Senin, 11 Agustus 2008

Minggu Pagi di Piayu

Minggu pagi kemarin, saya ke Tanjungpiayu (saya lupa alamat tepatnya), ikut menyerahkan bantuan kepada anak-anak kurang beruntung. Di antaranya kursi roda kepada penderita lumpuh layu dan kaca mata bagi yang mengalami gangguan penglihatan.

Ada perasaan haru saat memasuki perkampungan tersebut. Rumah-rumah di sini sangat sederhana. Umumnya tipe 27, seluas 60 meter persegi. Dinding batako tampak menyembul karena tak semua rumah di sini diplester.

Gang yang membelah perumahan ini sangat sempit, 2 meter kurang. Sehungga kalau ada dua sepeda motor papasan di gang ini, maka jalan akan tersumbat.

Sanitasi di komplek ini juga kurang sehat. Parit kecil dengan air yang tak mengalir, kian membuat nyamuk betah bersarang.

Penghuni di sini umumnya keluarga dengan penghasilan rata-rata Rp2-3 juta perbulan. Mereka dulunya imigran asal Jawa yang bekerja sebagai buruh kontrak di Kawasan Industri Batamindo, Mukakuning. Selain pekerja, ada juga yang berwirausaha dengan membuka warung kelontong dan nasi.

Tanjungpiayu ini sendiri berasal dari daerah pindahan penggusuran warga Duriangkang, sebelum kawasan itu dibuat dam.

Namun yang cukup bikin iri dalah suasana kekeluargaan. Di daerah ini, penduduknya saling kenal. Saat saya ke sana, tampak ibu-ibu saling bertegur sapa. ‘’Titip rumah ya, saya mau ke pengajian dulu,” ujar salah seorang ibu, berbaju kurung. Bahannya cukup bagus, tak kalah dengan kaum gedongan.

Di tengah deretan rumah penduduk ini ada tanah kosong, yang dijadikan sarana olah raga. Di hari Minggu it, saya melihat anak-anak muda berolah raga bulu tangkis.

Di sini saya juga melihat anak kecil bermain riang, tak individualis. Seorang diantaranya tampak tidur di tengah gang yang kotor itu, sembari menangis sekerasnya, karena mainannya direbut kawannya yang memiliki badan lebih besar.



-----------
Regalia anakku, anak sebayamu di sini tumbuh dengan kondisi seadanya. Tidur beralas spingbed yang sisinya sudah menghitam, kadang juga dari tikar ayaman pandan. Hanya kipas angin kecil saja yang menjadi alat pengusir gerah.

Di sini juga anak sebayamu biasa diakrabkan ketetangga oleh orang tuanya dengan naik kereta dorong bayi yang roda-rodanya sudah aus dan tak lagi lurus.

Namun mereka bahagia… Mereka ceria…

Tidak ada komentar: