Rabu, 13 Agustus 2008

Etos

Beberapa hari lalu, saya membaca berita tentang Marganas Nainggolan kala pertama kali mengembangkan Batam Pos.

Menurut lelaki yang kini menjabat PO Batam Pos Grup itu, dulu hanya 3 jam saja dia bisa tidur. Waktunya dimulai pukul 8 pagi-12 siang, sudah sibuk ngurus usaha, duilanjutkan pukul 12-22 malam, dia ngurus redaksi, dan pukul 22 hingga pukul 4 pagi, dia habiskan ngurus percetakan. Luar bisa.

Menyikapi ini, sisi diriku terlibat diskusi panjang.
Bak retorika sufisme, si malas berkata sambil mencari pembenaran, ”Ya iyalah, kan dia belum berrumah tangga. Jadi wajar!”

Selanjutnya, si nge-bos, berkata, ”Ya salah dia sendiri. Kan dalam dunia kerja, ada pembagian tugas, mengapa tak dia suruh saja nak buahnya kerja. Toh memang itulah tugas anak buah. Kalau aku jadi Marganas, mending bergaya bak raja, naikkan kaki ke meja, perintah sana-sini, lalu tidur. Habis perkara!”

Namun si rajin berkata lain. ”Mestinya kita harus termotivasi oleh kinerja Marganas. Bos besar, namun masih mau turun langsung. Bukankah Dahlan Iskan mengajar ilmu (menulis, namun saya rasa pesan Dahlan ini mencakup hal lain) itu harus ditularkan? Bahkan milioner nyentrik Amrik, Donald Trump, pun masih melakukan pengawasan melekat sehingga ’rasa’ dia tetap bisa terjaga. Jadi meski dia tak ada, ’rasanya’ tetap terasa.”

Etos itu bukan kondisi dan situasi. Etos adalah sifat dasar manusia itu sendiri. Kalau malas ya malas saja. Kalau hanya alasan tentu bisa dicari kan? Sepintas masuk akal, sehingga kita terpesona.

Kalau nge-bos ya nge-bos saja, beribu dalil manajemen manajemen bisa saja dilontarkan. Orang macam begini, mirip politikus saja.

Tapi kalau memang rajin ya akan tetap rajin, meski di depannya ada atau tidak sang bos.

Contoh, kalau memang keluarga jadi alasan, mengapa Dahlan Iskan (dalam bukunya ganti hati dia menulis) yang kala itu sudah berkeluarga dan beranak pinak, masih mau bekerja dari pagi sampai malam? Bahkan dalam tulisannya dia berharap agar sehari semalam bisa 26 jam!

Terkait semua inilah mungkin, sehingga Dahlan pernah berpesan kepada para GM-nya dalam sebuah rapat umum. ”Memelihara orang yang tak kompeten sama saja dengan memelihara masalah.”

Bahkan kawan saya pernah berkata kepada CEO-nya, ”Si biang masalah itu adalah kangker, jadi harus segera dipotong agar tak merusak yang lain!”

Sedangkan Bapak Turki Moderen Mustapha Kemal Attarturk pernah berpesan salah satunya berbunyi, ”Berbuatlah, bukan karena saya tapi karena bangsa ini. Sehingga saat saya sudah mati, perbuatan kalian akan tetap dikenang.” Pesan-pesan Kemal ini masih terukir di kediamannya yang kini dijadikan museum bangsa Turki. Museum etos.

Tidak ada komentar: