Sabtu, 23 Agustus 2008

Pisau Popularitas

Popularitas itu ibarat pisau bermata dua bagi manusia. Ibarat pohon, makin tinggi, makin kuat pula terpaan angin.

Saat kita mulai populer, itu sama halnya dengan kita membuka ruang bagi orang lain untuk menilai diri kita. Atau ibarat berdiri di cahaya lampu sorot dalam pentas opera. Semua mata tertuju pada kita, semua langkah dan gerak selalu di lihat dan dinilai.

Semua orang ingin tahu tentang siapa dan apa diri kita, tak ada lagi ruang yang tersisa. Tak hanya pujian yang manis, cacian hingga fitnahan pahit pun kerap dilayangkan. Bahkan ada yang sampai memparodikan segala. Maka itu kalau tidak siap, akan bikin kita sendiri yang susah.

Contohnya, Albert Einstein. Parodi kartun dan komiknya banyak dibuat hingga masa kini. Mulai dari rambutnya yang amburadul atau ekspresi wajahnya yang dibuat “melet” atau teorinya sekalipun. Tak bisa dibantah penemu teori relativitas ini sudah jadi selebriti dunia sains. Namanya bahkan identik dengan kata genius dan gila itu sendiri.

Di tanah air sendiri kita banyak melihat parodi serupa. AA Gym contohnya. Semua tata cara bicara hingga berpakaian dai kondang ini kerap ditiru. Bahkan ada yang memparodikannya. Namanya AA Jimmy.

Tak hanya itu, kemarin saya lihat gambar plesetan AA Gym tercetak di kaos oblong. Di sana, AA Gyim diplesetkan sebagai Kolonel Sanders penemu KFC. Gambarnya dibuat persis, cuma bedanya bersurban. Di atasnya ada tulisan, ”Rajanya Bayan”, sebagai plesetan kalimat Rajanya Ayam, slogan bisnis KFC.

Tak hanya itu, Presiden SBY, Gus Dur, Mega hingga Soeharto pun kerap diparodikan. Dulu ada nama acara Republik BBM, namun kini udah tak tayang lagi.

Ini adalah sebuah konsekuensi dari popularitas

Ibaratnya, kalau takut dihempas gelombang, janganlah tinggal di tepi pantai. Jadi, percuma saja berlayar, kalau kau takut gelombang...

Tidak ada komentar: