Kamis, 28 Agustus 2008

Kenangan Ramadan (4)

Adapun yang lain, mengiringi dengan aneka tetabuhan akustik dari alat musik semisal jerigen besar untuk bas, klenengan untuk simbal, dan kentongan.

Kadang juga mereka membawa fujung, semacam kendi yang kepalanya ditutup balon. Alat musik ini mampu menghasilkan suara yang lebih ngebas. Ada juga yang pakai gitar dan sound system yang diangkut di gerobak.

Tung-tung ini kadang juga dimanfaatkan anak muda yang kasmaran. Biasanya saat melewati rumah pujaan hatinya, mereka selalu melempar pantun yang berisi pujian kepada sang gadis. So sweet.

Agar tercipta ke kompakan harmoni indah, maka biasanya sebelum a tung-tung, mereka latihan dulu lagu apa saja yang akan dibawa. Karena mentradisi, seni tung-tung ini kerap dilombakan saat perayaan hari besar Nasional, seperti 1 Muharram dan 17 Agustus.

***

Sahurpun menjelang.Untuk mempersiapkan sajian, ibu harus mempersiapkannya sejak jam 12 malam. Maklum saat itu penanak nasi elektrik belumlah ada. Kompor gas pun masih jarang, makanya masak nasi masih memakai kayu bakar dan dandang. Sehingga saat sahur hasilnya akan hangat.

Selanjutnya, kami sekeluarga larut dalam kebersamaan, menikmati hangatnya teh hasil racikan tangan ibu. Menu favorit saya saat sahur adalah kuah bening. Kami menyebutnya ‘’kla konce.”

Kalau sudah ikut sahur, saya pun tak berani untuk tak berpuasa. Kakakku selalu mengatakan, kalau sahur tak puasa maka kepala saya akan tumbuh tanduk. namanya juga masih anak-anak, makanya saya percaya saja.

Setelah sahur usai, saya bersiap ke langgar. Sebelum azan Subuh melantun, saya dan kawan sebaya sudah ngumpul di langgar. Lagi-lagi kami main lagi. Kali ini petasan yang bentuknya seukuran batang rokok mild.

‘’Tar… tar…” begitu bunyinya. Kami pun girang.

Saya ada kisah lucu soal petasan ini. Saat itu kawan saya bernama Samsu, menyulut petasan lalu dia buang ke jamban yang berada di belakang langgar. Samsu mengira jamban itu kosong.

Namun apa yang terjadi?

Ternyata di jamban itu ada Mama lagi buang hajat. Tentu saja, bunyi ledakan petasan mengejutkan Mama yang lagi asyik merenung itu. Spontan Mama langsung naik amarah. ‘’Hei… nakal kali anak anak ini, hamper saja saya jatuh ke parit!” katanya.

Kamipun kaget, lalu ambil langkah seribu sambil menahan tawa. Setelah jauh, barulah kami meledak, ‘’Ha ha ha ha…”

Samsu memang hobi main petasan. Reputasinya sudah terkenal. Ada saja idenya. Bahkan suatu hari dia pernah bereksperimen meledakkan kotoran sapi dengan petasan ini. Yang unik dari Samsu adalah hidungnya selalu meler atau beringus. Kami menyebutnya ‘’oseng”. Karena itulah Samsu selalu digelar ‘’oseng”.

Selanjutnya, momen Ramadan usai salat Subuh masih juga kami lewatkan dengan bermain monopoli. Saat itu, yang punya permainan ini hanya saya. Jadi, lokasinya ya di rumah. Permainan ini memiliki rentang waktu panjang, hingga dua jam. Jadi pas untuk menunggu malam.

Tidak ada komentar: