dari nadanya saya tahu kalau itu dari pak kepala pimpinan. ‘’Ini saya tadi sudah wawancara beberapa penjual yang saya nilai berjasa. Jangan lupa dicek,” pesannya.

Penasaran, saya cek. Gila! Hasilnya perfect banget. Sesuai dengan apa yang saya harap dan rencanakan. Yang bikin saya haru adalah, pak kepala pimpinan ini bekerja sangat cepat. Padahal tim lain belum juga ada yang menyetor laporannya pada saya

Yang bikin haru, kepala pimpinan ini masih mau terjun ke lapangan mewawancarai penjual, memotretnya, dan membantu kerjaan saya yang nota bene masih anak buahnya level ke sekian sekian sekian. Padahal kalau mau, dia bisa menyuruh para bawahan saja untuk mengerjakan masalah ini..

Saya memang cukup kagum, maklum yang saya tahu selama ini kebanyakan pak kepala pimpinan yang saya kenal adalah orang yang maha eksklusif dan maha benar. Kadang selalu ingin diperlakukan istimewa. Sehingga rawan gesekan. Ibarat bermain api, silap sedikit bisa membakar. Bahaya sekali.

Yang paling nyebelin, sikapnya mirip aristokrat zaman Victoria. Kalau bertemu tak mau menatap orang yang tak selevel. Jadi, jika menatap saja enggan, apalagi bercakap-cakap. Apalagi membantu-bantu.

Dan yang lebih miris, kadang mirip dokter spesialis menghadapi pasen. Senangnya tinggal dalam ruang yang tertutup, entah apa yang dikerjakan di sana. Mungkin memang bekerja, atau mungkin hanya chatting atau nge-blog? Entahlah, yang jelas selalu dalam ruang tertutup.

Akibat sering melihat model kepala pimpinan semacam inilah, membuat saya mengagumi kisah raja raja atau bos-bos yang merakyat. Misalnya Dahlan Iskan. Bos Jawa Pos Grup ini masih mau jadi loper koran saat HUT Jawa Pos. Gila. Toh gengsinya tak juga luntur.

Kembali lagi ke pak kepala pimpinan tadi. Saya jadi salah tingkah. Maklum, beberapa hari lalu saya usai mengkritiknya habis-habisan. Dari sinilah saya terbetik untuk berterima kasih. Ya dong, jangan hanya sikap kurangnya saja yang diingat, kebaikannya harus dikenang. Ini sportif namanya.

Tak lama, HP saya berdering lagi. Pak kepala pimpinan nelepon lagi, mengatakan bahwa bahannya sudah dibikin, ‘’Apa sudah kamu cek?”

Saya jawab sudah. Dan…. ‘’Begini Pak, Bapak boleh bilang saya menjilat atau apalah. Tapi terus terang, saya berterimakasih sekali, Bapak sudah mau repot membantu kerjaan saya. Ternyata saya tak sendiri Pak,” jelas saya.

”Ah, ya sudahlah…” jelas Pak kepala Pipinan.

Begitulah kisah kawanku punya teman, temannya punya kawan.

Tidak ada komentar: