Senin, 25 Agustus 2008

Lumpuh Layu

Senin pagi, saya mendapat tugas dari kantor menyerahkan kursi roda sumbangan Maria Monic Last Wish Foundation, untuk anak-anak penderita lumpuh layu dari keluarga tak mampu. Tenpatnya di Karimun, satu jam perjalanan laut dengan feri.

Ada rasa haru saat melihat momen ini, ketika saya melihat dari dekat kondisi mereka. Semuanya hanya tergolek lemas tak berdaya. hanya bola mata saja yang mampu mereka gerakkan sebagai isyarat.

Di sini pula, saya melihat ketulusan hati orang tua. Khususnya sang ibu, saat itu saya benar-benar melihat bahwa surga itu ada di telapak kakinya. Dengan sabar mereka merawat si anak yang badannya hampir seukuran tubuhnya sendiri. Kala lapar dia suapi, saat buang air pun juga diurus.

”Tak ade lain harapan saye, semoga anak ni lekas sembuh,” jelas mereka kepada saya kala itu. Bulir air bening tergenang tipis di pelupuk matanya, bak embun di dedaunan.

Pemandangan yang tak kala haru saya saksikan, ketika saking gembiranya mendapat kursi roda, si ibu terburu-buru menggendong putrinya yang lumpuh layu itu. Tanpa sadar, daun pintu menghantam kening si putri hingga dia menangis kesakitan.

Melihat ini, sang ibu berusaha menenangkannya. Namun si anak yang terkulai tak berdaya, hanya terus menangis. Sebuah tangisan tak bersuara, hanya air mata saja yang keluar. Melihat tangis putrinya yang sudah beranjak remaja itu tak kunjung reda, si ibu langsung mencium keningnya, sembari berbisik.

Saya tak jelas mendengarnya, namun saya yakin itu adalah permintaan maaf. Bersama itu pulalah, air mata si ibu ikut menetes. Sepertinya dia menyesal membuat putrinya kesakitan.

Dari semua yang saya tanya, para orang tua ini tak menyangka anaknya akan bernasib tragis seperti ini. Lumpuh layu yang membuyarkan semua angan dan citanya itu, menyerang mereka kala mereka sudah duduk di bangku SD.

Kisahnya macam-macam. Aldian, misalnya, anak ini lumpuh layu setelah berusia 1,5 tahun. saat itu tiba-tiba dia kejang-kejang, hinga akhirnya tak bisa bangun lagi.

Lain lagi kisah bocah yang lain. Dia disergap lumpuh layu saat duduk di bangku kelas III SD. Padahal di sekolah dia adalah anak yang sangat aktif. Semua kegiatan olah raga diikutinya. Hingga tiba-tiba sepulang sekolah, dia terjatuh. Dan lumpuh.

Menurut analisa medis, mereka diserang semacam virus yang melumpuhkan otak. Juga ada virus yang melumpuhkan tulang. Ini terjadi karena saat kecil, mereka tak diimunisasi miningitis.

Kenapa mereka lumpuh layu? Karena mereka abai.

Mengapa abai? Karena mereka miskin.

Mengapa mereka miskin? Karena mereka abai.

Jangankan imunisasi miningitis yang sekali suntik mencapai Rp400 ribu, untuk makan saja sudah susah.

Apakah masih bisa diobati? Tentu ada obatnya, namun harganya lebih dari Rp2 miliar.

Sayapun tertegun. benar kata orang bijak itu. Dengan banyak melihat orang yang kurang beruntung, maka kita akan semakin bersyukur.

Berganjak dari pengalaman inilah, ketika saya kembali ke rumah saya memeluk anak saya yang masih bayi itu, sembari berbisik. ”Regalia, marilah kita bersyukur kepada Allah atas nikmat karunia kesehatan ini. Tadi, Ayah melihat anak-anak yang kondisinya sangat menderita.”

Ya Allah, selamatkanlah istri dan anakku.

Tidak ada komentar: